Bab 16 - Dendam

188 4 0
                                    

Jika tidak salah menghitung, sudah lebih dari lima kali ada beberapa orang berpakaian serba hitam mondar-mandir di depan minimarket tempat Laura bekerja.

Wanita itu berusaha untuk santai dan menganggap jika itu mungkin hanya orang yang tidak punya kesibukan sama sekali. Tapi semakin Laura perhatikan, semakin mencurigakan saja. Instingnya yang tajam langsung bekerja dengan begitu cepat.

"Laura, kau bisa pulang sekarang. Tidak perlu membantuku."

Laura yang sejak tadi memperhatikan ke arah luar, sontak menoleh dengan cepat ke asal suara.

"Kau sedang lihat apa? Sedari tadi asyik memperhatikan jalanan. Kenapa? Kau menunggu pria yang semalam menjemputmu itu?"

"Ck! Tidaklah. Justru bagus dia tidak muncul hari ini." sahut Laura jujur. Dia memang sedang tak ingin bertemu apalagi sampai bertatap muka dengan John. "Oh iya, kau yakin tidak mau dibantu? Barang yang masuk banyak sekali hari ini."

"Tidak perlu, Laura. Aku bisa sendiri. Lagi pula ini hari biasa, jadi pasti nanti malam tidak akan ramai. Besok saja kau tinggal mendisplay barangnya."

"Aku bantu saja. Lagi pula, tidak ada yang bisa aku lakukan di rumah."

"Jangan!"

"Hah?"

"Maksudku, tidak perlu, Laura. Jangan terlalu baik. Percuma saja kau lembur, tidak akan dapat tambahan uang. Lebih baik pulang saja, jam kerjamu sudah selesai."

"Kau serius tidak mau dibantu?" tanya Laura lagi untuk memastikan. Dan rekannya sontak mengangguk mengiyakan, bahwa tidak memerlukan bantuan dari Laura. "Oke kalau begitu. Aku pulang sekarang."

Laura pada akhirnya langsung berkemas dan pulang. Untuk berjaga-jaga, Laura menyiapkan semprotan cabai yang ada di dalam tasnya. Hanya itu saja yang bisa dia bawa ke mana-mana saat ini. Sebab sekarang, dia benar-benar harus terlihat selayaknya orang biasa.

Meski begitu, insting tajam Laura tetap saja bekerja dengan sangat baik. Seperti saat ini, dia merasakan ada langkah orang lain yang mengikutinya dari belakang. Maka dari itu, Laura langsung balik badan dan bersiap untuk menyemprotkan senjatanya itu pada orang yang berpakaian serba hitam di belakangnya.

"Laura! Astaga!"

"What the fuck?!" seru Laura yang terkejut saat mendapati seseorang berpakaian serba hitam di belakangnya adalah salah satu rekannya di pekerjaan yang lama.

Laura memukul lengan temannya, sampai pria itu mengaduh, sebab pukulan yang Laura berikan cukup kuat.

Namun, pria itu bersyukur sebab Laura tidak sempat menyemprotkan air cabai itu padanya. Jadi, lebih baik dipukul seperti barusan.

"Damian?! Sialan kau! Membuatku kaget saja!" seru Laura yang masih tidak menyangka dan juga kaget. "Bagaimana bisa kau tau aku berada di sini, hah?! Pasti Asher yang memberitahumu kan?"

"Tepat sekali. Hanya dia yang tau di mana kau. Sebenarnya, aku sempat mencoba untuk menghubungi Mr Sammy, tapi ternyata dia sudah tiada? Ah, tidak ada yang mengabariku soal kematiannya."

Laura menelan ludahnya saat nama Mr Sammy kembali disebut. Sudah lama dia tidak mendengar seseorang menyebutnya. Jadi, saat mendengarnya lagi, rasanya ingatan Laura kembali terlempar pada saat-saat pertemuan terakhirnya dengan Mr Sammy. Malam di mana Mr Sammy membantunya untuk menemukan informasi seseorang. Yang mana kebetulan adalah target incaran para detektif.

"Aku kira kau sudah tau saat itu, Ian."

"Buktinya tidak. Atau mungkin karena nomorku sudah ganti ya? Bahkan aku juga sudah dipindah tugaskan saat itu."

RANJANG PANAS MAFIA KEJAM ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang