Bab 18

42 9 0
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Pencipta @Benitobonita

Bab 18

Seorang pemuda berkulit kuning langsat dengan pakaian China zaman dulu terlihat sedang berdiri di tepian sungai. Laki-laki itu terlihat gelisah memandangi permukaan air di kejauhan.

Napas Aidan tersenggal-senggal setelah berhasil mendekati pemuda itu. Aroma rumput basah tercium semakin pekat, meyakinkan Aidan bahwa laki-laki tersebut memanglah salah satu makhluk jadi-jadian.

"Tung ... tunggu!" seru Aidan ketika pemuda bermata sipit itu hendak melangkah pergi.

Aidan merunduk untuk mengambil napas dalam-dalam. Dia menyalahgunakan tongkat saktinya sebagai penyangga tubuhnya yang hampir roboh karena kelelahan. "Se ... sebentar ...."

Sayang, laki-laki yang diduga sebagai pengawal itu hanya melirik sekilas ke arah Aidan sebelum kembali berjalan menjauh, seakan ingin mendekati salah satu kapal tongkang yang hendak mendarat di tepian.

"Hei, tunggu!" Aidan kembali berteriak panik. Dia akan kehilangan petunjuk jalan kalau pengawal itu naik kapal lebih dulu. Aidan pun berusaha menyusul dengan terpincang-pincang. "Tunggu! Saya mau bicara!"

Sayang, orang yang dipanggil sama sekali tidak menoleh. Pemuda itu bahkan melambaikan tangan ke arah tongkang, memberikan tanda ingin naik ke sana.

"Aduh! Tu—"

"Hei! Berhenti dong!" Pekikan Aura yang disertai embusan angin kencang menghentikan ucapan Aidan dan membuat kunciran panjang pengawal itu berayun kuat sebelum menghantam wajahnya sendiri.

Aidan tidak membuang-buang kesempatan. Dia kembali berjalan, meski terseok-seok, lalu menyentuh bahu pemuda itu. "Hei! Tunggu! Saya mau bica—"

Akan tetapi, tidak disangka, pengawal itu tiba-tiba melakukan salto ke belakang. Dia kemudian memasang kuda-kuda, sambil menggerakkan kedua tangan lurus ke depan, dan berkata dengan nada mengancam. "Nǐ xiǎng yào shénme?"

Hah? Mulut Aidan seketika ternganga. Dari berbagai bahasa dunia yang tidak dia pahami, bahasa Mandarin adalah salah satunya.

"Bié luàn dòng, wǒ jiù dǎ nǐ!" Pengawal bermata sipit itu kini menggerakkan kedua tangan, sama seperti jurus silat yang pernah Aidan tonton di televisi.

Wajah Aidan sontak memucat. Dia segera menggelengkan kepala dan berkata cepat. "Tung-tunggu, saya cuma mau na—"

Sebuah tendangan dengan bayangan melayang ke arah Aidan. Namun, beberapa detik sebelum wajah remaja itu terhantam, rasa dingin mendadak dirasakan pada punggung, dan seketika itu tubuhnya secara refleks melengkung ke belakang, membentuk gerakan kayang.

"Auh! Sakit!" pekik Aidan saat otot-otot tubuhnya yang tidak fleksibel kini mengeluarkan rintihan protes.

Akan tetapi, si pengawal itu tidak memedulikan rengekan Aidan. Dia melompat untuk kembali menendang.

Tubuh Aidan pun refleks berdiri tegak. Kaki kanan remaja itu maju membentuk kuda-kuda bertahan sebelum kedua tangannya dengan mahir memutar tongkat dan memukul kaki lawannya.

Bunyi pukulan terdengar keras sebelum tongkat terlepas dari tangan Aidan. Si pengawal segera bersalto mundur, sedangkan Aidan yang menahan tangis langsung mengibas-ngibaskan kedua tangannya yang terasa sakit. "Udah! Cukup! Saya cuma mau bica— Hei!"

Mata Aidan sontak melotot ketika pemuda itu tiba-tiba berlari cepat ke tepian sungai dan melompat tinggi lalu mendarat di atas tongkang yang masih berjarak cukup jauh dari tepian.

"Dasar menyebalkan!" Suara manja ala perempuan pun langsung terucap dari bibir Aidan. Remaja itu berjongkok untuk mengambil tongkatnya sebelum ikut berlari dan melompat, mengikuti tingkah si pengawal, sebelum pekik ketakutan keluar dari mulutnya.

"Aura! Berhenti! Nanti kita tenggelam!"

*****

Debur air terdengar saat seorang remaja aneh terjatuh di dalam sungai yang tidak terlalu jernih, bahkan dinyatakan sangat butek oleh beberapa pengunjung yang pernah berkunjung.

Aidan dengan panik berusaha mengangkat kepala agar tetap dapat bernapas, sedangkan kedua tangan dan kakinya bergerak tidak terkontrol. Dia mencoba menggapai tongkat yang mengambang, tetapi air kotor yang tertelan membuat remaja itu melupakan segalanya.

Mati! Aku akan mati!

Orang-orang yang berada di tongkang sepertinya juga tidak menyadari usaha Aidan yang sedang berjuang hidup mati. Perhatian mereka tersedot ke arah pemuda aneh lainnya yang sedang berbicara dengan bahasa asing sambil menunjuk-nunjuk tengah sungai.

To ... long .... Nadia, tolong aku ....

Aidan terbatuk dan mulai sesak napas, sebelum sebuah gelembung udara tiba-tiba keluar dari mulutnya dan membungkus tubuhnya secara perlahan.

*****

Jantung Aidan berdebar keras saat dirinya tenggelam semakin jauh ke dasar sungai. Remaja itu tidak berani bergerak, khawatir tindakannya akan memecahkan gelembung yang memberikannya oksigen.

Beberapa ekor ikan berenang bersama sekumpulan plastik, menyentuh permukaan luar gelembung sebelum melayang pergi. Remaja itu bergeming hingga sepasang kakinya menyentuh dasar sungai yang berbatuan dan lagi-lagi dikotori sampah plastik juga kaleng.

"Jadi, sekarang kita tinggal mengikuti arah perahunya." Suara dengan nada manja khas Aura tercetus dari bibir Aidan sebelum remaja itu cepat-cepat menutup mulutnya, khawatir tersedak air.

Akan tetapi, apa daya, tubuhnya kini dikontrol sepenuhnya oleh si Gadis Jadi-Jadian. Aura membuat Aidan mendongak, mengamati bagian dasar tongkang yang bergerak menjauhi tepian, lalu berjalan mengikuti arahnya.

*****

Lima belas menit berlalu, langkah Aidan semakin melambat. Remaja itu dalam diam melihat ke arah bebatuan sekitar sebelum matanya terbelalak. Beberapa keping emas tampak tidak jauh di hadapan. Dia segera membungkuk untuk mengambil emas-emas yang tercecer itu lalu memasukkannya ke dalam kantong celana.

Jumlah emas semakin banyak ketika Aidan terus berjalan hingga remaja itu melihat dua buah guci seukuran setengah tubuhnya sebelum dia memekik sambil melompat-lompat girang. "Hore! Ketemu!"

"Aura! Berhenti memakai mulutku untuk bicara!" Aidan yang mulai merasa tidak nyaman dengan tingkah centil gadis itu tidak dapat lagi menahan diri untuk mengeluarkan protes.

Akan tetapi, sama seperti biasa, si Gadis Angin tidak memedulikan perasaan manusia yang dirasukinya. Dia menyanyikan lagu kanak-kanak yang diingat Aidan berjudul Kapal Api sambil mengangkat sebuah guci.

Berat!

Napas Aidan sontak tertahan ketika Aura memaksa seluruh otot tubuhnya mengangkat benda yang memiliki berat hampir lima belas kilogram. Perut remaja itu terasa terlilit dan kedua tangannya seperti ingin putus.

"Aura ... ini ... berat ...."

Sayang, Aura melalui bibir Aidan hanya mendengkus. Gadis itu pun mengentakkan kaki Aidan dan membawa tubuh manusia yang dia rasuki untuk berenang ke atas, membawa guci bersamanya.

Pembaca yang baik hati, tolong tekan tanda bintang^^

7 Mei 2024

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aidan dan Legenda Batu KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang