Bab 11

379 104 12
                                    

Karya

ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Pencipta:

Wulan Benitobonita

Sesosok remaja laki-laki yang membawa ransel dan memegang tongkat, berdiri gagah di depan air terjun yang berada di pinggir jalan. Mata hitam pemuda itu mengamati sekeliling dengan tajam sebelum berseru centil. "Cantiknyaaaa …."

"Aura! Keluar dari badanku!" teriak remaja yang kini menunduk, menatap perutnya sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aura! Keluar dari badanku!" teriak remaja yang kini menunduk, menatap perutnya sendiri. Supir taksi telah menurunkannya secara paksa setelah pria kejam itu mendengar Aidan melantunkan lagu Teman Tapi Mesra yang pernah dipopulerkan Ratu pada tahun 2005 dengan nada manja dan penuh desahan.

Namun, beberapa detik kemudian kepala Aidan terangkat. Dia menghirup aroma alam dalam-dalam sambil bergumam, "Udara di sini luar biasa segar."

Sebuah bulu putih melayang turun dari salah satu pohon yang menaungi Aidan dan menggesek lembut hidungnya.

"Hachi!"

"Kyaa!"

Aidan menggosok hidungnya bersamaan dengan tubuh Aura yang terjatuh ke atas tanah. Keduanya saling berpandangan sebelum remaja itu segera memasang kuda-kuda sambil mengarahkan tongkat ke arah gadis yang terduduk dengan gerakan mengancam. "Awas kalo kamu berani dekat-dekat!"

Aura mendongak mengamati wajah Aidan sebelum memutar bola mata. "Memang kamu bisa apa kalo aku dekat-dekat?"

"Aku …!" Ucapan Aidan terhenti. Dia mencoba berpikir ancaman yang paling dasyat untuk menakut-nakuti gadis tengil itu. "Aku …!"

Angin bertiup dari arah timur (apabila Aidan tidak salah membaca posisi matahari). Mata Aura mendadak melebar. Gadis itu menoleh ke arah belakang dan seketika menghilang.

Aidan terbengong. Remaja itu melihat sekeliling sambil berbisik, "Aura?"

Tidak ada jawaban. Daerah di sekitar sangat sepi. Hanya ada beberapa pengendara yang melintas tanpa memedulikan dirinya.

Gemerencik air terjun terdengar nyaman di telinga Aidan. Dia mengerutkan kening akibat kebingungan. Tidak mungkin roh alam itu meninggalkannya begitu saja.

"Aura?" Kembali Aidan memanggil gadis itu.

Namun, tidak ada yang menjawab. Aidan mengitari pandangan selama beberapa detik sebelum mengedikkan bahu. Mungkin gadis centil itu sedang sibuk mengganggu orang lain di suatu tempat.

Tiba-tiba Aidan teringat akan saudarinya yang kabarnya tidak jelas. Remaja itu mengambil telepon genggamnya, lalu menekan tombol dial.

Lima nada dering terdengar sebelum suara cempreng khas Nadia terdengar. “Halo.”

Rasa lega juga kesal mengisi hati Aidan. Saudarinya bisa menjawab telepon. Itu artinya Nadia belum menjadi batu. “Kamu ke mana saja?!” Aku udah coba hubungin kamu.”

“Eit! Tunggu dulu! Kali ini aku punya alasan tulen,” potong Nadia dengan suara serak-serak basah. Mungkin karena baru saja bangun atau akan kena rada tenggorokan. “Dua hari lalu aku kecelakaan kereta, diserang sama nenek sihir. Habis itu aku nyaris dijadiin bahan masakan sama Bawang Merah dan ibunya.”

"Hah?" Mata Aidan melebar seketika. Bayangan Nadia berada di dalam kuali raksasa yang mengepulkan asap, membuat jantung remaja itu berdetak panik. “Terus, kamu nggak apa-apa?”

“Hei, kamu lupa kalau aku atlet tae kwon do? Lawan ibu-ibu mah kecil! Ini aku lagi jalan ke Madiun, lalu mau lanjut ke Jogja. Kalau kamu?”

Balasan Nadia membuat Aidan menghela napas lega. Dia lupa kalau saudarinya adalah laki-laki dalam casing cewek.

“Aku sudah di Danau Kembar. Kristal yang kamu lihat itu udah dipindahkan dari Padang ke sana. Aku lagi ngikutin jejaknya.”

Suara hening selama beberapa saat. Aidan memandang ke arah jalan. Sebuah mobil pengangkut semen terlihat menepi di sisi jalan dan tidak berapa lama supirnya keluar, lalu berjongkok untuk mengamati bagian bawah kendaraan.

Mungkin mogok, pikir Aidan. Dalam perjalanan ke Solok memang dia sering melihat mobil jenis yang sama dalam kondisi diperbaiki.

“Oke, jangan sampai kamu tenggelam di danau.” Suara Nadia membuat Aidan kembali fokus pada percakapan. “Oh iya, kalau kamu sekarat, aku bisa sembuhin kamu pakai pengobatan aura.”

“Aura?” Aidan mengerutkan dahi kebingungan. Namun, tiba-tiba dia menarik napas cepat. Bisa saja gadis tengil itu menghilang tiba-tiba dari sini dan muncul di tempat Nadia. “Kamu diajari apa sama Aura?”

Kepala Aidan terasa pening. Apabila Aura mengajari Nadia yang bukan-bukan, habislah dirinya nanti. Saudarinya akan berpakaian seksi ala tokoh anime Jepang dan menatap dirinya dengan mata kelilipan.

“Pengobatan aura, bukan oleh Aura! Aku, kan, bisa melihat aura, kakakku tersayang. Sekarang aku bisa menyembuhkan orang dengan mengutak-atik aura mereka.”

Jawaban judes Nadia membuat detak jantung Aidan yang sebelumnya berpacu seperti mengikuti balap kuda, kini melambat. Remaja itu mengembuskan napas lega saat Nadia kembali berkata, “Pokoknya gitu deh. Aku lanjut jalan lagi ya! Oh, btw, Ibu belum telepon aku. Ayah juga. Ingat, jangan sampai bocor ya!”

"Pochi!" Seruan Aura membuat remaja itu menoleh ke arah suara. Si roh alam terlihat berlari ke arahnya dengan wajah pucat pasi. "Gawat! Kita harus cepat!"

“Siaaaap! Eh, sepertinya aku harus pergi. Ada sesuatu terjadi.” Aidan segera menyudahi sambungan. Remaja itu bergegas mendekati Aura dan segera bertanya, "Ada apa?"

"Aku menemukan orang gila!" seru Aura. Gadis itu langsung menarik tangan Aidan. "Ayo, cepat!"

"Eh! Tunggu!" Aidan menarik tangannya hingga terlepas dari genggaman Aura. "Memang kenapa kalo ada orang gila?! Tugas kita, kan, mencari kristal!"

Alis Aura bertaut. Dia menatap balik remaja itu sambil berkata, "Orang gila ini bukan berasal dari duniamu."

Pembaca yang baik hati, tolong tekan tanda bintang.^^



Aidan dan Legenda Batu KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang