Karya
ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.
Pencipta @Benitobonita
Hal yang pertama disadari Aidan ketika dia menyusul Aura yang telah berada jauh di lantai tertinggi Jam Gadang adalah … dengkulnya sakit!Remaja itu tidak terbiasa melompati dua sampai tiga anak tangga sekaligus …, tidak sama sekali! Tubuhnya diciptakan untuk duduk santai di sisi jendela dan membaca berbagai buku yang menarik dengan suasana tenang.
Suasana di dalam Jam Gadang mirip seperti bagian dalam sebuah mesin. Begitu banyak alat penggerak yang terbuat dari besi terpasang di tiap lantai yang dihubungkan dengan tangga kecil.
Suara debum kencang kembali terdengar bersamaan dengan suara-suara orang yang berteriak. Aidan dengan lutut yang gemetar berhasil mencapai anak tangga terakhir.
Mata Aidan melebar seketika. Di ruangan yang tidak bisa terbilang besar itu terlihat dua petugas keamanan yang terkapar tidak bergerak, entah pingsan atau mati, sedangkan di sisi lain ada dua orang berpakaian … mungkin zaman Kerajaan Majapahit yang sedang berkelahi atau lebih tepatnya saling melempar mesin-mesin di sekitar mereka, sedangkan Aura …, Gadis Angin itu hanya berdiri dan menonton dengan ekspresi kesal.
"Dasar, Bandot! Kembalikan ibuku!" teriak seorang laki-laki yang berusia jauh lebih muda. Di tangan kanannya terlihat sebuah tongkat bambu yang dijadikan sebagai senjata untuk menepis salah satu besi yang mendadak dilempar ke arahnya.
Namun, lawannya, yang berpenampilan seperti bapak tua malah tertawa terbahak-bahak. "Kamu tidak akan dapat menyelamatkan Lindung Bulan! Aku telah mengurungnya di tempat yang tidak dapat dijangkau oleh matahari! Biarkan dia membusuk di sana!"
"Bandot Tua yang kejam!" seru sang pemuda sebelum mengambil salah satu bagian jam dan melemparnya ke arah musuhnya yang menggelak. Benda itu otomatis menghantam kaca jendela dan meluncur keluar.
"Berhenti merusak peninggalan bersejarah!" Teriakan Aura sama sekali tidak didengarkan oleh keduanya. Mereka masih sibuk saling melempar dan berteriak.
Aidan terpaku di tempatnya. Lindung Bulan …. Ada kisah tentang seorang janda kembang yang diculik oleh seekor Bandot ….
Aura mengangkat kedua tangan, lalu menepuk. Angin kencang yang tidak jelas asalnya seketika membuat kedua laki-laki yang sedari tadi bertengkar bertabrakan. Namun, itu tidak menghentikan perkelahian. Mereka kini memakai senjata yang berada di tangan untuk saling menyerang.
Pedang si Bandot beradu dengan tongkat sang Pemuda. Tidak ada yang kalah. Keduanya terus saling berkelahi dan merusak sekeliling mereka.
Aura yang mengeluarkan kemampuan anginnya sama sekali tidak membantu. Efek yang ditimbulkan gadis itu hanyalah menerbangkan rambut keduanya.
"Ram-rambun Pamenan!" seru Aidan.
Pemuda itu seketika menoleh. Namun, serangan dari musuhnya membuatnya kembali fokus pada pertarungan.
"Pochi! Kamu tahu siapa mereka?!" tanya Aura dengan ekspresi lega. "Buat mereka menghilang! Sekarang!"
Keinginan Aidan ikut melempar salah satu baut raksasa ke arah Aura muncul seketika, tapi denting suara pedang beradu dengan salah satu besi menyadarkan akal sehatnya.
Mengenyahkan niat buruknya, Aidan berkata, "Si Bandot Tua itu adalah Raja Angek Garang! Dia menculik dan mengurung ibu Rambun Pamenan di penjara bawah tanah."
"Siapa yang kamu bilang Bandot Tua?!" Tiba-tiba serangan senjata tajam diarahkan ke Aidan yang berdiri tidak terlalu jauh dari pertarungan.
Aura segera mendorong pedang yang hampir menusuk Aidan dengan kekuatan anginnya. Gadis Angin itu menarik kerah pakaian Aidan yang masih belum bereaksi dan mendorongnya ke belakang.
"Pelajaran untukmu, jangan menghina seseorang yang membawa pedang!" seru Aura sambil berdiri di depan Aidan, menjadi tameng apabila ada serangan lain.
Rambun Pamenan memakai kedua tangan untuk menggenggam tongkat yang diyakini Aidan sebagai tongkat sakti, seperti dalam legenda dan menyabetkannya ke arah Raja Angek Garang yang dengan cepat bergerak mundur sebelum balas menyerang.
"Rambun Pamenang, pukul jatuh pedang si Ban- Raja Angek Garang!" seru Aidan mengabaikan sindiran Aura. "Kesaktiannya berada pada pedang itu!"
Rambun Pamenang sepertinya mendengarkan nasihat Aidan. Sekarang pemuda itu mulai memusatkan serangan ke arah gagang pedang Raja Angek Garang.
Namun, Raja Angek Garang bukanlah petarung yang bodoh. Pria tua itu langsung berlari menghindar dan berusaha memperlebar jarak mereka. Aidan melihat perkelahian dengan gelisah, bagaimanapun Rambun Pamenang masih tergolong pemula dibanding musuhnya. Dia harus segera mencari akal untuk menolongnya.
Sebuah ide terbentuk di benak Aidan. Remaja itu langsung berseru, "Aura, tutup mata Raja Angek Garang dengan rambutnya. Kamu bisa, 'kan?"
Aura mendengkus meremehkan. Dia lalu memonyongkan bibir sebelum meniup ke arah sasarannya.
"Ambo tidak bisa melihat!" teriak Raja Angek Garang ketika rambut panjangnya tiba-tiba diterbangkan angin dan menutupi wajah jeleknya.
Rambun Pamenang memakai kesempatan yang ada untuk memukul gagang pedang Raja Angek Garang. Pria tua itu menjerit kesakitan bersamaan dengan jatuhnya senjata.
Dua kali pukulan ke kepala Raja Angek Garang dan pria tua itu berubah menjadi abu. Rambu Pamenang menatap sisa-sisa musuhnya selama beberapa saat sebelum menoleh ke arah Aidan dan Aura.
Aura refleks memasang kuda-kuda. Gadis itu bersikap melindungi Aidan dengan tubuhnya.
Namun, Aidan menepuk bahu Aura sambil berkata, "Rambun Pamenang adalah tokoh baik."
Tubuh Aura rileks seketika, walaupun matanya masih menunjukkan rasa curiga. Rambun Pamenang berjalan mendekat. Dia menyodorkan tangan kanan kepada Aidan. "Trimo Kasih, ambo bisa menyelamatkan ibu ambo sekarang."
Aidan menjabat tangan Rambun dengan ragu. "Sama-sama …."
"Apo ado yang bisa ambo lakukan untuk kalian?"
Aura dan Aidan saling berpandangan sesaat sebelum remaja itu menoleh ke arah Rambun. "Kami mencari kristal, apa kamu bisa membantu?"
"Kristal?"
"Benda bening bersinar yang memiliki aura mistis," lanjut Aura. "Salah satu anak indigo mendapatkan petunjuk benda itu ada di sini."
"Hmm …." Rambun Pamenang mengerutkan keningnya, berpikir. "Kristal …."
"Ah!" Mata Rambun berbinar seketika. "Pergilah ke Danau Kembar, di sana ada seekor naga yang suka mengumpulkan benda berkilau, mungkin kristal itu ada padanya."
"Danau kembar?" Kini Aura yang menunjukkan ekspresi kebingungan.
"Salah satu tempat wisata di Kabupaten Solok, daerah Bungo Tanjung, Alahan Panjang," jawab Aidan spontan. "Paling lama juga dua jam dari sini."
"Dari mana kamu tahu hal itu?" Aura menatap Aidan dengan pandangan tidak percaya.
Aidan menyeringai. Dia mengetuk kepalanya. "Aku punya kelebihan lain selain penciuman yang tajam."
Pembaca yang baik hati, tolong tekan tanda bintang.^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Aidan dan Legenda Batu Kembar
FantasyMemiliki kemampuan istimewa bukanlah keinginan Aidan. Remaja itu tidak mensyukuri berkahnya yang dapat mendengar ataupun mencium aroma makhluk halus di sekitar dirinya. Namun, siswa kelas IX itu tetap berusaha menjalani hidupnya dengan normal, sampa...