Bab 4

581 150 19
                                    

Karya

ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Pencipta @Benitobonita


Mata Aidan terbelalak seketika. Ada apa dengan cewek dan kefeminiman? Tidak Aura, tidak Nadia …. Mereka sama sekali tidak ada manis-manisnya, terlebih si cewek jadi-jadian yang kini tersenyum bengis, entah apa yang dia sedang pikirkan.

"Apa tidak ada cara yang lebih beradab?" tanya Aidan dengan ekspresi tidak setuju. "Seperti mengajak mereka berdiskusi dan membujuk mereka agar berhenti berbuat onar?"

Aura memutar mata dan mendengkus. Sontak semilir angin yang cukup kencang menerbangkan dedaunan di hadapannya.

"Itulah kenapa kamu sering di bully," cibir Aura. "Terkadang kekerasan itu perlu."

Aidan hendak membantah. Namun, Aura melanjutkan perkataannya. "Cukup basa basinya, sekarang cari siapa orang yang telah membuat binatang-binatang itu menjadi batu!"

"Hah?" tanya Aidan tidak mengerti.

Aura berdecak. Dia memberikan tatapan jengkel ke arah Aidan sambil bersedekap. "Menurutmu kenapa aku mendatangimu? Kamu memiliki kemampuan untuk mendeteksi sosok bukan manusia …, pakai itu."

"Hah?" Lagi-lagi Aidan memasang ekspresi persis seperti orang bodoh.

Aura menghela napas panjang, di mana efeknya selimir angin membuat pepohonan bergoyang pelan. Gadis itu maju beberapa langkah hingga jarak mereka saat dekat, lalu berkata, "Tutup matamu."

Jantung Aidan sontak berdebar cepat. Dia belum pernah dicium seumur hidupnya ….

"Kamu mikir apaan, sih!" Aura memukul kencang bahu Aidan sampe remaja itu mengaduh. "Tutup matamu sekarang!"

"Iya! Berhenti memukulku!" seru Aidan. Remaja itu langsung menurut sambil mengelus bahunya. "Dasar cewek kasar …."

"Tutup mulutmu atau aku akan kembali memukulmu!"

Ancaman Aura sukses membuat Aidan terdiam. Remaja itu dengan wajah masam berusaha untuk tidak mengintip sama sekali.

Detik demi detik waktu berlalu, tetapi tidak ada yang terjadi. Aidan mulai merasa jenuh. Remaja itu hampir saja membuka mata sebelum pertanyaan Aura membuatnya membatalkan niatnya.

"Apa yang kamu sadari?"

"Hah?" tanya Aidan dengan mata tertutup. Satu-satunya yang dia ketahui bahwa wangi melati milik Aura tidak semenyebalkan sebelumnya …, mungkin dia mulai berhasil menoleransi bau-bauan yang sebelumnya tidak menyenangkan.

"Ck, dasar Bodoh! Apa kamu mencium bau yang tidak wajar?"

"Aku hanya mencium bau melati," ucap Aidan dengan nada kesal. "Dan itu adalah aroma yang tidak wajar."

Sebuah pukulan dirasakan pada kepalanya dan membuat remaja itu refleks membuka mata sambil menggerutu, "Bisakah kamu berhenti memukuliku?!"

"Itu karena kamu menyebalkan!" Aura bertolak pinggang dan melotot ke arah Aidan. "Selain aroma melati! Bau apalagi yang bisa kamu cium?! Tutup matamu dan konsetrasi!"

"Kenapa aku harus menurutimu?!" bentak Aidan yang tidak dapat lagi menerima kesewenang-wenangan dari si cewek jadi-jadian.

"Nadia …, batu …, ingat?"

Napas Aidan tertahan seketika. Nadia! Dia hampir melupakan ancaman itu!

Aidan langsung menutup mata. Remaja itu berusaha mencium udara sekitar. Wangi alam yang tercampur dengan polusi dari sekitar …, semuanya wajar ….

Namun, tiba-tiba mata remaja itu terbuka seketika. Aidan menoleh ke arah utara dan bergumam tidak yakin. "A-aku seperti mencium bau rumput basah …."

Aura memiringkan kepalanya seakan tertarik. "Dan itu aneh?"

Pandangan mereka bertemu. Aidan mengangguk kecil. "Baunya tidak wajar …, aku belum pernah menciumnya."

Seringai lebar terbentuk pada bibir Aura. Gadis itu segera berlari ke arah yang dilihat oleh Aidan sebelumnya sambil berteriak, "Ayo, Pochi! Kita kejar sasaran kita!"

"Pochi?!" seru Aidan tidak terima. Namun, dia menurut dan menyusul gadis yang telah berada jauh di depan. "Namaku Aidan!"

******

Lima belas menit berlalu, Aidan dengan napas tersengal-sengal bersandar pada salah satu bangunan sedangkan Aura melihat sekeliling dengan wajah kesal.

"Kosong! Tidak ada siapa pun di sini."

Gadis jadi-jadian itu menoleh ke arah Aidan dan bertanya sengit. "Apa kamu benar-benar mencium aromanya dari sini?"

Aidan menelan ludah dan mengisi paru-parunya dengan udara sebanyak mungkin sebelum dia menjawab dengan terbata. "A-aku yakin …."

Alis kiri Aura terangkat. Wajah gadis itu jelas menunjukkan ekspresi tidak percaya. Tiba-tiba dari salah satu gang terdengar jeritan seseorang.

Aura langsung berlari secepat angin dan Aidan menyusul jauh di belakangnya. Langkah si Gadis Angin tiba-tiba berhenti mendadak sehingga menyebabkan tabrakan langsung dengan remaja yang mengekor.

"Ada a--" Ucapan Aidan terhenti seketika. Dia terbelalak melihat sekeliling. Tempat yang biasanya ramai oleh orang lalu lalang, kini digantikan dengan pajangan patung manusia dengan ekspresi horor mereka juga hewan yang menyebar di sekitar.

Di tengah-tengahnya terlihat seorang pria berpenampilan seperti aktor cerita silat masa lampau lengkap dengan keris dan kumis melintang.  Laki-laki itu menoleh ke arah keduanya sebelum dia menyeringai.

"Cocok sekali untuk jadi hiasan …."

Mata Aura menyipit seketika. Gadis itu memasang kuda-kuda sebelum berlari untuk menyerang.

Sepuluh langkah,

Lima belas langkah,

Dua puluh langkah ….

Laki-laki itu tertawa sambil berkata, "Tino ini cocok sekali jadi batu …."

Napas Aidan tercekat saat kaki Aura perlahan berubah warna menjadi abu-abu dan larinya semakin lambat. Kepala remaja laki-laki itu langsung menoleh ke arah pria aneh yang kini sedang bertolak pinggang.

Otak Aidan berputar. Dia mencoba mengingat-ingat tokoh legenda yang dapat mengubah makhluk menjadi batu.

Aura mengarahkan pukulan ke dada lawannya. Namun, si pria aneh dengan mudah berkelit dan balas menendang hingga gadis itu mundur beberapa langkah.

Ibu Malin Kundang bisa mengubah orang menjadi batu ….

Aidan menggelengkan kepala. Bukan, bukan …, ibu Malin tidak punya kumis.

Aura merunduk tepat saat keris si Kumis hampir menghujam wajahnya. Gadis itu mengangkat kakinya yang hampir sepenuhnya berubah menjadi batu, lalu menginjak kaki pria yang berada di hadapannya hingga memekik kesakitan

Ingatan Aidan berganti kepada kisah legenda Putri Menangis. Remaja itu kembali menggelengkan kepala. Suami Putri Menangis tidak mengutuk istrinya menjadi batu …, istrinya berubah sendiri karena terlalu lama menangis.

Teriakan kesakitan Aura membuat perhatian Aidan pecah. Tubuh gadis itu telah berubah menjadi batu hingga mencapai pinggang dan membuat si Kumis dengan mudah menghajarnya dengan jurus silat.

Mata Aidan melebar seketika. Dia tahu siapa laki-laki itu!

"Si Pahit Lidah!"

Pembaca yang baik hati, tolong tekan tanda bintang.^^

Aidan dan Legenda Batu KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang