Bab 9

400 115 3
                                    

Karya

ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Pencipta @Benitobonita


Aidan berdiri di tengah lapangan bola yang berada di kompleks rumah lamanya, tempat dia dulu tinggal bersama Nadia. Remaja itu melihat sekeliling dengan gelisah. Bau unik khas makhluk jadi-jadian tercium tidak jauh darinya.

Tempat itu sangat sepi meski langit cerah. Aidan menoleh ke arah gang yang menuju rumahnya sambil berseru, "Nadia!"

Dia harus segera menemukan saudarinya sebelum terlambat. Ada hal penting yang harus mereka lakukan.

Wangi rumput basah tercium semakin pekat. Aidan melangkah mundur kemudian berlari menjauh. "Nadia! Kamu di mana?!"

Tidak ada orang sama sekali.

Aidan berlari semakin cepat. Namun, tiba-tiba dirinya berhenti mendadak saat melihat seorang anak laki-laki yang berdiri di depan rumah. Bocah itu menoleh ke arahnya dan tersenyum lebar.

"Lihat, aku baru saja membuat patung."

Mata Aidan melebar saat dia melihat sebuah arca manusia yang memiliki wujud Nadia, berada di balik tubuh si bocah. Anak itu terkekeh pelan dan memiringkan kepala, menatapnya.

"Kakak juga akan menjadi patung yang bagus …."

*****

"Hoi! Bangun!"

Teriakan Aura sukses membuat Aidan terbelalak dan langsung terduduk. Remaja itu melihat sekitar dengan pandangan nyalang dan hampir terkena serangan jantung.

Setelah sepuluh detik berlalu, Aidan baru berhasil mendapatkan akal sehatnya.

Dia di kamar hotel.
Nadia tidak atau belum menjadi batu.
Dan, gadis seksi berpakaian kaos ketat juga celana pendek yang berada di depannya adalah Roh Angin yang sangat menjengkelkan!

"Bisa enggak pake teriak, nggak, banguninnya?!" bentak Aidan kesal.

Namun, Aura hanya mendengkus tidak perduli. Gadis itu bertolak pinggang sambil berkata, "Kamu enggak bangun dari tadi dan sekarang sudah pagi!"

Aidan spontan melihat ke arah jendela yang tirainya terbuka lebar. Gelap. Langit masih berwarna hitam. Remaja itu langsung menoleh ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul empat pagi.

"Ini masih subuh! Ayam aja belum bangun!"

Namun, seakan ingin membantah perkataan Aidan, terdengar kokok ayam dari kejauhan.

"Bangun! Mandi! Kamu bau! Dan kita harus latihan!"

Aidan melotot marah. Dia tidak bau badan dan sebagai remaja yang sehat, dia harus tidur setidaknya delapan jam sehari.

"Ini masih subuh!"

Dering telepon di kamar hotel mengejutkan keduanya. Aidan dengan kebingungan mengangkat gagang dan menjawab panggilan. "Ha-halo?"

Terdengar suara seorang pria yang jelas merupakan pegawai hotel dari saluran telepon. "Selamat pagi, kami mendapatkan komplainan dari kamar sebelah bahwa penghuni kamar ini menimbulkan keributan. Kami minta pengertian dari Anda untuk tidak mengganggu tamu lain."

"Ma-maaf, Pak," ucap Aidan terbata. Remaja itu merasa tidak enak hati.

Sambungan terputus dengan Aidan yang masih bengong memegang gagang telepon.

Aidan dan Legenda Batu KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang