4. Canggung Yang Tanggung

65 13 0
                                    

"Bolehkah aku kembali menjadi satu-satunya yang kamu cari kala sendiri?"
—Revan
🍃

Di mobil hitam milik Revan, akhirnya mereka kembali duduk hanya berdua saja. Canggung sangat terasa. Lidah kelu, tidak tahu harus memulainya dari mana.

Bukankah harusnya mengalir begitu saja ya? Seperti teman lama pada umumnya. Sebenarnya mereka ini kenapa sih?. Sudahlah.

"Re, boleh puter lagu ga? Sepi banget." Suara Selina pertama kali memecah keheningan.

"Boleh dong"

Keheningan masih lekat diantara mereka, bedanya sekarang ada suara lain yang terputar seperti mengiringi mereka. Lagu demi lagu mengalun dengan indah, sampai tanpa sadar keduanya bersenandung lirih.

"When I see you smile~ I see a ray of light~" lantun Selina dan Revan secara bersamaan.

Sekejap membuat mereka menoleh saling berpandangan dan terkekeh.

"Masih dengerin lagu ini Sel?"
"Masih dong, lagu-lagu lama tetap jadi playlist utama." Senyumnya mengembang.

Ternyata selera musik mereka masih sama seperti dulu, belum berubah. Ada rasa bahagia di hati Revan, kesamaan kecil yang sedikit membuatnya tenang.

"Eh kayanya gue gapernah nanyain kabar lo secara bener ya?" Selina tetiba ingat akan sesuatu. Selama seminggu ini dia benar-benar tidak bersapa dan berbincang dengan baik terhadap tetangga yang dulu teman karibnya ini.

"Lo sibuk ngegalau kali, sampai gapeduli hal sekitar," dalam hati Revan tersenyum gadis ini mulai menghangat.

"Iya mungkin sih, eh tapi dari mana lo tau gue lagi galau?" Tanya Selina penasaran.

"Nebak aja gue" jawaban yang tidak jujur. Revan bahkan sudah mengenalnya sedari dini, bukan hal yang sulit mengartikan sikap Selina. Meskipun beberapa lama telah berpisah, Revan ternyata masih dengan mudah membacanya.

"Ckckck, jadi gimana kabar lo?"
"Baik Sel, baik seperti yang lo liat ini. Sehat bugar dan masih ganteng."
"Ha? Sejak kapan lo jadi manusia setengah pede gini? Aneh banget."
"Hahaha" Revan hanya tertawa.

Diperhatikannya lelaki yang sedang memandang jalan dan tawanya itu. Seketika Selina bersuara "Iya sih, lo lebih ganteng sekarang. Dulu kan berantakan mana tengil banget lagi."

Tawa Revan yang lepas jadi tercekat, dia salah tingkah. Barusan apa katanyaa? Cepat dia berdehem untuk menyembunyikan perasaan. Meski ada embel-embel sedikit nyelekit diakhir kalimatnya, dia tetap senang. Sedang manusia penyebabnya langsung bersenandung kembali seakan dia tak melakukan hal besar. Ya memang, orang cuman bilang ganteng doang. Bi Inah penjaga kantin kantor juga bisa.

Mazda CX-9 itu berhenti tepat didepan rumah Selina. Dia bergegas melepas sabuk pengaman, memasukan ponselnya ke tas, dan mengucapkan terima kasih pada Revan yang telah mengantarnya malam ini.

Saat ia sedang membersihkan wajahnya sebelum mandi, pintu kamar Selina diketuk. Menampilkan wajah manis sang adik.

"Ka, baru balik ya? Tadi dianter Ka Revan? Dari mana?" Pertanyaan beruntun dari Syana.
"Satu-satu napa nanyanya, kepo banget bocil nih". Jarang sekali Syana bertanya seperti ini, biasanya juga ia tidak peduli.

MusimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang