3. Sedih Yang Tak Mau Gugur

75 11 0
                                    

"Semua musim punya kesan tersendiri"
— Penulis
🍃

Urusan yang Selina maksud adalah pergi ke tempat minum kopi milik Agha, salah satu usaha miliknya yang berada tepat di pusat kota B. Ada satu sudut di lantai dua favorit Selina. Satu meja kecil yang menghadap ke jalan raya kota yang dipenuhi dengan pohon rimbun dengan dua kursi kayu dari besi dalam posisi sama.

Setiap kali dia bersedih tentang penghianatan kekasihnya, ah lebih tepatnya mantan kekasihnya. Tempat ini adalah tujuannya untuk menyendiri sambil memandang jalan raya, berterima kasih kepada Agha yang tidak mengusirnya meski selalu datang setiap hari lima bulan terakhir ini dan berkujung dalam waktu lama. Bahkan Rian, barista disini sudah hafal betul apa yang akan dipesan yaitu satu hot matcha latte dan cheesecake matcha. Kata Nat rasanya pahit seperti rumput, dasar aneh. Padahal lebih pahit patah hati.

Selina membawa dirinya duduk di kursi besi, mulai menyalakan lagu galau yang akan menemani beberapa jam kedepan bersama pesanan matchanya. Lagu milik band hits jaman sekarang mengalun indah lewat earphone hitam berlogo buah hadiah dari Natalie saat ulang tahun ke-26 tahun lalu. Beberapa saat pesanannya datang dan Selina larut dalam pikirannya sendiri sore itu.

Disudut kota yang lain, Syanala sedang menunggu mobil yang tadi pagi mengantarnya ke kampus. Menunggu dengan sabar di hatle depan kampus, mengamati satu persatu mobil dengan merk yang sama seperti tak mau penjemput kebingungan mencari.

Tak berapa lama sebuah Mazda CX-9 keluaran terbaru berwarna hitam berhenti, kaca mobil bagian depan terbuka menampilkan seorang pria yang menarik perhatian Syana sejak pagi tadi. Dia menyapa sambil tersenyum manis, astaga Tuhan. Membuat hati Syana repot saja.

"Hai dek kok bengong, ayo masuk!"

Sepersekian detik itu, sukses membuat hati Syana bergetar. Untuk pertama kali dalam hidupnya Syana merasakan jatuh cinta, padahal sebelum ini dia paling anti jatuh cinta. Apalagi saat kejadian paling tidak mengenakan terjadi pada kakaknya, membuat semakin malas.

Tapi kali ini, dia tidak menampik bahwa dia tertarik dengan lelaki teman lama kakanya satu itu. Usianya 20 tahun sekarang, kurang dari enam bulan lagi menjadi 21 dan menyelesaikan kuliahnya.

"Makasih ya Ka udah mau jemput." Gigi ngingsulnya nampak, menambah kesan manis sekali dalam senyumnya ketika memasuki mobil.

"Iya, sama-sama. Gimana kuisnya, bisa ga?". Alamak, hati Syana kegirangan diperhatikan seperti ini.

"Ih susah banget loh Ka, memang agak lain dosennya." Kesalnya ketara sekali.

Revan hanya tersenyum dibalik kemudinya, dia teringat akan adiknya Dea. Mungkin bila masih ada, umurnya akan sama persis dengan Syana. Mungkin saat ini dia juga sedang menjemputnya pulang kuliah. Atau mungkin saat ini dia sedang mendengar ocehan kecil selama perjalanan. Serta kemungkinan lain yang membuat Revan merindukan adik kecilnya itu.

"Kak?" Intrupsi dari Syana membuyarkan lamunan tenang adiknya.

"Eh, iya?"

"Ko ngelamun?" Syana keheranan.

"Engga apa-apa, habis ini langsung pulang atau mau kemana dulu?" Tanya Revan dengan penuh penawaran yang diartikan lain oleh Syana.

"Hmmm, Kak Re udah tau belum Cafe-nya Ka Agha? Kesana dulu boleh? Aku lagi kepengen cheesecake chocolatenya Ka, enak banget tau" cerocos Syana tanpa jeda.

MusimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang