1. Tetangga Lama Rasa Baru

241 15 0
                                    

"Senang bertemu denganmu kembali"
—Revan Atma Wijangga
🌤️

Tepat diketukan ketiga, pintu rumah berwarna putih itu terbuka. Setelah sebelumnya bel berbunyi untuk yang ketiga kalinya juga. Menampilkan seorang wanita berhijab instan warna hitam dengan senyum tipisnya.

"Iya, siapa?". Merasa asing dengan tamunya pagi ini, namun wajahnya seperti pernah ia ingat sebelumnya. Begitupun dengan sang tamu dihadapannya yang tidak langsung menjawab. Terdiam beberapa saat, menatap lurus dan akhirnya tersenyum tipis.

"Hai Sel, masih inget gue?" tangannya terulur untuk bersalaman. "Re? Revan?" Disusul dengan anggukan kecil dari lelaki itu. Selina menampilkan senyumnya saat tebakannya benar, matanya melengkung membentuk bulan sabit. Penampilan lelaki ini berubah, terkesan lebih formal dengan kemeja dan celana hitam yang rapi. Bukan seperti Revan yang terakhir Selina lihat, yang memakai kaos band serta celana jeans biru kesukaannya juga rambut berantakan. Hingga saat lelaki itu bersuara, dia mengenali dan mengingat suara milik Revan. Suara berat dengan sedikit serak yang menjadi ciri khas lelaki ini.

"Tangan gue dianggurin nih?" Menggoyang tangannya yang tak kunjung terjabat. Selina pun terkekeh dan membalasnya, "haha sorry yaa, lagian pake salaman segala kaya ketemu pejabat aja". Revan tersenyum kecil, wanita ini masih sama, selalu punya banyak jawaban.

Entah mengapa bertemu dengan Selina kembali dan berjabat tangan dengannya setelah sekian lama, membuat hati Revan menghangat. Senyuman manis miliknya masih sama, meski memorinya seperti mengatakan ada yang kurang dari senyum manis itu.

"Siapa tamunya Sha?" Erina, ibu dari Selina menyusul setelahnya, menghampiri keduanya yang masih berada di antara pintu itu.

Melihat kedatangan Erina, Revan langsung beralih padanya."Halo Tan, apa kabar?" Mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Erina. "Revan? Yaampun, tante baik Nak Re." Erina mengelus rambut Revan ketikan Revan mencium tangannya, hal yang selalu dilakukan kepada semua anak lelaki. Meski Revan bukan lagi anak-anak.

"Masuk ayo! Sudah sarapan? Sarapan disini saja bareng sekalian,ayo!" membawa Revan masuk dan mendekat ke meja makan. Sebelumnya dia melirik Selina sekilas dan dibalas dengan anggukan tanda setuju. Revan tak enak hati sebenarnya sudah bertamu pagi hari ditawari sarapan lagi. Walaupun saat dulu keluarga mereka sudah dekat, namun sekarang rasanya canggung karena sudah tidak bertemu lama.

Hingga disinilah mereka duduk bertiga sambil menikmati sepiring nasi goreng dengan telor mata sapi buatan Erina.
"Tante kira ada penyewa baru di rumah kamu itu Re, ternyata kamu pindah lagi kesini" ucap Erina saat mengetahui bahwa Revan akan kembali mengisi rumahnya. Rumah yang persis disebelah rumah Erina.

"Iya tan, udah habis masa sewanya yang kemarin itu. Kebetulan saya juga ada pekerjaan disini jadi sekalian saja ditempati." Dibalas anggukan oleh kedua wanita dihadapannya. "Oh iya tan, Sel. Jadi lupa, saya kesini tadi mau minta izin. Setelah disewakan kemarin ada beberapa ruangan yang perlu diperbaiki dan renovasi. Maaf mungkin tante, Sel dan yang lain akan sedikit terganggu selama masa renovasi."

"Ya ndak apa-apa, asal jangan lama ya. Banyak debu nanti terus berisik," langsung diangguki cepat oleh Revan. "Hush, jangan begitu" Erina mengintrupsi ucapan Selina. Selina diam dan mengerucutkan sedikit bibirnya. Revan memperhatikannya diam diam, merasa ada yang hilang seperti memorinya tadi. Ini bukan Selina seperti yang dia kenal baik sebelumnya, yang punya sejuta ekspresi. Revan melewatkan banyak hal tentang tetangga dan juga sahabat kecil hingga remajanya ini.

Ditengah obrolan mereka Dami Rakasura, kembali setelah bersepeda bersama dengan rekannya disekitar rumah.
"Wah ada tamu siapa ini?" Mengampiri ketiganya yang baru saja selesai sarapan.
"Halo om, apa kabar?" Revan bangkit dan menghampiri Dami. Menyalaminya dengan penuh hormat.

"Loh anaknya Thama toh, sudah lama nak?" Dami dengan senyum hangat yang menurun ke anak perempuannya.
"Kebetulan baru habis sepiring nasi goreng pah." Sudah dipastikan itu suara Selina, berhasil membuat Revan tersenyum kikuk. "Wah papah engga kebagian dong."

Obrolan ringan itu akhirnya berlanjut di ruang belakang yang menghadap ke taman kecil dengan pemandangan bunga mawar, kamboja, dan lili. Revan tau betul Selina sangat menyukai bunga bunga itu. Revan dan Dami mengobrol ditemani dengan secangkir teh jasmine hangat untuk masing masing. Seperti obrolan dengan Erina sebelumnya, sekarangpun sama. Revan meminta izin untuk merenovasi kembali rumah masa kecilnya yang sudah ditinggal lama. Takut membuat gaduh dan menganggu tetangganya, jadi baiknya meminta izin terlebih dahulu. Juga tentang kabar ayah ibu Revan dan perbincangan ringan lainnya.

Revan kembali menempati rumah pertama orang tuanya, rumah masa kecilnya yang sudah lama ini mereka sewakan. Keluarga Revan harus berpindah setelah Revan lulus dari sekolah menengah atas. Papanya, Adithama Wijangga melakukan ekspansi bisnis di kota Surabaya dan akhirnya menetap disana. Dengan alasan yang sama seperti Adithama Wijangga, Revan kembali ke Jakarta untuk memulai bisnis baru bagian dari cabang waralaba AW Grup.

Malas mendengarkan perbincangan bapak-bapak, Selina tidak ikut bergabung dan lebih dulu berpamitan menuju kamarnya. Ingin menikmati akhir pekan dengan tidur lagi sepuasnya setelah sarapan. Erina juga pamit untuk pergi bersama kelompok arisannya beberapa saat setelah Dami datang. Dihari sabtu ini semua keluarga Selina punya waktunya sendiri untuk urusan masing-masing dan Selina memilih tidur.

Setelah enam bulan lalu membatalkan rencana pernikahan dengan kekasihnya sejak kuliah, Selina tidak seceria dulu, lebih menutup diri dan banyak menghabiskan waktu untuk tertidur. Baginya sekarang tidur adalah solusi paling tepat dari menghindari rasa sakit hati dan sepi.

Selina terbangun karena angin dingin menerpanya dari jendela kamar yang belum tertutup sempurna. Jam menunjukan pukul sebelas malam, artinya sudah empat belas jam dia tertidur. Bahkan dibulan pertama putus dengan tunangannya dia pernah tidur selama 24 jam tanpa bangun, sungguh seperti orang yang tidak tidur seminggu. Namun itulah Selina saat bersedih, orang tua dan adiknyapun membiarkan dia memiliki ruang sedih sendiri dulu. Selina bangkit dari kasurnya dengan lemas dan menutup jendela disamping ranjangnya. Lalu pergi ke kamar mandi.

Sebuah pesan masuk dari nomor baru setelah Selina kembali dengan wajah yang lebih segar.

081232344xxx
Sel, ini gue Revan.

Sel~
Hai Re, nomor lu ganti sekarang?

081232344xxx
Iya, hp gue yang lama sempet hilang.
Gue kira Lu udah ganti nomor juga

Sel~
Gue mah setia tau

081232344xxx
Haha, iya deh
Belum tidur?

Sels~
Baru bangun

081232344xxx
Yang bener aja

Sels~
Ketiduran gue tadi

081232344xxx
Oh ya

Nomor ponsel yang selalu Revan ingat dari dulu sebelum ia ingat nomornya sendiri ternyata masih jadi milik orang yang sama. Nomor yang mereka beli bersama saat pertama kali mendapatkan hadiah ponsel karena menjadi juara kelas masing masing.

Sayangnya pesan itu berakhir begitu saja, Selina sudah tak lagi membalasnya. Ia lebih memilih membuka sosial medianya, menggulir video lucu yang muncul diberandanya dan sesekali tertawa.

Sedangkan disebrang sana ada lelaki yang sibuk mengetik dan menghapus kembali kata yang sudah dia susun agar pesan singkat itu tak berakhir. Namun otaknya buntu, jadi berakhirlah malam ini dengan begitu saja.

🍣

Hai semua, ini adalah cerita pertama aku.
Semoga kalian suka!

MusimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang