Sebuah Usaha

105 10 1
                                    

"Izinkan aku sedikit mengetuk hatimu"
—Revan

🍃

Sebuah kiriman untuk Selina datang tepat di lima menit sebelum jam makan siang. Satu kotak bento dari resto jepang kesukaan Selina, dikirim oleh pria yang memberikannya juga sebuah pesan.

Revan~
Selamat makan siang, semoga suka.

Seutas senyum terbit dari wanita berhijab abu muda itu. Untuk pertama kalinya ia kembali tersenyum menerima pesan dari seorang pria. Dibalasnya ucapan itu dengan terima kasih.

Sel~
Makasih. Lu jangan lupa makan siang juga.

Singkat padat, begitu saja. Namun cukup membuat penerima pesan diujung sana menerbitkan senyum yang sama.

Sejak malam itu, perhatian kecil dan sikap-sikap kecil lainnya dari Revan coba diterima dengan baik oleh Selina. Ia berusaha melihat Revan sebagai pria yang sedang berusaha juga untuk meyakinkan bahwa dia benar serius.

Selina tidak berusaha untuk mengintrupsi, mengomentari atau menuntut lebih. Saat ini ia hanya sedang ingin menerima sebuah usaha, itu saja.

"Ko lo pesen bento ga ngajak-ngajak?" Natalie berseru melihat keresek bertuliskan logo resto jepang diatas meja Selina.

"Ga pesen, dikirim dari Revan" menjawab terus terang lebih baik bila sudah bersama Natalie.

Senyum menggoda hadir dibibir berlipstik merah muda itu, "cie pdkt, uhuy. Udah terima aja".

Malas digoda lebih lanjut, Selina pergi menuju pantri kantor untuk menikmati makan siangnya. Meninggalkan Natalie yang lebih memilih makan siang di kantin kantor bersama teman lain.

Ditengah-tengah Selina menikmati makan siangnya, Pak Daniel dan Bu Sinta bergabung dengan membawa bekal makan siang masing-masing.

"Bekal juga mbak Selina?" Sapa Pak Daniel pertama kali.

Selina menggeser kursi, memberikan tempat untuk kedua atasnya tersebut. "Eh Pak, engga. Dipesankan teman".

"Teman, apa demen nih? Hehe" Bu Sinta menimpali, Selina hanya tersenyum menjawabnya.

Bu Sinta melanjutkan sambil menata makan siangnya dipiring, "dulu Pak Daniel juga sibuk banget ngirim-ngirim makanan ke gebetannya sampai temen yang lain ikutan bingung mau ngasih ide makan siang apa lagi".

Pria bernama Daniel itu terkekeh, "namanya cinta harus diusahakan dong bu".

"Mana waktu itu belum rame banget layanan antar makanan online, jadi pakai opang." Bu Sinta melanjutkan.

"Untungnya sekarang jadi istri, kalau engga waduh gatau deh" sambil cekikikan.

Selina hanya menyimak kedua atasanya bercengkram, sesekali sedikit menimpali dengan anggukan.

"Kalau engga bisa-bisa dia dicari satu divisi buat nerima Pak Daniel, soalnya udah ngerepotin banyak orang"

Kalimat akhir yang terlontar dari mulut wanita berambut ikal itu membuat ketiganya tertawa. Obrolan yang berlanjut tentang mereka di waktu lampau mengisi makan siang kali ini.

Tiba-tiba saja, atasan Selina tersebut berujar "Mbak, kalau suatu hari nanti ada seseorang yang baik datang untuk melamar dan orang tua mbak setuju terimalah, meski mbak belum mencintainya sama sekali. Karena dicintai lebih baik daripada mencintai."

Selina sedikit terkejut lalu berusaha ia redam, ia tahu bahwa hampir setiap rekan kerja di kantor sudah mengetahui semua kisahnya bersama Damar berakhir menyedihkan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 07, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MusimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang