15 Desember 2015
Kini, kita sudah memasuki akhir tahun. Atau kalau mau lebih tepatnya lagi, sudah bulan Desember. Sudah hampir sebulan semenjak kasus Bu Intan berakhir. EG Group kembali pada rutinitas mereka yang sebelumnya. Arin juga mulai terbiasa dengan lingkungan kantor barunya, dan rekan - rekannya menerimanya dengan baik.
Tidak adanya kasus yang mengancam nyawa mungkin adalah momen yang menenangkan. Tapi setelah beberapa lama, jelas kebosanan mulai menghinggapi enam anggota polisi ini. Rasanya mungkin akan menyenangkan kalau ada kasus yang menantang di hadapan mereka.
Tapi hari itu, keadaan sedikit berbeda. Siang hari mereka yang awalnya tenang tiba - tiba dikacaukan karena pintu ruangan mereka terbuka dengan cara yang menakjubkan sehingga menimbulkan bunyi berdebam yang seram. Suara itu membuat ke enam orang penghuninya langsung menoleh.
Arin dan Rendi yang belum lama menghuni ruangan itu jelas saja terkejut, tapi Pak Indra sepertinya sudah terbiasa akan fenomena itu. Beliau yang tengah menikmati kuacinya kini menggelengkan kepalanya sambil memijat kening. Bersamaan dengan gestur Pak Indra itu, muncul seseorang yang tak asing di hadapan mereka, dengan senyuman tanpa dosanya.
"Hendra Wardana, sudah berapa juta kali aku kasih tahu kamu, kalau kamu masuk ke sini yang sopanlah sedikit! Coba setidaknya kamu hilangkan kebiasaan membanting pintu itu! Ini kantor polisi, tahu! Aku bisa saja mengirimmu ke penjara kapan saja kalau aku mau!" ujar Pak Indra, sambil berusaha menahan dirinya agar tidak menghujani Hendra dengan remah kuaci.
"Maaf pak, tapi ini ada keadaan darurat!" seru Hendra.
"Darurat sih darurat, tapi tidak perlu pakai banting pintu juga kali!"
"Iya maaf, saya terlalu semangat sepertinya."
"Kamu sih kelebihan tenaga, Ndra."
"Ada apa sih Ndra? Tumben kamu ke sini, masih pakai seragam lagi," tanya Yoshi.
"Biar beliau saja deh yang jelaskan semuanya," sahut Hendra, lalu mengarahkan jempolnya ke belakang bahunya.
EG Group memfokuskan mata mereka ke arah tunjukkan Hendra. Rupanya, di belakang Hendra ada seorang perempuan yang usianya kira - kira berada di kisaran 40 - an. Dia terdiam, mungkin masih agak terkejut akan kelakuan Hendra. Kalau di amati, dia mengenakan pakaian yang mirip dengan Hendra, yang membuat EG Group sepakat kalau bisa saja perempuan ini adalah rekan seprofesinya Hendra.
Nah, pertanyaannya adalah, apa yang dilakukan oleh seorang guru di kantor polisi? Terutama dia ditemani oleh seseorang yang seperti Hendra? Satu kemungkinan yang sepertinya paling masuk akal adalah, beliau tengah berada dalam masalah. Atau bisa juga berarti bahwa EG Group akan mendapatkan kasus baru.
Pak Indra mempersilahkan kedua orang itu untuk masuk ke dalam ruangan. Dua buah kursi di sediakan, dan mereka duduk di hadapan Pak Indra. Tanpa banyak basa - basi, si perempuan mulai memperkenalkan dirinya dan juga menyampaikan apa masalahnya.
"Saya akan perkenalkan diri dulu. Nama saya Amy Nuh Hidayah, panggil saja Bu Amy. Saya merupakan guru di SMP Negeri 7," ujar si wanita, memperkenalkan dirinya.
"Emm ... kira - kira masalah apa ya yang membuat ibu bisa ke sini?" tanya Yoshi.
"Semuanya karena anak ini!"
Bu Amy entah kenapa tersulut emosinya secara tiba - tiba. Dengan kasar, beliau meletakkan sebuah foto di atas meja. Rupanya itu adalah foto seorang anak SMP yang berkulit kecoklatan dan dengan senyum yang agak susah dijelaskan.
EG Group memperhatikan wajah si anak. Tidak ada hal yang aneh dari foto itu, cuma selembar pas foto yang kelihatan normal. Tapi bisa terlihat bahwa ada sebuah perasaan aneh menghinggapi mereka ketika mengamati lebih jauh soal si anak yang ada di dalam foto itu. Seperti ada aura yang lain dari anak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Detective 4 : A Scandal In Bahrelway
Mystery / ThrillerFormasi baru EG Group kini sudah lengkap, dan inilah saatnya bagi satu kelompok penyidik ini untuk memperlihatkan kemampuan menyidik mereka yang dinaungi legenda dari pendahulunya. Di siang hari yang senggang, Hendra datang ke ruangan EG Group denga...