Sesampai nya di depan gerbang sebuah Mansion bernuansa putih dengan sedikit pelesan warna silver disetiap sudut nya. Taman yang luas dan lampu-lampu kecil yang menghiasi taman itu mampu membuat diapun yang melihat merasa tajub.
"Lo mau masuk dulu nis?" Tanya Shafa ke arah Nisa, memang sudah lama gadis itu tak bermain atau sekedar mampir ke rumah sang Ratu seni ini. "Boleh, sekalian gue pengen liat bunda Lo". Shafa hanya mengangguk dan menunggu Nisa dan berjalan berdampingan.
Perlahan pintu mansion itu terbuka, memperlihatkan luasnya sebuah ruangan dengan lampu gantung yang begitu mewah dan tentunya mahal, saat pertama masuk kalian akan melihat salah satu foto keluarga yang mengarah ke arah pintu.
Disana masih ada Zein, shovi, syaqil, shifa, dan...Shafa.
Ya dipoto itu masih ada semua anggota dengan wajah yang berseri. Zein sengaja masih memasang foto itu, dengan alasan karna iya tak ingin dipandang menjadi ayah yang buruk karna ta menganggap salah satu anak nya, meskipun hal itu benar adanya."Selamat sore non.." ucap para pelayan sedikit menunduk.
"Sore" balas Shafa dan Nisa bersamaan.
"Nisa?" Panggil seseorang dari arah dapur, "Tante sovia,...." Ucapnya berlari ke arah Sovia lalu memeluknya.
"Kamu kemena aja sayang?"
"Aku ada ko Tan, cuman ya sering diem di rumah hehe" cengir nya, Sovia mengusap puncak kepala Nisa.
"Kalian pasti belum makan, ayo makan" ajak Sovia, Nisa mengangguk dan berjalan mengikuti shovia, namun tidak dengan gadis itu.
Sovia membalikan badan menatap punggung anak nya yang malah melamun menatap keluar jendela dari sopa.
"Shafa" panggil nya lembut, membuat gadis itu menatap nya tanpa membalas dengan ucapan."Makan yah, kemar--"
"Shafa belum lapar, kemarin udah makan disuapin bik Ida" Shafa beranjak pergi ke arah tangga. Meninggalkan Nisa san Shofia yang mematung disana.
Rasanya dia sudah gagal menjadi seorang ibu, harusnya ia yang menyuapi Shafa bukan buk Ida yang notabenenya hanya seorang kepala asisten dirumah nya.
"Tan.?" Panggil Nisa mengelus lembut pundak Shofia.
"Eh maaf ya, tante-"
"Gapapa ko, Nisa juga ngerti" Nisa tersenyum lembut ke arah Shofia, gan wanita itupun membalas senyuman nya.
Sesampainya di meja makan, Shofia menyuruh salah satu pelayang yang bekerja di dapur segera menyajikan makanan lekat, tanpa butuh waktu lama pelayang itu membawakan beberapa lauk pauk yang memang terkesan mewah dan lekat.
"Tan ini gak berlebihan?" Nisa tau kalau keluarga Alanska hanya memasak untuk sekali makan, jadi jika makanan itu tidak habis pada saat itu juga langsung di buang, dan saat mereka ingin makan pasti memasak yang baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seni Itu Luka.
Ficção AdolescenteManusia seperti apa yang disebut sempurna? Lalu bagai mana bentuk kesempurnaan dalam diri seorang mahluk bumi? Aku tak tahu, mengapa manusia begitu menginginkan kata sempurna, padahal kata itu Takan pernah mereka dapat. Sepertinya keinginan ku berb...