surat terakhir?

8 2 0
                                    


Satu hari telah berlalu, dan tibalah waktunya dimana Shafa akan pergi meninggalkan tempat ini, orang yang sangat ia sayangi harus ia tinggal kan.

Kini Shafa duduk di kamar, menulis sebuah surat singkat di lembar kertas nya.

Hai kak!
Maaf sebelumnya karna Shafa yang harus pergi.
Shafa tau, Shafa tertalu menjadi beban untuk kalian.
Kalian harus bahagia karna Shafa (beban kalian) udah pergi menjauh dari kalian.

Shafa harap, jalan ini yang terbaik, Shafa udah punya tujuan dan cita-cita. Shafa juga janji kalo Shafa udah sukses Shafa akan panggil semua orang yang Shafa cintai datang ke Shafa.

Kalo buat kak Aldi, Shafa titip kak syaqil ya, jaga dia, tolong jaga dia sebaik-baik nya, kak syaqil anak nya kuat, tapi Shafa juga tau kekuatan kak syaqil ga sekuat baja.

Shafa harap kalian bahagia, tunggu Shafa pulang ya kak.
Aku sayang kalian, see you next time, or maybe a few years :)

Salam Nanda Shafa Alanska.

"Ini bukan surat terakhir, tapi surat dari awal perjuangan gue, Nanda Shafa Alanska, akan menjadi seorang seniman". Senyuman nya merekah dengan air mata yang mulai tak terbendung.

Kini jam sudah menunjukan pukul 16.46 sebentar lagi taksi akan datang. Shafa menyiap kan semua barang-barang nya.
Kedua laki-laki di rumah ini sedang tak ada di rumah, entah apa yang mereka urus, tapi yang jelas seperti nya masalah serius.

"Mba Shafa?". Tanya supir taksi itu.

"Iya pak saya" Shafa segera memasukan koper nya kedalam mobil. Lalu masuk kedalam mobil. Sebelum mobil benar-benar berjalan. Shafa melihat rumah yang cukup megah itu, hatinya sedikit sesak mengangkat kaki tanpa sepengetahuan kakak nya, ya meskipun syaqil mengetahui jika Shafa pergi untuk masa depan, namun ia tak memberi tahu sepenuh nya rencana nya.

"Maaf kak" ucap nya pelan.

"Mba? Berangkat sekarang?"

"Iya pak, maaf ya pak perjalanan nya terlalu jauh".

"Tidak papa mba, ini sudah menjadi pekerjaan saya". Supir taksi itu tersenyum hangat, Shafa hanya mengangguk dan menyipit kan matanya, menandakan ia juga ikut tersenyum, Shafa sekarang masih memakai masker dan topi hitam nya.

Ia belum membuka perban di wajah nya, meskipun dokter Alya sudah memperboleh kan nya, tapi Shafa tetap enggan membuka nya.

"Sukur lah, wajah mu sangat cantik sha, cocok dengan kepribadian mu yang cantik". Ujar Alya.

"Terima kasih dok, em dok?".

"Kenapa?"

"Shafa pikir pasang kan lagi perbannya, Shafa juga mau minta tolong, jangan bilang ke kakak Shafa kalo mukanya sembuh, bilang aja masih memiliki tanda atau luka di bagian wajah nya".

"Maksud kamu?".

"Shafa ga bisa ceritain semuanya, tapi Shafa cuman minta tolong itu, dokter Alya biasakan?".

"S-saya, saya bisa, kamu tenang saja". Shafa tersenyum tenang kala mendapat jawaban dari Alya.

***

Seni Itu Luka.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang