"saya mau bertemu dengan Tuan Adrian bisa?".
"Maaf mas Aldi, bapak sedang ada miting, kalo mau mas Aldi bisa tunggu diruangan bapak mas". Aldi mengangguk dan segera pergi keruangan itu.
Beberapa menit telah berlalu, Aldi hanya duduk di kursi tak berniat untuk pergi karna sebenarnya bukan hanya niat ingin memberikan undangan itu, tapi, dia memang sedang merindukan sosok itu, meskipun ia tau ayah nya sibuk, tapi Aldi selalu berusaha melihat sosok itu baik-baik saja.
Bohong jika Aldi tak peduli pada keluarga nya, ia masih peduli, nyatanya, Aldi selalu mengecek kondisi sang ayah, ibu nya meskipun dari jarak yang tak dekat.
"Aldi? Sedang apa kamu di sini?". Adrian ikut duduk dihadapan Aldi, menatap Aldi dengan tatapan elang nya, Adrian memang sangat tegas, wajah nya yang begitu terlihat sangat dermawan sangat mengunci mata orang yang menjadi lawan bicaranya.
"Maaf pah jika Aldi menganggu, Aldi hanya ingin memberikan ini". Adrian mengambil undangan itu.
"Undangan?" Aldi mengangguk, "iya katanya dari keluarga Anderson".
"Baik lah, papah akan berusaha untuk menghadiri pesta itu, sepertinya ini adalah pesta untuk anak bungsu nya".
"Anak bungsu?".
"Apakah kamu tidak tau? Ah iya, papah lupa anak dari Wiliam memang dirahasiakan identitasnya,jadi wajar saja jika tak banyak yang mengenal nya". Aldi mengangguk paham dengan penjelasan ayah nya, "apakah kamu ikut?".
"Aldi usahakan".
"Baik lah, sebentar lagi papah ada janji lagi, papah tinggal dulu". Adrian kembali keluar ruangan setelah membawa beberapa berkas di mejanya.
"Selalu saja begini". Aldi menghela nafas nya, sungguh lelah memang mengharapkan ayah nya bertanya tentang keadaan Aldi.
"Gue salah harepin itu dari Lo". Aldi menatap foto besar di dinding sebelah kirinya.
***
"Besok kalian harus bersiap-siap, kita akan mendatangi pesta keluarga Anderson".
"Kamu benar-benar akan kesana mas?".
"Iya, memang nya kenapa? Iya hari yang istimewa bukan? Anak bungsu dari Wiliam akan membuka identitas nya".
"Baik lah, aku hanya memastikan". Balas Sofia lagi.
"Syaqil, kamu juga harus ikut".
"Syaqil ga-".
"Jangan membantah, atau tidak ayah akan menarik semua fasilitas yang kamu gunakan, mengerti!".
"CK, selalu mengancam". Syaqil menggerutu, lalu melangkah pergi dari ruang tamu itu.
"Mas, apa kamu tak hawatir pada Shafa?". Tanya Sofia disela keheningan. Zein menatap manik Shofia tanpa menghiraukan rasa rajut istrinya itu.
"Buat apa saya hawatir sama anak pembawa sial itu? Syukur-syukur dia pergi dari rumah ku". Zein mengatakan itu tanpa memperlihatkan rasa bersalah nya, sangat membuat amarah Shofia memuncak, namun tak bisa iya keluarkan.
***
"Aku harus pilih yang mana kak?".
"Terserah kamu bulan, kalo mau semua, kakak beliin semua".
"Jangan! Ga usah berlebihan kak"
Kini Vano dan Shafa sedang berada di butik, mencari gaun yang akan ia gunakan esok. Hari ini Varo tidak ikut, iya harus berlatih basket karna sebentar lagi akan mengikuti lomba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seni Itu Luka.
Ficção AdolescenteManusia seperti apa yang disebut sempurna? Lalu bagai mana bentuk kesempurnaan dalam diri seorang mahluk bumi? Aku tak tahu, mengapa manusia begitu menginginkan kata sempurna, padahal kata itu Takan pernah mereka dapat. Sepertinya keinginan ku berb...