0.08 Amigo del Ángel de la Muerte

6 1 13
                                    


Setiap yang bernapas
memiliki kesempatan untuk mewujudkan
impian
apapun itu
akan tetapi
satu yang harus diingat bahwa ada sesuatu yang tak bisa ditentang
Kematian

****

“Tak bisakah kamu duduk diam?”

Yang ditegur mendudukkan diri sambil menyimpan berkas yang ia punya, berkas yang mendadak hilang dari tangannya, membuat yang diseberang memicingkan mata meski berusaha tidak peduli.

“Jadi, kali ini apa? gempa bumi berkekuatan 8 skala richter dengan tsunami setinggi 20 meter, atau ledakan gunung krakatau?”

Helaan napas terdengar begitu berat

“Aku baru tahu ada malaikat maut bisa bernapas dengan seberat itu.” ucap yang diseberang dengan nada mengejek

“bukan apa-apa.”

“Terakhir kali kamu bilang bukan apa-apa gunung Krakatau meledak, tuh. Oh… kalian mau rapat kan? baiklah aku akan pergi sebentar berkeliling mencari anak kucing yang lucu.” ucap yang bermata almond sambil meninggalkan mereka.

“Hah… kita akan sering bertemu dan itu menyebalkan.” gerutu yang ditinggal pergi.

***

Seperti yang diucapkan kaki jenjang itu melangkah menjauhi rumah tanpa mencuri dengar meski sebenarnya dia bisa saja berdiam diri di rumah. untuk tugas teman satu rumahnya kali ini; dia tak akan melakukan hal yang mampu memicu kekesalan yang satunya seperti biasa yang ia lakukan. Katanya menyalahi aturan, hei! dia sendiri sedang menjalankan tugasnya.

“Kaaak Eliot!”

Eliot; laki-laki itu menoleh dan mendapati anak tetangganya berlari dengan sebuah coklat di tangannya.

“Terima kasih sudah membantuku mengerjakan tugas karya seni, kata ibu aku harus memberikan sesuatu pada kak El, Terima kasih kak El, dadah aku mau menemani ibu belanja.”

Anak perempuan berusia lima tahun itu tak memberi kesempatan bagi Eliot untuk menjawab; sebuah kurva indah tak bisa untuk tidak terukir pada wajah rupawan Eliot. Sebuah coklat yang ia terima, ia tahu bahwa itu kesukaan si kecil.

“Jadi… apa yang akan kita lakukan sekarang?” gumam Eliot pada dirinya sendiri.

Oh benar akan seru bila menonton rival temannya bekerja dan sedikit keributan dengan temannya itu.

“Eh.”

Eliot melihat ke sekelilingnya, ia merasa asing dengan tempat yang dirinya pijak. Meski begitu ia tetap melangkah mengikuti arah kakinya berjalan. Setelah beberapa ratus meter berjalan barulah ia mengerti mengapa ia berada di tempat asing, namun ia tak yakin temannya mau jauh-jauh datang ke negara tetangga jika sudah ada pengurus sendiri dan temannya hanya perlu mendengarkan laporan secara mendetail saja.

Dengan wajah masam Eliot melihat ke arah depannya; dua orang laki-laki dengan satu wanita yang ia yakini sebagai ketua tim sedang membujuk seseorang, entah malang, sial atau bagaimana yang pasti tugas ketiganya akan sulit.

Bagian yang Eliot tunggu akhirnya datang, lebih cepat dari dugaannya ternyata, oh mungkin bagian dari negara lain bekerja lebih cepat dari dugaannya makanya temannya menjadi terlalu sibuk dengan tumpukkan laporan padahal tugas lapangan miliknya juga tak kalah banyak.

Eliot sedikit tertarik untuk bergabung dengan keributan kali ini, setelah menimbang beberapa saat ia mulai bergerak.

“Lepas!”

Hidden Darkness Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang