0.09 Amigo del Ángel de la Muerte (2)

3 1 16
                                    

Kita mungkin lupa bahwa di dunia ini
tak ada yang abadi
sekalipun mereka
dikutuk dalam keabadian

Eliot duduk bersantai di ruang tamu, ya lagi pula pekerjaan apa yang harus dia lakukan ketika uang saja akan selalu menghampirinya. Di Pangkuannya ada Elia yang juga sedang menghabiskan waktu dengan mendengkur dan menikmati tepukan halus Eliot pada perut gembul nya. Sejak kejadian beberapa waktu lalu, Eliot merasa ada yang salah, ia sepertinya melupakan sesuatu yang penting akan tetapi sekuat apapun dirinya mencoba untuk mengingat hasilnya nihil; tak ada ingatan apapun yang ia dapatkan.

“Azrael sedang tidak dirumah, dia benar-benar orang sibuk dan taat pada protokol.” ucap Eliot pada tamu tak diundang yang memasuki rumahnya, masih dengan mata yang terpejam dan piringan lagu dengan melodi yang lembut.

“Aku tidak mencari Azrael.”

“Kalau begitu pergi saja. Masih banyak manusia yang harus kamu urus.”

“Aku dengar beberapa waktu lalu kamu ke Jepang….”

“Nona malaikat…. hanya karena pekerjaan ku banyak bersinggungan dengan Azrael bukan berarti kita ada di pihak yang sama. Aku juga bukan orang mau bekerja untuk orang lain dan terlibat dengan orang lain.” sergah Eliot sebelum tamunya

“Bukankah anda adalah pemimpin terkemuka dengan keahlian yang luar biasa sampai mengancam kedudukan putra mahkota, Jendral Jung.”

Eliot bergeming,

Jendral Jung…. sebutan itu sudah berapa lama tidak ia dengar? seratus tahun? dua ratus tahun? dia sendiri tak yakin sudah berapa lama masa itu telah berlalu.

****

Bisik-bisik mulai terdengar.

Wajah penuh luka lebam dan pakaian yang tak lagi layak, serta beberapa orang yang berteriak histeris.

“Jung Suho, atas pengkhianatan yang kamu lakukan, mencoba membunuh putra mahkota dan menaiki tahta, hukuman yang setimpal bagimu adalah mati.”

Mati,

Setelah semua kesetiaan yang dia tunjukan, kemenangan berperang yang ia bawa, semuanya… rekan yang harus terbunuh, segala macam perasaan kehilangan yang ia tanggung di medan perang; tak ada artinya. Kini dengan kedua tangan yang terikat, ia dianggap menjadi seorang pengkhianat paling besar, percobaan pembunuhan terhadap putra mahkota dan mengambil tahta; mana yang masuk akal pada kepalanya— tak ada satupun. Bahkan ayahnya tak lagi mendengarkan penjelasannya, dirinya dijebak oleh sang putra mahkota.

“Jung ada ucapan terakhir?”

Man Wol, bawahan paling setianya— sampai matanya menatap mata lelaki yang ada di hadapannya; dirinya sadar, kematiannya telah direncanakan— menjadi pengkhianat pun sudah direncanakan.

“Matilah, Jendral, susul semua anak buah kesayangan mu.”

bisikan itu tepat di telinga kanan Suho, rasanya begitu menyakitkan, pedang berkarat yang mencoba menembus jantungnya, yang lebih pedih adalah kepercayaan dan kesetiaan yang dirinya punya tak ada artinya, mungkin benar. Mati jauh lebih baik.

“Jika aku mati… setelah ini aku harap tak ada kedamaian dalam hidup kalian, hiduplah yang panjang dengan kepedihan yang mendalam.”

Sayup-sayup dirinya mendengar tawa Man Wol, mungkin ucapannya juga sudah menjadi sebuah lelucon.

****

Suho menyusuri padang salju, langkah kakinya tak memiliki tujuan.

Seorang perempuan dengan gaun berwarna putih berdiri tak jauh darinya, terlihat cantik dan anggun; sangat.

Hidden Darkness Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang