tiwifl || 22

1.9K 433 61
                                    

"Kita ke rumah sakit, ya, Va? Cuma infus vitamin supaya lebih maksimal masuk ke tubuh kamu, nanti kita bisa langsung pulang setelahnya."

Aku menggelengkan kepala lemas.

Tidak heran kenapa tawaran itu sampai muncul dari mulut Hans, karena aku benar-benar tidak bangun dari kasur. Dengan selimut menyelimuti keseluruhan tubuh, tetapi karena merasakan kehadirannya, aku memutuskan membuka wajahku karena merasa tidak sopan memperlakukan orang sebaik Hans seperti itu. Dia yang membawaku ke atas kasur ini, dia yang membawakan makanan untukku meski aku tidak sanggup menelannya lebih dar tiga kali suapan, dia membuatkanku beberapa minuman dengan klaim kesehatan.

Aku tidak tahu, diserang rasa takut dan bersalah sebesar itu mampu membuat tubuh manusia ikut tumbang juga. Bukan cuma isi kepalaku yang semrawut, nyatanya fisikku juga ikut merasakan dampaknya. Rasanya dejavu, aku pernah mengalami momen mengerikan ini ketika laki-laki itu dengan mudah mencampakkanku di saat aku mati-matian di sini berusaha membuat hubungan kami berhasil.

Mama benar. Saat hancurnya duniaku itu, Papa Amar dan Mama tak pernah meninggalkanku sendirian, meski aku yang meminta waktu untuk diriku sendiri. Mereka melakukan segala hal yang mereka tahu dan mampu untuk membuatku lebih baik, meski sekali lagi, bukan artinya mereka tidak pernah melakukan kesalahan. Yang aku lupakan adalah apa yang Mama bilang tadi, aku lupa kalau ini juga kehidupan pertamanya di dunia. Menjadi manusia, menjadi perempuan, dan menjadi seorang ibu.

Mama tidak punya pengalaman sebelumnya dalam menjadi ibu. Dia tidak bisa mengevaluasi mana yang baik dan tidak untuk dipraktikkan lagi. Semua praktiknya langsung. Tetapi aku memperlakukannya seolah dia manusia paling bersalah. Aku menerima semua ini dengan niat untuk menampar Mama bahwa perannya hanya lah sebagai manusia biasa. Aku menjadikan Mama sebagai musuh terbesar.

"Mas."

Handphone di tangannya langsung diletakkan di atas selimutku, dia menatapku sepenuhnya. Salah satu kelebihan luar biasa lelaki ini dalam menghargai orang lain. Meski kata-katanya tidak selalu sebanyak yang aku ucapkan, tetapi aku merasa dia menyimakku dan memberikan atensi yang penuh lewat gestur dan tatapannya.

"Kamu lagi ngapain?"

"Tanya dokter vitamin yang bagus tanpa harus ke rumah sakit."

Aku refleks tertawa. Lalu mengangkat tubuh sedikit untuk bisa bersandar di kepala ranjang. "Terus dapet jawabannya?"

"Vitamin dari infus itu emang lebih cepet diserap sama tubuh, tapi—"

"Kamu ... beneran nggak lagi ada di hubungan sama siapa-siapa, Mas?"

"Sorry?"

Aku menganggukkan kepala. Memandangi lelaki ini, lelaki pilihan Mama dengan semua niat baiknya untukku sebagai manusia yang paling dia sayang. Seharusnya, meski aku tahu Mama tidak selalu tahu yang terbaik di bumi, aku tidak perlu se-ignorant itu, sejahat itu terhadapnya. Yang harus aku tahu, Mama pasti melakukan semua yang dia mampu untuk memastikan Hans adalah orang baik. Jadi, meski lelaki ini bukan pilihanku dari awal, dia bukan Danar, dia tidak bisa memberikan perasaan-perasaan seperti yang aku harapkan di dalam hubungan, tetapi aku tahu dia lelaki yang hebat dan baik.

Seharusnya aku sadar dari awal, kalau ada satu manusia di muka bumi ini yang berhak aku bahagiakan setelah diriku sendiri ... itu adalah Mama. satu-satunya manusia yang aku punya dan rela mempertahankanku di saat orang lain berharap aku tidak ada. Aku mungkin bisa memahami Papa Aji, tetapi seharusnya aku lebih bisa memahami perasaan Mama. Apa yang aku lakukan pada Mama sama sekali tidak manusiawi, apalagi aku adalah anaknya, orang yang paling dia sayang.

Aku mengangguk sekali lagi untuk meyakinkan diri sendiri dengan apa yang akan aku katakan pada Hans. "Aku ... aku nggak tahu kamu beneran lagi berhubungan sama perempuan lain di luar sana atau enggak. Soalnya aku inget dari awal, aku ngizinin kamu buat sama perempuan lain, kan? Jadi sekarang aku tanya, kamu lagi jalin hubungan sama orang nggak?" Aku berdeham karena tidak melihat ada tanda-tanda mulutnya terbuka. Hans masih bergeming. Menatapku dengan tatapan yang terlihat bingung. "Hubungan apa pun, Mas. Cuma buat menuhin kebutuhan biologismu, atau kamu lagi PDKT atau misal, ada Mbak Maya Mbak Maya lain dengan hubungan lebih spesial daripada Mbak Maya." Oh damn, aku mungkin beneran butuh suntikan vitamin, bukan cuma agar tubuhku bisa kembali bugar, tetapi supaya otakku juga mampu bekerja lebih baik.

this is what it feels like || tiwiflTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang