🏀 11 | Drama di Laut

22 10 0
                                    

"HAI, Sayang. Gimana kabar lo?"

Jemari Vanila terkepal erat. Kenapa harus cowok ini?

"Nggak nyangka banget, ya, kita dipertemukan kembali sini? Udah setahun gue memendam rindu sama lo, Vanila. Dan lo makin cantik aja."

Vanila mengernyit jijik menatap cowok itu. Yah, bukan berarti dia tidak tampan. Vanila akui cowok yang mengejar-ngejarnya tanpa menyerah walaupun ditolak berkali-kali itu-memang tak kalah tampannya dengan Yuizza. Tapi kelakuannya sama sekali tidak membuat Vanila tertarik. Playboy kelas kakap adalah julukannya dari Vanila.

Walaupun sekarang keliatannya tidak, Vanila tetap tidak bisa mencintainya. Apalagi sudah ada orang lain yang sudah setahun di-crush-nya walaupun asal-usulnya tidak jelas kenapa Vanila menyukainya.

"Maaf, lo siapa, ya?"

Alis satunya terangkat. "Lhooo? Amnesia?"

Vanila memilih mengabaikannya dengan pergi melewatinya. Namun di langkah ketiga, kerah blush-nya di tengkuk ditarik dari belakang hingga membuat langkahnya otomatis dihentikan. Nafasnya tertahan karena serasa dicekik.

"Gue udah jauh-jauh ke sini buat ketemu sama lo, tapi lo malah gini."

Vanila menyentak lepas lengan kekar cowok itu. Berbalik, dan menatapnya tajam. "Lo butuh berapa juta kali lagi, sih, dengerin omongan gue? Gue nggak mau ketemu lagi sama lo, Dion."

"Dan gue nggak akan nyerah sampe lo menikah sekalipun," balas Dion. "Cinta gue ke elo ini nggak akan pernah habis, Val."

Vanila mendengus. "Gue cewek ke berapa lo rayu-rayu dengan kata-kata murahan lo itu? Denger, harusnya kalo lo bener-bener cinta, lo rela ngelepasin orang itu karena udah berkali-kali ditolak. Itu namanya obsesi, Dion. Obsesi. Cowok apa bukan, sih, lo? Nggak gentleman sama sekali. Mana harga diri lo?"

"Padahal dulu lo yang kejar-kejar gue ke mana pun gue pergi, Val," ucap Dion, kali ini terlihat lemas. "Lo yang selalu ngampirin ke rumah gue karena rumah kita deket. Lo yang dini hari nangis-nangis di kamar gue karena kelakuan kasar nyokap lo. Dan sekarang, giliran gue udah baik sama lo ampe bela-belain dateng ke sini, ini balesan lo?" Tatapannya menajam. "Setahun, Val. Setahun gue ngorek-ngorek informasi tentang lo. Lo di mana... nungguin lo... Bahkan, sekalipun keluarga lo ngerahasian lo di mana, gue nggak nyerah buat nemuin."

Vanila frustasi mendengarnya. Dia tidak butuh jutaan kalimat rayuan apapun lagi dari cowok ini. "Ya kenapa, sih, harus gue? Apa nggak bisa kita normal-normal aja kayak dulu? Jadi tetangga yang bersahabat selama sepuluh tahun? Obsesi lo bikin persahabatan kita ancur, tahu nggak?"

Dion menarik kedua lengan Vanila pelan. Menatap matanya dalam. "Gue janji sama lo, Val. Gue bukan cowok brengsek kayak dulu lagi. Gue bakal bahagiain lo selamanya."

Vanila menyentak lepas tangannya. Kesabarannya sudah benar-benar habis. Dion ini sangat-sangat keras kepalanya.

"Kata-kata itu nggak mempan lo ucapin buat gue. Di dunia ini, cewek bukan gue doang."

Dion mengacak-acak rambutnya frustasi. "Aduh, Val, Val, Val! Bisa nggak, ganti kata-kata lo itu? Itu bikin hati gue gosong dengernya! Lo itu udah nempel lekat di hati gue, cuma ada lo! Pokoknya lo harus jadi milik gue, selamanya!"

"Enggak! Gue bilang enggak, ya, enggak! Yon! Lepas!" Vanila memberontak begitu Dion mengunci tubuhnya. "Lepasin!"

"Gue nggak bakal ngelepasin lo sebelum lo mau jadi pacar gue."

"Sialan! Cowok gila lo!"

"Iya! Gue gila karena lo!"

"Sialan, lepas!"

Hi, I Have On Crush You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang