"LO kenapa keliatan muruuung, lemes gitu. Kayak nggak punya semangat hidup aja."
Vanila menoleh ke sumber suara sebentar sebelum lanjut mengelapi pigura foto di nakas kamar Aksara. Pemiliknya baru saja tiduran di ranjang dengan kedua lengan dijadikan bantal, menatap asistennya penuh selidik.
"Emang keliatan banget, ya, ngenesnya?" Vanila mengangkat jemari menyentuh wajahnya.
Aksara mendengus geli. "Lupa gue. Lo, kan, emang suka mengeneskan diri, ya? Kenapa? Yuizza lagi?"
Satu helaan nafas malas. "Emangnya... lo pikir cuma ada Yuizza di pikiran gue?"
"Jawab aja."
"Kalo gue jujur, lo mau apa? Kalo enggak, lo mau apa?"
"Banyak tanya nih anak."
"Bukannya lo yang selalu nanyain gue dari tadi?"
"Terserah lo, deh." Aksara memilih mengalah, cowok itu berguling di atas ranjang, sementara Vanila melanjutkan aktivitas bersih-bersih kamar anak majikannya.
"Lo... kalo di rumah suka sendiri?" Kini Vanila yang bertanya, memecah keheningan mereka berdua.
"Ya lo ngeliat siapa selain gue sama nyokap di dalem? Nggak ada, kan?"
Vanila menahan untuk tidak mengumpati cowok itu. Oke, sekarang dia yang bertanya, dia yang dibalas dengan pertanyaan konyol juga.
"Emang nyokap lo ke mana?"
"Kalo gue jujur, lo mau apa? Kalo enggak, lo mau apa?" Membalikan pertanyaan konyol Vanila beberapa menit lalu.
Sialan. Tangan Vanila refleks melempar bantal hingga nyaris mengenai wajah konyol Aksara kalau saja cowok itu sempat menghindar dan tertawa. Vanila yang kesal justru tampak begitu lucu di mata Aksara. Entah kenapa, dengan gadis ini suasana hatinya mudah naik.
"Tujuan lo jauh-jauh dari Kendal ke Ungaran... nggak mungkin cuma ngampus doang, kan?"
Alis Vanila ditekuk mendengar pertanyaan penuh selidik itu. "Maksud lo?"
"Ehm, gue tahu. Dari dulu lo emang ngincer Yuizza. Emang kedengarannya bego banget, ya? Tapi real, kan?"
"Gue curiga lo titisan cenayang, Sa."
Aksara lagi-lagi tertawa.
"Lo sendiri juga bukan asli sini, kan?"
"Gue emang asli sini," tanggap Aksara begitu mengambil posisi duduk, menemukan mata Vanila yang juga menatapnya dari jarak semeter. "Di Kendal waktu lo liat gue dari SMA tetangga pas keliatan mau tawuran, nyari-nyari Dion, itu gue emang udah pindah ke sana dari kelas 11."
Entah kenapa, Aksara tersenyum.
"Lo tahu nggak? Rasanya jadi anak angkat itu nggak enak," lanjut Aksara mengeluh. "Walaupun bokap gue bukan bokap kandung, dia yang paling ngertiin gue dibandingin nyokap. Nyokap angkat gue nggak bisa hamil setelah pernah keguguran sebelum gue ditemuin sama Papa. Mama stres berat, sering mabuk-mabukan nggak jelas, bahkan ampe sekarang dia ninggalin gue sama Papa, Val. Dia nggak pernah bisa nerima gue sebagai anak angkatnya. Papa ngotot mau ngerawat gue waktu masih bayi."
Ada jeda menyesakkan waktu Vanila mendengarkan ceritanya dengan seksama.
"Waktu kecil juga gue nggak pernah sehari nggak nangis karena siksaan nyokap. Akhirnya, mereka berdua bertengkar hebat karena gue. Gue ngerasa kehadiran gue nggak ada gunanya. Tapi, bokap gue beda. Beliau tetep gencar mau ngebesarin gue. Sampe akhirnya gue tumbuh jadi manusia brengsek yang suka tawuran, bikin keonaran apapun, bahkan sempat kena sidang juga. Karena apa? Karena bokap sama nyokap memilih buat pisah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, I Have On Crush You
Fiksi Remaja"Lo pikir dengan cara lo jadi penguntit gini orang bakal seneng? Mau lo apa?" "Jadi selama ini kita nggak kebetulan, tapi lo yang suka ngurusin kehidupan orang? Mau lo apa, gue tanya?" "Kalo lo nggak bisa jawab, gue peringatin sama lo. Jangan suka i...