VANILA berusaha menghilangkan memori waktu di rumah Aksara semalam. Sial, kenapa harus cowok brengsek itu yang meminum bekasnya? Walaupun tidak secara langsung, Vanila tetap saja tidak terima.
Gadis itu mengerang. Kakinya masih berjalan menyusuri koridor kampus. Kini duduk di salah satu tangga favoritnya dan Novel. Omong-omong, dia jadi kangen sahabat laknatnya itu. Novel hampir dua hari tidak memberinya kabar. Biasanya mereka ibarat 'tiada hari tanpa chatting-an'. Nomor ponselnya pun tidak aktif padahal Vanila sudah ribuan kali menyepamnya.
Ada banyak cerita menumpuk yang harus di-share ke sahabat satunya itu. Di tengah-tengah Vanila memutar story orang-orang di kontak WhatsApp-nya, seseorang yang hampir lewat, parfumnya sangat Vanila kenal, mengangkat kepala Vanila untuk mendongak.
Yuizza. Sial.
Tapi, cowok itu melewatinya begitu saja. Yah, Vanila memang tidak berharap ditatap balik, tapi—
Vanila itu menahan erangan sewaktu rambutnya yang beterbangan karena terpaan angin, dan pas sekali Yuizza lewat dekat tempatnya, tertarik oleh besi tali ransel cowok itu. Mau tidak mau terpaksa kaki gadis itu berdiri dan mengikuti jalan Yuizza sambil berusaha menahan mulutnya agar tidak mengerang, sementara tangannya berusaha melepas helai rambutnya yang masih menyangkut, masih menggenggam ponsel di salah satu tangan.
"Wah, wah, berani ngebet junior juga lo? Kirain nggak suka cewek."
"Yahahaha! Azzura apaan emang kalo bukan cewek? Bencong?"
"Hush! Lo pada! Ada pawangnya juga!"
"Hah?" Yuizza menoleh ke belakang, mengikuti arah pandang ketiga temannya.
Vanila meringis, seolah ketahuan membuntuti. Padahal dirinya sendiri yang refleks mengikuti karena suatu kendala yang bikin emosi.
"Ada apa lagi, sih?" semprot Yuizza begitu sadar.
Tatapan keduanya bertemu setelah kejadian di jalan waktu itu.
"Eng-engak, Kak... Ininya... nyangkut," ringis Vanila sambil berusaha untuk mendongak karena sedari tadi dirinya fokus melepas helaian rambutnya di ransel Yuizza.
Teman-teman Yuizza menahan tawa, sementara cowok itu mengerutkan kening tajam.
"Ck, sialan. Sini." Kini Yuizza yang menepis tangan Vanila dan berusaha melepas helaian rambut Vanila dari ranselnya.
Vanila refleks mengerang karena Yuizza sedikit tergesa melepasnya.
"Pelan-pelan, Za!"
"Anak orang itu, Woi!"
Ketiga temannya ngakak, padahal Yuizza terlihat menahan amarah yang memuncak karena helaian rambut Vanila yang sudah menyatu dengan besi tali ranselnya susah untuk dipisahkan. Vanila rasanya mau menangis.
"Woi, kelas bentar lagi, nih. Duluan, ya, Za!"
"Dadah! Selamat emosi!"
"Muah!"
Yuizza menggeram melihat ledekan teman-temannya yang belum juga puas menertawai. Kini tatapan galaknya dialihkan ke Vanila yang menunduk takut-takut menghindari kontak mata.
Yuizza menghela nafas kasar. Tangannya diturunkan. "Terserah lo. Gue udah nggak ada waktu."
Vanila tidak tahu ucapan itu untuknya atau benda yang menyangkut di ransel Yuizza sendiri.
Berakhir, Vanila terpaksa mengikuti ke mana pun Yuizza pergi sambil berusaha sedikit-sedikit melepas helaian rambutnya yang benar-benar persetan bikin emosi saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, I Have On Crush You
Roman pour Adolescents"Lo pikir dengan cara lo jadi penguntit gini orang bakal seneng? Mau lo apa?" "Jadi selama ini kita nggak kebetulan, tapi lo yang suka ngurusin kehidupan orang? Mau lo apa, gue tanya?" "Kalo lo nggak bisa jawab, gue peringatin sama lo. Jangan suka i...