30. Rangkaian Jejak

7 3 1
                                    

Retakan pada hubungan antar anggota pelaksana misi, alias para awak kapal, rupanya kian besar semenjak perdebatan sengit yang terjadi antara Niza dan Sera yang juga memicu keributan yang meluas-berakhir pada beberapa awak yang menentang keputusan Sera.

Keributan kemarin pada akhirnya berakhir dengan Sera yang langsung pergi, bersembunyi di dalam kabin pribadi miliknya, yang dengan hal tersebut pun membuat kerumunan pada akhirnya bubar dan kembali pada kegiatan mereka masing-masing.

Pengambilan dan pengolahan air masih tetap dikerjakan, sebab belum ada hasil yang jelas dari perdebatan dan pertentangan dari para awak, juga belum ada perintah mutlak pemberhentian hal tersebut yang keluar dari lisan Sera.

Niza mengembuskan napasnya, ia bersandar malas pada langkan geladak, Kerim di sebelahnya mendekat.

Secara sekilas, gadis itu melirik ke arah Kerim. Ia lalu mendengkus dan terkekeh, "Kurasa tak ada yang mematuhi keputusan kapten, eh?"

Sebab sudah sehari semenjak keributan kemarin, dan kapal belum bergerak secara signifikan, selain hanya gerakan-gerakan lambat hampir berhenti di tempat.

"Semua orang masih bingung, kurasa."

Niza menoleh, bukan sebab jawaban singkat Kerim, melainkan gerakan rasa penasaran di dalam dirinya. "Bukankah kau berkata kau menemukan bukti itu bersama dengan Lyra. Kenapa dia tidak bersuara dan membersamaimu?"

Pria itu terdiam, ia tersenyum tipis. Mengedikkan kedua bahunya. "Kurasa dia hanya membantuku, bukan memihak padaku." Ia terdiam sejenak, cukup lama, akan tetapi Niza memang tak bicara lagi sehingga rasanya ucapan itu memangnya sambungan dari ucapan Kerim sebelumnya. "Aku pun bertanya-tanya mengapa ia tidak muncul kemarin-kemarin."

Niza terdiam, sedari tadi ia terdiam. Mendengar pengakuan dari Kerim rupanya sama sekali tidak menenangkan dirinya. Gemeretak di dalam hatinya terasa kian jelas. Ada hal aneh tentang Lyra, dan Niza perlahan mulai menyadarinya.

"Jadi, kau adalah pengkhianat?" tanya Niza tanpa menoleh, tetap fokus pada ombak laut yang berayun nyaman.

"Ya," balas Kerim singkat. Ekspresinya datar, pandangannya pun melanglang hingga cakrawala.

Hal itu memancing Niza untuk menoleh, mengamati wajah Kerim selama sepersekian detik, lalu terkekeh. "Tak ada seorang kriminal yang mengaku."

Tanpa diduga, ucapan Niza lagi-lagi membuat Kerim diam. Bukan hanya sebatas diam, persis seperti ditangkap basah, seolah ia baru saja dilihat secara keseluruhan. Seolah pernyataan Niza berkebalikan dengan kebenaran.

Bahwa benar, ada seorang kriminal yang mengaku.

Niza tak tahu apa-apa tentang Kerim. Tak ada seorangpun yang mengetahui diri pria itu selain Ilayda, mendiang istrinya. Selepas kepergian wanita itu, hilang sudah satu-satunya orang yang mengetahui keseluruhan Kerim, dan benar pula selepas Kerim kehilangan belahan jiwanya, kehidupan semakin gemar memainkannya.

"Kau benar. Lagipula, aku tak memiliki ambisi lain sehingga mesti menjadi pengkhianat," balas Kerim akhirnya.

Niza terdiam sejenak. "Kurasa bukan di antara kalian berdua. Kau dan Kaeso-meskipun aku tidak menyukainya-"

"Itu membuat pandanganmu subjektif. Kau tak boleh tidak menyukai sesama rekan. Maksudku-"

"Ya, aku mengerti. Sama sepertimu, aku dan Kaeso tidak cocok. Kurasa dia hanya cocok dengan Annia. Setidaknya dengan Annia, Kaeso terlihat lebih ...."

"Tenang?"

"Itu dia."

"Tapi dia menggila setiap kali Annia disudutkan," tambah Kerim, ia mengusap ujung dagunya yang kasar oleh janggut tipis.

ERYNDOR: Tales Of Sentinel GiftsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang