Murid yang lolos tahap kedua, diminta untuk ke auditorium untuk mengikuti tingkat ketiga yaitu Hijau. Di mana mereka akan bertanding sesuai jurusan dan bidang masing-masing. Metana duduk paling depan di kursi penonton. Karena ingin menyemangati kedua kakaknya.
"Wah, aku cariin ternyata ada di sini," ujar Tessa lantas duduk di kursi kosong di samping kiri Metana.
"Sa, kamu lihat bang Jaka nggak?" Metana tidak melihat tanda-tanda kehadiran Jaka di atas panggung.
"Nggak tahu juga, Ta," balas Tessa.
"Kamu tunggu di sini, ya. Jagain kursiku jangan sampai diduduki orang lain," pinta Metana, gadis itu beranjak pergi.
"Tapi, 'kan? Eh, Metana. "Berkali-kali Tessa memanggil, tak dihiraukan oleh Metana.
Metana keluar dari auditorium untuk mencari Jaka. Laki-laki yang akan bertanding di bidang geografi. Jika sampai terlambat, maka ia akan didiskualifikasi. Metana berlari menuju ruang OSIS. Namun, tak ada satu pun orang di sana. Hanya suara cicak yang seperti sedang belajar bernyanyi, berisik sekali.
Gadis itu mencari Jaka di tempat lain. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar ada seseorang yang penuh amarah dari arah kiri. Tepat di depan laboratorium kimia. Metana menguping pembicaraan Raina dan Haris.
"Sudah aku bilang, aku nggak pernah curang Raina," marah Haris.
"Apa yang nggak bisa, Haris? Kamu udah berapa kali menang Class Battles bidang kimia? Bisa nggak kamu suruh papamu, jangan menekan papaku agar membocorkan soal?" seru Raina.
"Aku nggak pernah menerima bocoran soal. Aku nggak pernah melakukan hal curang seperti itu!" Haris berkata dengan jujur.
"Terus kenapa papamu selalu mendesak papaku untuk melakukannya, Haris!" Raina sedikit frustrasi. "Kalau mereka semua tahu kamu curang. Mereka akan menghukummu. Bahkan, mengeluarkanmu dari sekolah ini. Dan aku nggak mau itu terjadi!"
"Mereka nggak bakal tahu kalau kamu menutup mulutmu, Raina!" geram Haris, rasanya ia ingin menjambak rambut gadis itu. "Jadi kamu nggak usah fitnah dan nggak usah ikut campur sama urusan orang tua kita, paham?"
"Tapi, 'kan? Aku nggak mau kamu kenapa-kenapa, Haris," kata Raina cemas.
"Aku bisa jaga diri, Raina. Kamu nggak usah khawatir. Lebih baik kamu diam dan tutup mulutmu yang suka memfitnah itu!" Haris tidak tahu mengapa dirinya bisa bertemu perempuan semenyebalkan ini.
"Aku nggak fitnah. Ini fakta kalau kamu dan aku itu curang di Class Battles bulan lalu!" ungkap Raina.
"Bisa tutup mulutmu, Raina? Sudah aku bilang, aku nggak pernah curang. Yang curang itu kamu! Kamu yang nggak mau kalah saing dengan Metana!" Haris berkata jujur karena selama ini ia belajar mati-matian demi memenangkan Class Battles.
Metana tersontak mendengar percakapan Haris dan Raina. Apakah benar mereka selama ini curang? Namun, setelah ia mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu. Memang kepala sekolah memberikan kertas soal kepada Raina. Ketika ia bertanya, Raina mengatakan kalau itu hanya kertas ulangan tahun lalu. Tentu saja tidak terlalu penting. Karena setiap tahun soal pasti berbeda.
"Jadi kamu lebih membela Metana daripada aku calon tunanganmu?"
"Kita dijodohkan bukan saling mencintai Raina," balas Haris lantas menghela napas. Ternyata berbicara dengan Raina menguras energi.
"Jadi maksudmu kamu mencintai Metana begitu?" tebak Raina dengan rasa cemburu yang tak terelakkan.
Betapa terkejutnya Metana mendengar kalau Haris dan Raina dijodohkan. Lalu, Raina menaruh cemburu kepadanya. Padahal mereka saja tidak sedekat itu. Mana mungkin dengan tiba-tiba Haris menyukai Metana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Class Battles
غموض / إثارةHaris Wijaya Kusuma, salah satu murid jenius di SMA Lentera Yogyakarta. Sekolah terbaik dengan sistem tersulit di Indonesia. Haris mendapat skor nilai tertinggi selama 14 bulan berturut-turut. Siswa yang paling disegani karena kecerdasannya luar bia...