Class Battles 10

28 5 0
                                    

Davin mengajak Metana dan Tessa ke kantin. Karena sedari tadi ia mendengar perut Tessa keroncongan. Apalagi asrama dan gedung sekolah lumayan menguras tenaga. Cukup jauh, tetapi masih bisa ditempuh dengan jalan kaki.

"Kalian mau pesan apa?" tanya Davin seraya membaca kertas daftar menu kantin yang diberikan oleh pelayan.

"Apa aja yang bikin kenyang," balas Metana.

"Kalau kamu, Sa?" Kini Davin bertanya pada Tessa.

"Samain aja kayak yang kalian pesan," kata Tessa.

"Pesan tiga mangkuk mie ayam sama tiga jus mangga," pesan Davin diangguki oleh pelayan tersebut.

Sembari menunggu pesanan datang. Metana ingin bertanya kepada Davin perihal yang tadi. Mengapa menolongnya, padahal tidak mengenal satu sama lain. Namun, ia urungkan karena Juna tiba-tiba datang bersama Haris dan juga Raina. Mencari meja kosong. Kebetulan tepat di samping mereka.

"Eh, ada CH4, nih," kata Juna seperti tidak suka dengan Metana. "Sengaja, ya, temenan sama orang-orang pinter biar ketularan?"

Metana mengangkat alisnya ketika melihat Juna. Ia menyunggingkan senyumnya. Setelah itu, berkata dengan nada datar. Namun, begitu menikam jantung mereka.

"Siapa yang kamu bilang orang pintar? Kamu? Atau kalian? Aku rasa kita setara," balas Metana.

Juna tersenyum meremehkan Metana. "Setara di bagian mana, Metana?" Juna tersenyum meremehkan sambil mengetukkan jari telunjuk ke kepala. "Otak?"

Setelah mengatakan itu, Juna membentuk jari hati. Lalu, menggerakkannya. "Atau uang?"

Metana cukup bersabar dengan Juna. Sebab belum melewati batas. Jika dia sudah membuat dirinya murka. Siap-siap saja sesuatu yang tidak terduga akan terjadi.

"Sudah! Kalian kenapa, sih, nggak pernah akur? Coba sehari aja jangan bikin kepalaku pusing," kesal Tessa.

"Akur sama cewek aneh kayak dia? Ogah! Lihat penampilan dia, pakai sarung tangan kayak kiper aja," ejek Juna dari tempat duduknya.

Memang benar kalau Metana seperti seorang kiper. Namun, itu semua ia lakukan agar tidak bisa bersentuhan langsung dengan manusia. Sebab, jika itu sampai terjadi, mata Metana langsung melihat masa depan orang tersebut.

"Terserah aku, dong. Mau berpenampilan seperti apa. Selagi nggak ngerugiin kamu," balas Metana santai.

"Jun, mending kamu duduk aja sana," suruh Davin dibalas helaan napas oleh Juna.

"Oke," kata Juna.

Haris hanya memperhatikan dari meja yang lain bersama Raina. Ia tidak terlalu berani berbicara dengan Metana. Ada keraguan di dalam hatinya. Terlebih lagi mengetahui bagaimana kehidupan gadis itu. Bukan dari keluarga sembarangan. Mereka seperti memiliki jarak. Sebanyak apapun memenangkan Class Battles. Tak akan pernah bisa menandingi sosok Metana.

"Kenapa kamu ngeliatin Metana terus, sih?" kesal Raina.

"Apaan, sih?" Haris tak kalah kesal dengan Raina yang selalu membuntutinya.

Percakapan Haris dan Raina didengar jelas oleh Metana. Namun, gadis itu pura-pura tidak mendengarnya. Ia masih fokus memakan mie ayam. Sesekali menyeruput jus mangga dari sedotan.

"Aku boleh nanya nggak?" Metana tiba-tiba bersuara membuat fokus mereka pada mie ayam beralih kepadanya.

"Boleh, mau nanya apa?" Davin berucap setelah meneguk jus mangga.

"Kalian percaya nggak kalau di sekolah kita ada orang yang punya kemampuan kinesis?" Metana sangat penasaran setelah melihat kemampuan itu ada pada Sekala. Saat ia menyamar jadi perawat dan menyelinap masuk ke ruang inap.

Class Battles Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang