5. Yeobo

268 63 15
                                    

Han menilik dari jendela ruang tamu, dilihatnya Lino bersandar di bawah pohon halaman rumah, ketiduran, memegang potongan kertas bahkan tanpa sadar ada pula yang menempel di dahi.

Merasa iba dan teringat kalau pemuda itu tadi dalam keadaan lapar, Han berinisiatif memasakkan mie instan lalu meletakkan di sebelah Lino pelan-pelan agar tidak terbangun.

Namun ketika Han hendak berbalik, Lino menahan pergelangan tangannya. "Apa ini? Sebagai permintaan maaf karena sudah ngusir gue?"

"Gue gak tega lihat kucing kelaparan," sahut Han.

Lino menjauhkan mangkuk mie di sebelahnya dan kembali melakukan pekerjaan sia-sia, menyambungkan potongan kertas diari milik Han.

"Gak usah disambungin lagi." Han memungut kertas-kertas itu. "Buruan dimakan, mangkoknya mau gue cuci," perintahnya tanpa menatap lawan bicara sedikit pun lalu kembali masuk ke rumah.

Lino melahap mie sambil memicingkan mata. "Kalau bukan karena gelang balas budi, sudah gue garuk mukanya manusia baperan itu."

Setelah kenyang, pemuda dengan gelang silver tersebut pergi ke suatu tempat. Menemui Bang Chan, menanyakan cara yang bisa digunakan untuk pulang ke Animal Planet selain harus berusan dengan manusia tanpa ambisi yaitu Han Jisung.

Bang Chan sedang membuat vlog. Dari rekaman video dia melihat seorang pemuda yang berada di belakangnya menyapa, melambaikan tangan.

"Hey, Lino."

"Hey, Bang Chan." Lino mendekati pemuda yang tengah eksis itu dan tidak sengaja ikut serta dalam konten. Dia terperanjat, mengusik tatanan rambut saat filter telinga kucing mengenainya.

"Itu cuma filter, Lino. Manusia suka pakai ini buat lucu-lucuan," kekeh Bang Chan.

"Gue susah payah ke sini untuk jadi manusia, kenapa mereka malah mau jadi kucing?" gerundel Lino. "Terus, kenapa semua orang punya ini?" tunjuknya pada benda persegi panjang yang dipegang rekan satu planet itu.

"Smartphone. Manusia zaman sekarang gak bisa lepas dari ini. Orang tua sekarang pun anaknya yang masih kecil lebih suka disodorkan HP daripada diajak main atau belajar bareng," jelas Bang Chan.

Tidak terlalu fokus mendengarkan, pandangan Lino tertuju pada segelas es krim bergambar boneka salju yang dipegang anak kecil tak jauh darinya.

Bang Chan terkekeh geli melihat tingkah lucu kucing orange di sebelahnya. Dia pun pergi sebentar untuk membeli es krim dan memberikannya pada Lino. "Nah, jangan lo telan juga gelasnya."

Lino mengerjap, manik hazelnya berbinar bersamaan sudut bibir terangkat.

"Ah! Sendoknya lupa!" seru Bang Chan ketika baru menyadari ada yang kurang.

"Gak apa-apa. Gue bawa, nih." Lino merogoh kantong celana, mengambil Leebit, boneka karet berbentuk kelinci, mencelupkan kepala boneka tersebut ke wadah es krim, difungsikan sebagai sendok.

Bang Chan tersenyum kikuk dan sedikit meragukan kewarasan laki-laki di sampingnya.

"Eh, Chan. Kasih tau gue cara lain untuk pulang selain harus balas budi ke Hannie. Dia ... gak punya keinginan apapun, gampang meraju pula," tutur Lino sambil menjilat es krim di kepala boneka karet tersebut.

"Kalian berantem?" tanya Bang Chan sembari memasukkan ponselnya ke saku, jalan beriringan di sebelah Lino menyusuri trotoar.

"Cuma masalah sepele doang. Gue gak sengaja bikin buku diarinya rusak."

"Lo salah juga, Lino," desah Bang Chan sambil menggeleng.
"Buku diari itu ibaratnya ... kayak perut kucing. Pemiliknya gak sembarangan mau nunjukin kecuali ke orang terdekat. Coba kalau ada orang asing terus tiba-tiba ngelus perut lo, marah gak?"

AilurophileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang