17. Boy Friend

205 70 155
                                    

✧༺05.08.2024༻✧

Han memeriksa setiap bilik karaoke dan beberapa sudut tempat lainnya. Masih belum ditemukan keberadaan Lino. Satu-satunya yang belum diperiksa adalah toilet wanita. Untung saja di sana sedang tidak ada orang.

"Lino?" panggilnya seraya menyusuri koridor toilet umum tersebut.

Salah satu pintu dibuka. Han segera menghampiri dan tampak seorang pemuda dengan telinga kucing bergeming di kloset duduk. "Hannie ...."

Lino merengkuh pinggang laki-laki yang berdiri menjulang di depannya, menarik dan mendekapnya dengan pipi menempel pada perut Han Jisung. "Gue pikir tadi bakal terjebak di sini selamanya."

Han menghela napas. "Kenapa lo langsung main keluar aja? Gimana kalau orang lain yang duluan nemuin lo dengan wujud kayak gini?"

"Gak tau. Refleks. Gue juga takut tadi Hyunjin tiba-tiba masuk ke ruang karaoke lagi."

Han melepas kemeja yang dijadikan outer, menyisakan baju hitam lengan pendek di badannya lalu ditutupkan ke kepala si catboy. "Ini toilet perempuan. Ayo keluar."

Lino berkedip beberapa kali, mengerutkan kening. "Toilet juga punya jenis kelamin?"

"Bukan begitu! Ayo cepat, berdiri." Han merangkul Lino menggiringnya keluar kemudian menunjukkan tanda yang membedakan toilet pria dan wanita. Ilmu baru untuk manusia dari Animal Planet itu.

Lino masuk mobil lebih dulu sementara Han membeli minuman pereda mabuk baru kemudian menyusul sembari membawa kantong belanjaan.

"Nih, minum."  Han membuka penutup kaleng minuman pereda mabuk yang bergambar beruang putih minum susu.

Telinga kucing Lino bergerak, maniknya mengamati kaleng yang dipegang Han. "Masa kucing minum susu beruang?"

"Lo maunya susu kucing, hm? Gak ada! Lagian ini juga bukan beneran susu beruang, siapa coba yang berani perah anunya hewan buas itu," seru Han Jisung.

Lino membuka sebelah mata, menilik ke dalam kaleng, melihat isinya. "Hueek!" Berlagak ingin muntah ketika mencium aroma susu steril tersebut. Meski merasa gengsi meminum susu dari hewan lain, akhirnya dia mau meneguk habis minuman kalengnya. "Gak enak banget rasanya, njir. Apa ini berarti gue jadi saudara persusuan sama sapi-sapi yang susu mamaknya diperah dalam kaleng ini?!" Wajahnya sangat terkejut.

Han memasang tatapan datar. "Mikirnya kok jauh banget sih, Cing."

*****

"Hannie!" Masih pagi sudah gaduh. Lino menuruni tangga dengan langkah cepat menuju lantai dasar, membawa sebuah kotak ponsel baru. Dia terkejut ketika menemukan benda persegi itu di sebelah sofa tempat tidur.  "Apa ini buat gue?"

"Hm," jawab Han. Dia sedang menata buku-buku di rak.

Mulut Lino membulat, wajahnya berseri-seri dengan mata berkilauan. "Akhirnya gue punya benda ini!" Diangkat ponsel barunya dan dinyalakan, mencari icon kamera lalu mengajak orang yang memberikan hadiah tersebut untuk berfoto bersama.

Kedua sudut bibirnya terangkat saat melihat hasil jepretan pertama dan segera dijadikan walpaper

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kedua sudut bibirnya terangkat saat melihat hasil jepretan pertama dan segera dijadikan walpaper. Dia juga memotret benda di sekitar mulai dari rak buku, batu di dalam vas, sudut meja yang sedikit lapuk, bulu kucing di keset, dan pemandangan di luar. Tak sengaja tetangga sebelah yang sedang menjemur pakaian dalam ikut masuk frame.

Dia masuk ke toko buku lagi, masih mengarahkan ponsel, mencari objek untuk difoto. Pergerakannya terhenti ketika kamera terfokus pada gambar Han yang tengah membaca sembari bersandar pada rak buku. "Kameranya sama kayak gue, Hannie."

Han mengangkat wajah. "Hm?"

"Fokus ke lo aja, lainnya buram."

Pemuda yang menjadi korban gombalan ampas Lino itu hanya menggeleng pelan seraya mengembalikan buku ke tempat semula. "Mending lo godain kucing tetangga sebelah aja. Tapi anaknya banyak. Semalam beranak tiga lagi di plafon dapur."

Lino mengedikkan bahu. "Kucing bangsawan kayak gue gak level sama dia. Ini lo lagi kesambet apa beliin henpon?"

"Supaya kalau lo tersesat lagi bisa langsung telepon gue. Gak terjebak selamanya di toilet cewek!"

Lino mendongak dengan mulut agak terbuka, mencoba mengingat aplikasi yang memiliki filter merubah wajah. "Lupa. Ntar tanya si serigala itu aja, dah," gumamnya. "Gue jalan dulu, Hannie. Mau pamer sama Bang Chan."

"Bang Chan?" tanya Han.

"Ho'oh, dia ... hm, apa sebutan di dunia manusia untuk temen akrab?" Lino mengetuk dagu sambil terpejam. "Boy pren? Ha! Boy friend!" tangkasnya kemudian segera meluncur ke luar rumah.

"Best friend! Best friend woi bukan boyfriend!" Percuma juga Han berteriak mengoreksi, si pemilik ponsel baru itu terlalu kegirangan ingin pamer. "Bahaya bener itu kucing kupingnya sengklek amat. Belum aja ikut ujian listening TOEFL." Dia bergeming sebentar, menoleh keluar, berkedip beberapa kali. "Apa jangan-jangan beneran boyfriend?"

Lino berjalan dengan tampang sombong melewati markas kucing-kucing kampung, memamerkan benda persegi yang berkilauan di tangannya. Tak peduli cibiran iri dan dengki dari kumpulan rekan sesama hewan kaki empat berbulu itu.

Saat dia mendekati persimpangan, atensinya teralihkan pada sebuah foto di semak-semak. Rahangnya mengeras ketika melihat sosok wanita yang tergambar begitu anggun dengan rambut panjang kecokelatan. "Bukannya ini ... noona? Kertas fotonya kelihatan masih bagus. Tapi bukankah noona sudah gak ada  beberapa tahun lalu? Punya siapa ini?"

*Noona atau Nuna (누나) : Kakak Perempuan

Siapa lagi kalau bukan Seungmin. Pemuda dengan pakaian serba hitam itu tadi kembali menjadi samsak para preman penagih hutang. Semua yang ada di kantongnya dirampas dan tidak sengaja foto mendiang sang istri ikut terbawa bersama lembaran uang yang diambil paksa. Foto itu tidak berarti apa-apa sehingga dibuang begitu saja sembarangan.

Padahal itu adalah benda paling berharga bagi Seungmin, dicari ke sepanjang jalan dengan wajah frustasi.  "Gak mungkin jatuh ke dalam sini, 'kan?"  Dia berjongkok, memicingkan mata ke lubang-lubang pada gril besi penutup saluran air pinggir jalan. Mana tau yang dicari jatuh ke situ.

"Nyari duit lo yang jatoh?"

Seungmin terperanjat dan jatuh terduduk. Dia tidak menyadari ada siluman kucing oren yang ikut berjongkok di sebelahnya. "Duit?!" sungutnya dengan suara agak meninggi. "Itu lebih berharga daripada duit!"

"Emang lo cari apaan?"

"Istri gue."

Lino mengernyitkan dahi. Memandang Seungmin penuh tanda tanya. "Istri lo kecebong?"

"Bukan, nying."

"Tapi lo bilang----"

"Lo sendiri ngapain berkeliaran di sini?"

"Oh." Lino kembali memasang tampang songong, memamerkan ponsel baru. "Gue punya ini, Bro."

"Eh? Lo waktu itu nyari kerjaan, 'kan? Masih mau kerja di kafe? Ini lagi cari karyawan untuk acara di wekeend nanti," papar Seungmin.

Tanpa ragu, Lino mengangguk brutal, menyanggupi penawaran menjadi freelance.

"Ntar gue cek dulu, bos udah dapat orang atau belum. Sini, minta nomor telepon lo."

Lino menggeleng, menjauhkan ponselnya. "Minta? Emangnya lo gak punya?"

Seungmin langsung merebut ponsel Lino dan memindai barcode nomor WhatsAppnya. "Sudah tersimpan. Nanti gue hubungi," tunjuknya seraya mengembalikan benda  persegi itu kembali ke pemiliknya. "Ok, see you."

Lino membaca nama pada kontak baru, pertama dan satu-satunya yang tersimpan. Bibirnya membulat, memandang sengit pemuda bersurai kelam yang sudah melangkah jauh darinya. "Si yu, si yu! Mana bisa gini, woi! Harusnya nomor Hannie yang pertama di sini, bukan punya lo! Ya! Seungmin!"

AilurophileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang