“Jadi, cocok tidak?”
Taeyeon berusaha menyeret kakinya tanpa tersandung dengan sisa-sisa tenaga yang terkuras habis setelah pesta tahun baru. Dia butuh bantuan dan satu-satunya yang bisa menyelamatkannya adalah dua cangkir kopi panas. “Apanya?” gumam gadis itu setengah sadar.
“Kamu dan Krystal,” jawab Sunny sambil memainkan alisnya naik turun.
“Apa? Kenapa tanya begitu?”
“Penasaran sih. Kamu yang jarang bisa menikmati pesta tiba-tiba terlihat asyik mengobrol sama orang baru.”
“Ya apa salahnya bicara sama orang baru, toh yang diomongin cuma hal biasa seputar pekerjaan.”
“Ah, masa sih? Apa tidak ada hal-hal yang berbau nafas buaya?”
Taeyeon tertawa. “It’s not important.”
“Hey, romance is good! Sepertinya kamu harus coba berkencan dengan perempuan lokal di sini atau kalau masih suka sama yang berdarah Korea, aku punya banyak kenalan.”
“Tidak semudah itu.” Taeyeon menatap ke atas langit-langit dan menghela napas berat. “Jangan sampai hubungan percintaan yang seharusnya bahagia justru meninggalkan luka di hati mereka.”
“Nah, maka dari itu, tidak perlu melibatkan perasaan. Cukup menggunakan tubuh kalian untuk bercinta.”
“Gila kamu ya!” lagi-lagi Taeyeon dibuat tertawa oleh celoteh temannya. Dia sedikit khawatir apabila kehidupan di Amerika bisa membuat seseorang kehilangan akal sehat.
“Mana tahu itu bisa membantu kamu dalam menemukan inspirasi. Lebih bagus lagi kalau kamu mau berubah pikiran untuk kembali memotret model-model cantik. Aw!” pekik Sunny merasakan cubitan panas mendarat di pinggangnya.
Taeyeon melirik ponselnya yang menyala dan melihat tampilan jam di sudut kanan atas; pukul dua siang. Dengan santai dia menyampirkan handuk di lehernya.
“Tumben kamu mandi siang hari. Mau pergi ke mana?”
“Ada kafe di dekat taman yang punya kopi enak banget. Mau ikut?”
“No, thanks. I’ve had enough coffee today.”
Menit demi menit telah berlalu. Taeyeon mengaitkan jaketnya ketika angin musim dingin menerpa wajahnya. Udara sore itu terasa lebih dingin dibandingkan hari-hari sebelumnya. Untung saja ada segelas kopi hangat di tangan kanan.
Taeyeon menyandarkan punggung pada bangku panjang di taman lalu menyilangkan sebelah kakinya. Menyesap minuman secara perlahan seraya menikmati pemandangan di sekitar. Ada sepasang kekasih berpegangan tangan, tertawa riang, sesekali berciuman singkat. Taeyeon memalingkan wajahnya dan tersenyum getir saat menyadari sudah berapa lama dia tidak berciuman.
Sekawanan burung yang tengah bermigrasi menarik perhatian fotografer muda itu. Ah, di sana! Dia mengambil kameranya; bukan yang biasa digunakan dalam bekerja, tetapi sering dibawa ke mana-mana karena ukuran yang lebih kecil. Ketika sedang membidik ke arah objek yang diinginkan, pada saat itulah Taeyeon melihat wajah familier tertangkap lensa kamera. Gadis itu menggunakan jaket putih dan celana jeans, rambut coklatnya tampak lebih terang dengan ditutupi beanie merah tua.
Lalu tiba-tiba sepasang mata melihat tepat ke arahnya. Taeyeon terkejut dan seketika mengalihkan pandangan ke bawah sembari mengotak-atik kameranya seolah-olah ada yang salah. Dia baru saja tertangkap basah menatap wanita di seberang sana. Sial, ini sangat memalukan; rutuk Taeyeon dalam batin ketika mendengar suara langkah kaki yang mendekat.
“Hai,” sapa seorang gadis yang mengenakan sepatu merah muda dan berdiri satu meter di depannya.
“Oh, hai,” balas Taeyeon tampak gugup.