Titik Terang

602 60 8
                                    

Pov Sasa

Sasa merasakan pusing hebat di kepalanya. Ia memaksakan untuk membuka mata.

Asing. Kata pertama yang muncul di kepala Sasa. Ia berada di kamar mewah dengan nuansa serba biru. Tapi bukan kamarnya. Dan ia belum pernah ke tempat ini sebelumnya.

" Aku dimana " Gumamnya seorang diri. Ia edarkan pandangan ke seantero ruangan. Tak ada petunjuk apapun tentang keberadaannya. Hanya lemari besar dan cermin rias disana. Serta sebuah pintu menuju ke kamar mandi.

" Aku harus keluar dari sini, mas Roy pasti sudah khawatir " Gumamnya lagi beranjak dari ranjang mewah berukuran king size tersebut.

Ia menarik knop pintu. Tak berhasil karena pintu terkunci dari luar. Ia menuju ke jendela. Menyingkap tirai putih yang menutupinya. Percuma. Karena jendela di lapisi lagi dengan Jaring-jaring besi. Tak mungkin ia mendorongnya dengan tangan kosong.

" Yha Allah, bantu aku, ku mohon " Doanya

Ia sendiri kebingungan sedang berada dimana saat ini. Ia mengingat kejadian sebelumnya. Ingatannya berhenti ketika ia sedang menunggu Roy di halte. Dan naasnya, ponsel beserta tas nya tak ada bersama dirinya. Kemungkinan besar tertinggal di halte.

" Ck sial. Gimana caranya aku ngehubungin mas Roy " Umpat Sasa. Ia mondar mandir. Memikirkan beribu cara untuk keluar dari sini.

Ia tak boleh menangis, meskipun ingin. Ia harus kuat demi dirinya dan buah hati di perutnya.

Matanya tertuju pada buket bunga mawar di meja. Tak asing. Ia mendekatinya. Menemukan sepucuk surat disampingnya.

' tetaplah di sampingku, atau tak kan ku biarkan orang lain memilikimu. Sasa milik ku. R '

Sasa melempar kertas biru itu ke sembarang arah. Air matanya meluruh tanpa ia minta. Tubuhnya bergetar, beringsut perlahan hingga ketakutan menguasainya.

Siapa sebenarnya yang se ambisi itu terhadapnya. Ia tak pernah meminta akan seperti ini, sungguh. Ia hanya ingin hidup bahagia bersama suaminya.

" Ya Allah tolong hamba. Bantu hamba agar bisa keluar dari sini " Doa Sasa sambil menyeka air matanya.

Ia bangkit berdiri.

" Nggak, nggak akan ada yang bisa memisahkan aku sama mas Roy. Aku yakin bisa keluar dari sini " Ujar Sasa. Ia memegangi perutnya.

" Kita hadapi bersama ya nak. Kita harus kuat, kita harus ketemu papa kamu " Gumamnya pada perutnya yang sedikit membuncit.

" Klek " Suara pintu terbuka seiring dengan Sasa yang menoleh.

Terdapat dua wanita berpakaian seragam ART membawa nampan dan juga koper.

" Selamat malam non Sasa " Sapa salah satu wanita tersebut. Sasa tak bergeming hanya memandangi mereka. Bagaimana mereka tau namanya ? Sedangkan keberadaannya saja, tak ia ketahui sedang berada dimana.

" Saya bawakan makanan untuk non Sasa, susu ibu hamil dan juga vitamin, silahkan di makan dan di minum "

" Tunggu, anda tau nama saya? Tolong kasih tau saya, saya sekarang ada dimana? Saya ingin pulang " Pinta Sasa mendekati wanita itu.

" Non berada di rumah tuan kami. Besok beliau akan datang kemari dan akan berangkat ke luar negeri dengan non Sasa. Ini sudah saya siapkan semua baju non Sasa di dalam koper " Jelas wanita satunya

" Nggak. Nggak mungkin. Saya nggak kenal dengan kalian bahkan tuan kalian. Tuan kalian siapa? Tolong beritahu saya "

" Besok anda akan bertemu dengan tuan kami. Beliau orang baik, saya yakin Non Sasa akan aman dan nyaman bila bersamanya "

" Persetan dengan semuanya. Saya ingin pulang. Tolong bantu saya keluar dari sini " Pinta Sasa sedikit berteriak.

" Jangan lupa makan non, kami permisi " Mereka lalu kembali keluar dan mengunci pintu.

Pergerakan Sasa yang ingin mencegah, kalah cepat dengan mereka. Sasa hanya bisa menggedor-gedor pintu. Sambil berteriak ingin keluar. Namun semua abai, tak ada yang menghiraukan.

" Ya Allah apalagi ini, hamba mohon bantu hamba keluar dari sini "

Sasa kembali berpikir untuk saat ini. Tentang bagaimana ia bisa mendapatkan cara untuk keluar dari rumah, yang entah siapa pemiliknya. Ia akan nekat bagaimanapun juga. Ia tak ingin di bawa pergi oleh orang yang tak dikenalnya. Apalagi harus berpisah dengan suaminya.

***

Roy menunggu seseorang yang baru saja menghubunginya. Di tempat yang sudah mereka janjikan. Nando menunggu di dalam mobil. Roy melirik jam di tangannya. Pukul 03.00 dini hari. Ia memang belum tertidur semenjak kemarin, semenjak Sasa menghilang tanpa jejak.

Terlihat seorang wanita mengenakan dress selutut di balut jaket, keluar dari mobil yang berhenti tepat di depannya.

Roy memicingkan mata. Mungkinkah wanita itu yang menghubunginya?

" Apa dengan Roy? " Tanya wanita itu memastikan.

" Iya saya "

" Saya janeth " Wanita itu mengulurkan tangannya.

" Roy " Roy membalas uluran tangannya.

" Kamu beneran tau dimana istri saya ? " Tanya Roy kemudian, ia sungguh tak sabar.

" Iya Roy, waktu kita tak banyak. Saya tau keberadaan Sasa, istri kamu "

" Tunggu, kamu kenal istri saya darimana? " Tanya Roy lagi.

" Saya akan menceritakan nanti, tapi sekarang istri kamu lebih penting. Tunangan saya akan membawa istri kamu ke luar negeri "

" Tunangan kamu? Saya semakin bingung "

" Iya, ia akan membawa Sasa ke luar negeri. Pesawat berangkat jam 6 pagi. Kita harus segera bergegas. Kita tidak punya waktu banyak " Jelas Janeth tergesa.

" Tunangan kamu siapa? " Roy masih tak mengerti.

" Ryan, teman bisnis kamu, ayolah, kita segera pergi, tapi rumah itu dijaga sangat ketat. Butuh banyak orang untuk nyelametin istri kamu " Ujar Janeth 

" Ryan, siapa? " Roy masih menanyakan perihal tunangan yang Janeth sebutkan. Karena ia masih belum mengerti.

" Astaga Roy. Ryan Deni Mahendra " Kesabaran Janeth menipis menghadapi Roy yang tak juga beranjak.

" Bang Deni? " Roy tergugu. Apakah benar Deni teman bisnisnya. Sedikit tak percaya. Namun ia tetap melesat mengikuti Mobil Janeth yang memberi petunjuk jalan.

___

Siapa yang kemarin nebak pak Deni?

Ramein ya, biar cepet UP lagi

Senja dan Kamu Season 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang