0.6 First Kiss

680 94 4
                                    

Sudah lama sepertinya Gema tidak menghirup udara malam. Biasanya hanya bau kertas ditemani segelas kopi atau alkohol yang mengisi malam lelaki berusia hampir seperempat abad itu.

Kedai bakmi jawa yang belum pernah Gema datangi menjadi pilihannya untuk singgah mengisi perutnya. Bukan karena ia lapar, namun karena ia rindu rasa makanan itu. Jika ia pulang ke kampung halaman ayahnya di Jawa, eyang putrinya akan membuatkan Gema bakmi goreng kesukaan lelaki itu.

“Emm, permisi?”

Gema mendongak, ia urung menyuapkan bakmi terakhirnya.

“Boleh minta nomornya?” Gadis asing itu dengan malu-malu menyodorkan ponselnya.

Gema meraih balok kayu yang berisi nomor mejanya, ia berikan itu kepada si gadis yang kini menatap Gema dengan tatapan bingung.

“Saya cuma punya nomor meja.” Ucap Gema. Ia memilih bangkit menuju kasir. Meninggalkan gadis yang kini melongo.

“Ganteng-ganteng ngga jelas.” Gadis asing itu meletakkan nomor meja itu dengan keras.

Gema keluar dari kedai. Tampaknya berjalan kaki menyusuri jalanan pada malam hari menjadi pilihan Gema. Ia berjalan menuju minimarket yang berjarak beberapa meter dari kedai. Berniat membeli rokok dan bersantai di depan minimarket. Padahal kalau Gema mau, ia tadi diajak untuk pergi ke club bersama temannya. Tetapi Gema sedang tidak ingin berada di tempat penuh dan berisik itu.

Kaki Gema berhenti melangkah. Ia menyipitkan matanya, menajamkan penglihatannya. Lalu ia berlari ketika menyadari bahwa itu Naoki. Karyawan training baru yang menyita perhatiannya akhir-akhir ini sedang dikejar oleh seorang lelaki yang ia kenal.

Gang sempit menjadi pilihan Gema untuk bersembunyi sebelum menarik tangan Naoki kuat-kuat hingga punggung Naoki menabrak dinding gang tersebut.

“Hhhh.. sakit..” Gadis itu mendesis. Jelas membuat Gema merasa bersalah.

“Sttt, maafin saya.”

Tangan Gema menyusup diantara punggung Naoki dan dinding. Ia usap punggung itu, berharap dapat menenangkan serta mengurangi rasa sakit gadis itu. Netra gadis cantik itu terbuka. Ia tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya saat melihat wajah Gema yang begitu dekat dengan wajahnya. Namun Naoki tidak bisa berbohong bahwa dengan melihat Gema, ia merasa aman.

Rahang tegas lelaki itu mengeras. “Fuck.” Gema mengumpat saat telinganya menangkap suara langkah kaki yang semakin mendekat.

Perlu Gema akui bahwa kekuatan fisik Naoki cukup bagus karena gadis itu dapat melarikan diri hingga menyisakan jarak yang lumayan jauh dengan lelaki asing yang mengejarnya. Gema maju selangkah. Ujung kaki keduanya bersentuhan. Tubuh Naoki benar-benar terhimpit antara tubuh besar Gema dengan dinding di belakangnya.

“Naoki, saya minta maaf..” Ucap Gema yang tak dimengerti Naoki.

Untuk apa bosnya itu meminta maaf? Padahal ia membantu Naoki bersembunyi dari orang yang mengejarnya.

Semua terjadi begitu cepat. Otak lambat nan polos gadis itu tidak dapat mencerna apa yang sedang terjadi. Ketika Gema menempelkan bibirnya pada ranum gadis itu. Jantung Naoki rasanya ingin meledak karena berdebar terlalu keras. Begitu pula dengan Gema, bibir lelaki itu mendadak kelu saat merasakan lembutnya bibir gadis yang ia cium secara sepihak itu.

“Sial!! Kemana itu cewek?!! Gagal lagi gue bawa cewek itu ke hadapan bos!!”

Ya benar, sial. Karena orang jahat itu berhenti tepat di samping gang tempat Naoki dan Gema bersembunyi.

Gema memiringkan kepalanya, menutupi wajah Naoki dengan kepalanya. Bibirnya bergerak perlahan, melumat bibir atas dan bawah Naoki dengan tergesa. Tangan yang semula berada di punggung gadis itu, turun ke pinggang. Meremas pinggang ramping itu dengan kuat hingga sang empunya pinggang mendesah.

live a lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang