ㅡ Souls don't meet by accident ㅡ
Jiwoong terjaga dari tidurnya saat pintu kamarnya diketuk beberapa kali dari luar. Bukan Gyuvin dehㅡ batinnya, adiknya itu akan masuk kamarnya tanpa mengetuk. Dengan langkah gontai ia membuka pintu kamarnya dan terkejut saat Zhang Hao yang kini berada di depannya.
"Ji, kebiasaan banget deh punya hp tapi dianggurin. Kemana sih? Gue udah teleponin berulang kali dari satu jam yang lalu." Ujarnya sambil berjalan masuk kamar melewati Jiwoong yang kini masih memegang gagang pintu.
"Sorry, ketiduran." Jawabnya sambil menutup pintu dan berjalan kearah Zhang Hao yang sudah duduk di kasurnya.
"Kata Upin ke rumah sakit? Kenapa sih? Sakit lagi ya?"
Jiwoong menggeleng pelan,
"Engga, gak apa-apa."
"Eh ngapain lo kesini?" Sambungnya saat melihat Zhang Hao akan membuka mulut menanggapi ucapannya.
"Oh iya gue jadi lupa. Kemarin sekretaris Papa tuh bacain surat ahli waris yang termasuk wasiat di dalemnya. Ya lu tau kan kemana arah pembicaraan ini?" Zhang Hao yang melihat Jiwoong mengangguk, meneruskan ucapannya
"Gini, gue punya ide. Agak gila sih... Dengerin gue dulu, jangan nanggepin atau kasih komentar sebelum gue beres ngomong, oke?"
Zhang Hao tersenyum puas saat laki-laki di depannya hanya mengganguk walaupun ragu.
"Gue baru sadar kalau pernikahan kita satu-satunya cara biar perusahaan keluarga gue tetep jalan. Mau gamau kita harus nikah, Ji. Tapi gue yakin lu juga gamau kan nikah sama gue? Jadi gue pikir kita jalanin pernikahan ini dan gue bisa nyerahin sertifikat pernikahan kita buat klaim pemindahtanganan perusahaan. Setelah itu, kita ajuin perceraian setelah satu tahun. Gimana?"
Jiwoong mengedipkan matanya beberapa kaliㅡ mencerna perkataan dari sahabatnya ini. Salahkan Zhang Hao yang mengganggu tidurnya, ia masih dalam masa transisi.
"Ngerti kan Ji? Lu mau kan Ji? Kita bisa pura-pura di depan keluarga kita mesra-mesraan atau apa gitu. Lu juga boleh punya pacar dan jalan semaunya, asal ya jangan sampe ketauan aja."
Jiwoong jadi tak tega karena saat ini Zhang Hao sangat bersemangat. Jiwoong baru melihat sahabatnya begitu bersemangat lagi sejak pernikahan mereka direncanakan. Kalu boleh dibilang, hubungan mereka menjadi awkward setelah acara makan malam keluarga mereka.
"Hao, lo mikir ga sih kalau yang namanya pernikahan ga segampang itu? Apalagi sampe dipermainkan kaya gini?"
Zhang Hao merengut tak setuju.
"Terus gimana? Kita nikah dengan atas dasar cinta? Engga kan? Gimanapun ya gabisa Ji, gue juga cintanya sama Hanbin. Kita nikah juga karena dipaksa kan, kalau gue bisa ya gue juga nikahin Hanbin sekarang juga. Cuma kan lu tau sendiri ini keadaannya gimana. Lu yang bilang kalau Ayah sama Ibu gabisa goyah sama keputusannya. Iini ga ada cara lain buat nyelamatin perusahaan keluarga gue, Ji." Zhang Hao menahan emosinya. Jujur, dirinya tak terima saat dituduh mempermainkan pernikahanㅡ padahal keluarga mereka yang sejak awal menganggap pernikahan ini sebagai permainan.
"Itu win-win solution dari gue. Kalau lu punya ide lain, gue dengerin. Tapi ini demi kebaikan kita semua Ji."
Jiwoong hanya menghela napasㅡ rasanya sesak entah mengapa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent (neuljyung)
FanfictionZhang Hao yang terpaksa harus menikahi Jiwoong karena tuntutan Ayahnya disaat dia sudah memiliki tambatan hati, Hanbin.