"Tubuh itu dijaga, dia titipan!"
—Langita Nuri Qaisarah
Obrolan ringan setelah makan memenuhi ruangan pada malam itu. Sementara Fara yang enggan dibantu sibuk mencuci piring, Hana sibuk bercerita panjang lebar pada Dafa tentang sekolahnya.
“Jadi kelasmu kalah?” Tanya Dafa pada Hana.
“Iya. Padahal sisa dua poin lagi buat menang,” Jawab Hana.
Hana menceritakan tentang kelasnya yang nyaris menang dalam pertandingan basket. Sementara Nuri hanya bagian mendengar saja, sesekali menjawab pertanyaan Dafa tanpa bercerita panjang lebar seperti Hana.
Perbincangan Fara dan Dafa kemarin malam benar-benar mengubah dirinya. Ia merasa tidak enak dan lebih sering mengurung diri di kamar.
Setelah Fara selesai dengan cuciannya dan Hana mulai kehabisan topik, Dafa segera mengambil kesempatan untuk berbicara pada dua gadis itu.
“Kayanya kalo kita tinggal ditempat yang ada saljunya, enak kali ya?”
Nuri yang tahu arah pembicaraan itu hanya diam tidak merespon. Sementara Hana disampingnya mengangguk setuju.
“Keliatannya seru. Bisa main perang salju, terus pake payung pas hujan salju kaya di drakor- drakor itu. Pasti seru kan, Nu?” Sikut Hana pada sepupunya itu.
Nuri mengangguk, bersikap seolah-olah tidak tahu.
Mendengar respon positif kedua gadis itu, Dafa memasuki level kedua—penawaran.
“Gimana kalo kita tinggal di Eropa?” Tanya Dafa lagi.
Hana yang tidak menyangka dengan arah pembicaraan mereka sontak berdiri, tak percaya dengan apa yang ia dengar.
“Papa mau dipindahin ke Eropa?” Tebak Hana yang tepat sasaran.
Dafa mengangguk, “Jadi direktur perusahaan cabang. Kita berlima akan pindah ke sana.”
“Berlima?”
Dafa dan Fara saling memandang satu sama lain dengan senyuman yang membuat Hana tahu apa yang terjadi.
“Kayanya kita nambah personil nih,” goda Hana.
“Kayanya begitu,” ungkap Fara.
Gadis 13 tahun itu beranjak dari kursinya dan memeluk kedua orangtuanya dengan hangat, “Dua kabar bahagia dalam satu waktu. Hana beruntung punya Papa Mama.”
“Kami lebih beruntung punya Hana dan Nuri di rumah ini,” tutur Fara.
Nuri tersenyum simpul melihat kehangatan itu. Biasanya itu adalah hal biasa dan bahkan ia sering menambahkan lelucon saat berkumpul bersama, tetapi malam itu benar-benar berbeda. Terasa janggal rasanya ketika ia mengetahui segalanya.
“Kalau gatau, aku ga mungkin secanggung ini kan?”
Hana meregangkan pelukannya seraya bertanya pada Dafa, “kalo gitu kita sekolah di Eropa, kan?”
Daffa mengangguk lagi, “Di sekolah terbaik di Eropa.”
Hana terkesima, “Nu, kita bakal jadi anak Eropa. Gaya bahasamu harus diganti lagi deh.”
Tak banyak bicara, keluarga kecil itu merasakan perbedaan pada Nuri hari ini. Namun gadis itu tetap berusaha seolah tidak tahu apa-apa dan bersikap biasa saja, walaupun ia tidak sadar bahwa sikapnya berbeda hari ini.
“Nuri, kamu setuju kan kita pindah ke Eropa?” Tanya Dafa memastikan.
“Pastilah setuju. Nuri mana mau ditinggal, ya kan Nu?” Tanya Hana antusias.
KAMU SEDANG MEMBACA
Interaksi - Sesaat yang Abadi
Подростковая литература~Seuntai Aksa nan Amerta. "Kamu adalah mati yang ku paksa abadi." -Nuri. "Dia adalah hujan yang membuatku rela mendengar petirnya." -Nathan. "Aku akan kembali, hingga kau menyadari bahwa bertahan mu tak sia-sia." -Areksa ••• "KENAPA HARUS AKU, TUHAN...