8. Panti Asuhan

2 1 0
                                    

“Gue pulang,” ucap Nathan dingin. Anak laki-laki itu segera meninggalkan Celine yang masih termangu di tempat duduknya.

Celine masih berusaha menenangkan dirinya sendiri, terlebih ia jadi tontonan sekarang, itu membuatnya semakin gugup.

Tak lama kemudian ia memilih meninggalkan restoran itu, menyusul Nathan.

Sayang sekali Nathan tidak ada lagi di sana. Ia mencoba menelfon Nathan namun anak laki-laki itu tidak menjawabnya.

Pasrah dengan semua hal yang ia lakukan, akhirnya gadis itu memilih pulang. Ia tidak menyangka Nathan setega itu meninggalkannya sendirian.

🌷🌷🌷


Di malam yang cerah, Nuri bersama Hana tengah sibuk mengemasi barang-barang yang akan di bawa Nuri ke panti asuhan, karena besok gadis itu resmi menetap di sana. Sementara keluarga bibinya akan berangkat lusa ke Eropa.

Tidak banyak yang ia bawa. Gadis itu hanya membawa satu koper pakaian, tiga pasang sepatu, bingkai foto dan hal-hal penting lainnya. Ia memutuskan menyedekahkan beberapa pakaian, tas, perhiasan, sepatu mahalnya kepada anak-anak di panti asuhan lain yang berbeda dengan panti asuhan yang akan ia tempati. Nuri memutuskan untuk menutup rapat identitas dirinya, keluarganya, latar belakangnya, ia akan tampil seperti gadis biasa.

“Aku tidur di kamarmu malam ini,” ucap Hana.

“Ngapain? Takut rindu ya...” goda Nuri.

Terdengar isakan dari gadis berambut hitam panjang itu, membuat Nuri keheranan.

“Gue bakal kesepian di Eropa,” keluh Hana.

Nuri tersenyum menatap adik sepupunya itu, mereka bagai saudara sedarah dari kecil. Dalam hatinya ini juga keputusan yang berat, tetapi ia harus melakukannya. Ia harus menemukan mamanya.

Tangannya mengusap lembut punggung Hana, energi gadis itu seakan tersalurkan padanya. Mereka akan berpisah dalam waktu yang lama.

“Baik-baik di sana ya?” tutur Nuri getir.

Hana mengangkat kepalanya, menatap penuh makna wajah Nuri yang berusaha menahan tangis.

“Aku masih bisa pake hijab di sana ga?” Tanya Hana.

Dahi Nuri mengerut tak mengerti.

“Nu, aku takut ga bisa beradaptasi,” ucapnya lagi. Kali ini air mata mengalir deras dari pelupuk matanya.

Nuri berusaha menghibur, walau dirinya juga takut akan hal yang sama.
“Pasti bisa,” Nuri memeluk hangat gadis berambut panjang itu. Air mata juga kian mengalir membasahi pipinya, namun dengan cepat ia menghapusnya.

“Lo mau nangis semalaman?” Tanya Nuri yang masih memeluk Hana.

Tidak ada respon, Hana masih menangis. Nuri mendengus lantas melepaskan pelukannya.

“Gue masih beres-beres, kalo ngantuk tidur aja”.
Ia melenggang ke kamar mandi untuk mencuci muka, lalu kembali mengemasi barang-barangnya.

Sementara Hana juga segera menghapus air matanya dan kembali membantu Nuri berkemas. Mereka harus berangkat pagi-pagi besok.

Selang beberapa waktu kemudian akhirnya tugas mereka selesai. Barang-barang Nuri sudah dikemas dengan rapi. Kedua gadis itu serempak menghentakkan tubuh ke atas kasur sembari menghela nafas lega.

“Nuri,”

“Hmm,” sahut Nuri yang sudah memejamkan mata.

“Aku yakin kamu akan jadi lebih baik, karena impianmu bisa bertemu dengan keluarga di surga. Tolong doakan aku jadi lebih baik di Eropa ya?” Pinta gadis itu. Ia tersenyum dengan pandangan menatap langit-langit kamar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Interaksi - Sesaat yang Abadi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang