Yang berbeda dari kehidupan setelah menikah itu, Andara jadi merasa punya tanggung jawab untuk mengurus Jenagara setelah mengurus dirinya sendiri.
Dan dia menikmati perasaan itu sehingga dia tidak sama sekali keberatan untuk mengurus suaminya.
Setiap pagi, dia akan bangun dan langsung mandi. Kemudian ke dapur untuk memasak sarapan, baru setelahnya beres beres yang berantakan. Walaupun ya, rumah sebesar ini sih dibereskan sendiri pasti membuatnya lelah.
Untungnya, Jenagara ini orangnya apik dan rapi sekali. Jadi pada akhirnya tidak banyak kegiatan bersih bersih yang Andara lakukan di rumah sebesar ini.
Barang barang di tempat tinggalnya dulu sudah dipindahkan ke sini. Andara kagum mengenai Jenagara yang tidak bertanya meski Andara tidak bilang sama sekali.
Tapi Jenagara seolah tahu kalau Andara ini tidak mau Jenagara sampai membeli barang barang baru untuk dia karena barang miliknya masih bisa dipakai.
Jadi akhirnya Jenagara memutuskan untuk memindahkan barang barang milik Andara dari rumah lamanya.
Bahkan isi lemarinya pun tidak disentuh sama sekali. Jenagara tidak akan membelikannya baju baru kalau Andara tidak mau.
Setelah selesai menyiapkan baju dan hal lain untuk Jenagara berangkat bekerja, Andara beranjak ke kasur untuk untuk membangunkan suaminya.
Lucu sekali, dia tidak pernah berpikir akan memiliki suami di usianya sekarang.
Mengingat bagaimana rumitnya hidup dia, wajar kalau menikah ada di antrean paling bawah tujuan hidupnya.
"Mas, bangun Mas, udah pagi."
Jenagara menggeliat, tapi belum berniat untuk membuka mata.
Entah kenapa, Andara melihat itu justru ikut mengantuk. Tapi dia tidak mungkin tidur sementara Jenagara harus siap untuk pergi bekerja.
"Mas, nanti Bunga marah marah lagi kalau kamu telat." Andara menggoyangkan tangan Jenagara lebih bertenaga.
Ah, ngomong ngomong soal Bunga. Perempuan itu akhirnya mengenal Andara. Dia juga sempat meminta maaf karena pernah berburuk sangka mengenai bosnya.
"Mas, bangun dulu ayo. Aku mau ke kedai."
Benar juga. Jenagara bangkit setelah rungu nya mendengar kata kedai keluar dari bibir istrinya.
"Kamu mau kerja lagi?" tanya Jenagara memastikan kalau dia memang tidak salah mendengar.
Andara juga bingung, "Kan aku udah bilang. Ibunya gak punya orang lain buat ngurusin kedai. Kasian Mas suaminya masih sakit."
"Lama juga ya sakitnya. Kamu gamau jenguk suami si ibu?"
Jujur saja, Andara belum pernah kepikiran mengenai hal itu. "Mas mau temenin aku?"
"Ya, kenapa ngga. Nanti kita kesana, sekalian omongin kontrak kerja kamu di kedai."
"Kenapa? Mas mau aku berhenti?"
"Ngga sih, kamu kayanya juga bakal bosen banget diem terus di rumah ini. Maksudnya ya jaga jaga aja, bilang dari sekarang kalau nanti kamu bakal cuti dulu kalau perutnya udah gede."
Andara mengangguk, "Iya sih, kayanya aku harus bantu cari orang baru juga buat ngelola kedainya."
Jenagara ikut mengangguk.
"Ya udah, sekarang Mas siap siap. Udah aku siapin bajunya. Handuk nya juga udah di kamar mandi, sarapannya di dapur ya."
"Kamu udah sarapan?"
Andara menggeleng, "Nungguin Mas aja biar bareng."
Jenagara mengangguk, kemudian menyempatkan diri untuk mencium kening istrinya sebelum beranjak ke kamar mandi dan bersiap untuk pergi ke kantor.
-
Pulang bekerja, Jenagara memenuhi keinginan istrinya untuk menjenguk suami si ibu dari pemilik kedai es krim tempatnya bekerja.
Awalnya Andara kira suaminya itu dirawat di rumah sakit. Tapi ternyata dirawat di rumahnya.
Benar yang pernah Andara duga, si ibu ternyata tidak mempunyai anak makannya sampai berhenti menjaga kedai. Waktu Andara tanya kemana anak mereka, ternyata anaknya sudah menikah semua dan memutuskan untuk pisah dari rumahnya.
Andara jadi tidak enak. Karena waktu si ibu menjawab, ada perasaan sedih yang tersirat di jawabannya.
"Ibu gatau kalau kamu lagi hamil nak," kata si ibu sambil menyuguhkan dua gelas teh hangat di hadapan pasutri itu.
"Waktu itu emang masih kecil bu, sekarang udah lumayan keliatan." Andara menjawab nya sambil mengusap perut yang sudah terlihat membuncit.
Lucu. Andai mereka tidak sedang bertamu. Mungkin Jenagara sudah mengeluarkan ponselnya untuk memotret sang istri.
"Makasih ya nak, udah mau jenguk suami ibu. Sebetulnya kemarin itu keadaannya udah membaik, tapi semalem tiba-tiba kambuh lagi."
Andara mengangguk pelan. "Semoga bapak cepet sembuh ya bu."
Si ibu tersenyum tenang. "Doain aja ya, saya juga berharapnya gitu. Tapi kalau Tuhan punya jalan lain. Saya sudah ikhlas, kasian bapak sakit sakitan udah lama."
Jenagara tersentak, sedangkan Andara refleks mengusap punggung tangan si ibu.
Acara menjenguk serta bahasan soal kedai itu selesai. Andara langsung meminta pulang tanpa mau pergi kemanapun lagi.
Awalnya Jenagara tidak mengerti. Dia hanya mengikuti keinginan istrinya untuk langsung pulang ke rumah.
Tapi ternyata, begitu malam tiba dan mereka bersiap tidur. Andara tiba tiba mengeratkan pelukannya pada Jenagara.
"Kenapa hm?" Jenagara yang sadar kalau istrinya itu sedikit gelisah, membantunya tenang dengan mengusap lembut rambut sang istri.
"Mas, kalau aku gak kuat waktu lahirin bayinya gimana?"
Oh, ternyata ini.
Jenagara mengecup kening istrinya sedikit lebih lama. "Kalau ditanya siap atau gak siap, pasti gak siap. Tapi kita harus menghadapi itu. Kasian anak bayi pasti mau liat dunia, pasti mau liat mama cantik yang udah bawa dia selama sembilan bulan lamanya."
"Mas kalau aku gak mampu gimana? Kamu mau ikhlasin aku kaya si ibu ke bapak?" Andara menatap suaminya dengan sorot mata yang berkaca kaca.
Jenagara mengeratkan pelukan. Jujur, ketakutan seperti ini juga sering menghampirinya. Tapi kalau dia ikut takut, dia khawatir kegelisahan istrinya malah semakin menjadi jadi.
"Jangan bilang gitu ya, apapun yang terjadi aku pasti di sisi kamu. Aku pasti nemenin kamu. Jangan khawatir, kita udah usahain segala upaya supaya waktu lahiran kamu nanti lancar, sekarang kita serahin sama Tuhan. Kamu harus percaya Tuhan ada sama kita."
Akhirnya setelah sedikit tangisan dramatis Andara, calon ibu itu mau tidur dengan syarat Jenagara bersedia memeluknya sepanjang malam.
Jenagara benar, setidaknya mereka punya Tuhan yang dapat menguatkan.
![](https://img.wattpad.com/cover/369131909-288-k888596.jpg)