Setelah melewati hari hari kontraksi istrinya dan juga malam yang panjang selama proses persalinan. Jenagara akhirnya bisa bernafas lega begitu suara melengking khas bayi masuk ke dalam rungunya.
Bayinya dibawa perawat untuk dibersihkan, jadi Jenagara diam di sana untuk menemani Andara yang katanya meminta waktu untuk tidur lebih dulu.
Tidak lama dari itu, seorang perawat masuk membawa bayinya yang sudah lebih dulu dibersihkan.
"Bayinya laki-laki ya pak. Ganteng banget nih kaya bapanya." Dia menawarkan Jenagara untuk menggendong anaknya yang tentu saja langsung Jenagara setujui.
Laki-laki yang akhirnya menjadi ayah itu nyaris mengeluarkan air mata begitu putra kecilnya berhasil dia gendong.
Demi Tuhan, selama ini dia tidak pernah sedikitpun terbayang akan mempunyai keluarga kecil yang ternyata keberadaannya justru membuat dia merasa sempurna.
Jenagara tidak tahu, kalau efek dari menggendong bayi kecil ini bisa membuat hatinya sakit terlalu bahagia. Seolah ada perasaan tertahan yang memaksa untuk membuncah. Jenagara bahagia. Terlampau bahagia sampai dia tidak sadar kalau bajunya basah karena bayi kecilnya itu tiba tiba kencing.
Perawat yang dari tadi setia menunggu Jenagara dan yang sejak awal ada untuk menemani Andara tertawa karena Jenagara yang bukannya mengomel, justru tertawa jenaka karena tingkah anak bayinya.
"Pak, biar saya bantu bersihkan. Sekalian menunggu ibunya untuk minta asi." tawar salah seorang perawat.
"Iya, saya juga kayaknya harus mandi." Jenagara terkekeh. "Tolong jagain dulu istri saya ya, nanti kemungkinan kakak saya juga kesini."
Perawat yang bertugas menjaga Andara mengangguk patuh. Barulah Jenagara pergi untuk membeli pakaian sebentar.
Sementara perawat itu membawa lagi bayinya untuk dibersihkan. Berhubung Andara juga masih tidur. Jadi mereka berusaha memberi pengertian.
Jenagara sadar, tidak ada pemandangan yang lebih indah selain pemandangan di depannya sekarang. Dimana Andara sedang menggendong anak bayinya yang keadaannya lebih baik karena sudah dipakaikan baju yang lebih baik oleh perawat.
Lucu. Bayinya lucu.
Andara juga lucu.
"Hai." Sapaannya membuat sang istri menoleh.
Perempuan cantik itu tersenyum manis. "Tadi kak Raina ke sini, tapi Rajanya rewel banget. Jadi dia pulang, ketemu gak tadi?"
"Ngga, kamu udah baikan? Anak bayinya udah minum susu?" Tanya Jenagara setelah menarik kursi untuk duduk di samping ranjang Andara. Tangannya terangkat untuk mengusap bayi yang sedang digendong istrinya.
Andara mengangguk untuk menjawab dua pertanyaan suaminya.
"Makasih ya," Andara mengangkat alis bingung.
Belum sempat bertanya, Jenagara sudah lebih dulu menjelaskan. "Makasih karena mau terus bertahan. Makasih udah berjuang buat bawa malaikat kecil kita ke dunia. Makasih sudah jadi perempuan istimewa yang Tuhan kirim buat aku."
Andara memejamkan matanya saat tangan Jenagara naik mengelus pipinya.
Dia tiba-tiba teringat pada malam dimana dia gelisah dan takut kalau tidak berhasil melahirkan anaknya. Tapi kemudian bersyukur karena Tuhan masih baik dan senantiasa membantunya melewati segala hal hingga dia dapat menggendong putra kecilnya.
Meskipun jujur, tidak ada proses melahirkan yang tidak sakit. Tapi begitu melihat anak bayinya, dia rasa perjuangannya sama sekali tidak sia sia. Dia senang karena putra kecilnya bisa terlahir ke dunia.
Lama menikmati usapan di pipinya, Andara menatap Jenagara dengan mata cantiknya.
"Sama sama. Aku juga, makasih karena Mas mau nerima aku yang apa adanya begini. Makasih karena gak pernah ngeluh ngadepin sifat aku yang aneh banget."
Jenagara terkekeh, menimbulkan tawa ringan dari istrinya.
Jenagara meraih tangan lentik sang istri untuk dia kecup singkat. "Andara, terima kasih ya. Kehadiran kamu dalam hidup saya sudah membawa begitu banyak kebahagiaan."
Jenagara berujar tanpa malu. Begitu jujur sampai Andara ikut terharu mendengar penuturannya.
"Saya gatau harus berapa kali bilang makasih sama kamu. Saya bersyukur sekali dipertemukan gadis sebaik kamu. Meskipun seperti yang kamu bilang, kamu ini kadang aneh, tapi saya suka. Saya suka apapun yang ada dalam diri kamu."
"Saya gak tau kalau menjadi ayah ternyata bikin saya hampir gila karena bahagia." Lagi, Jenagara mencium punggung tangan istrinya.
Andara tersenyum. Menatap Jenagara dengan tatapan memuja. Kalau Jenagara saja merasa bersyukur bertemu Andara. Tentu saja Andara juga begitu mensyukuri pertemuannya dengan Jenagara.
"Mas," panggil Andara pelan.
"Iya kenapa?"
"Aku cinta sama Mas Jegra."
Jenagara tersenyum, kembali mencium punggung tangan istrinya, kemudian beralih mengusap bayi di gendongan Andara.
"Saya juga cinta sama kamu. Saya cinta sama kalian."
Andara tidak menjawab, tapi dia menutup matanya sambil tersenyum waktu Jenagara mendekat untuk mencium keningnya.
Lantas laki-laki yang baru menjadi ayah itu menunduk untuk mencium pipi bulat anak bayinya yang belum mereka beri nama.