Acceptance

324 41 1
                                    

Seharusnya Andara bisa menolak.

Kalau tahu sosok yang akan menemaninya menghabiskan sisa hidup bersamanya itu berakhir tidur di karpet di tempat tinggalnya. Seharusnya Andara tidak perlu mengizinkan Jenagara yang justru tidur dengan tidak nyaman di tempatnya.

Pagi hari begitu Andara bangun, yang dia lihat pertama kali itu Jenagara yang tidur telentang di lantai beralaskan karpet. Padahal seingat Andara, tadi malam dia berbagi kasur dengan laki-laki itu.

Tapi memang kasurnya sempit sih. Andara jadi tidak enak. Takutnya Jenagara tidak sengaja dia tendang makannya dia tiba-tiba tidur di lantai.

Dering telepon yang berisik membuat Andara mau tidak mau bangkit dan lihat siapa si penelpon pagi ini.

Awalnya Andara kira itu ponselnya, ternyata ponsel milik Jenagara. Padahal jelas suara deringnya berbeda, tapi mungkin karena efek dari bangun tidur Andara jadi sedikit linglung.

Kernyitan pelan timbul di dahi perempuan itu saat telepon nya mati dan menampilkan layar kunci. "Waduh sampai 16 kali misscall."

Tidak lama, dering telepon berbunyi lagi. Kali ini dengan lancangnya Andara mengangkat telepon tersebut.

"BANGUN PAK!!! Aduh untung saya tau bapak harus dibangunin dua jam sebelum deadline. Kebiasaan banget sih susah bangun. Buruan siap siap Pak, ini kalo batal lagi kesempatan kita ilang buat kerja sama sama mereka."

Andara kebingungan.

"Aduh maaf, mbak ini namanya Bunga? Mbak siapa ya?"

Bunga di seberang sana mengernyit pelan. Mulai overthinking terhadap apa yang terjadi dengan bos nya.

Tapi berakhir dengan berburuk sangka dan mengira kalau si bos ini baru saja melakukan one night stand dengan perempuan acak.

"Yang punya hp nya mana mbak? Tolong dibangunin ya suruh ke kantor."

Baru ia hendak menjawab, teleponnya sudah mati.

Andara yang masih kebingungan mau tidak mau membangunkan Jenagara. Kasihan juga sepertinya badannya akan sakit karena tidur di karpet semalaman.

"Mas Jegra, bangun Mas udah pagi."

Jenagara belum ingin bangun. Sebenarnya Andara tidak enak juga memaksa, tapi ingat apa yang dibicarakan Bunga di telepon tadi dia akhirnya berusaha lebih keras membangunkan Jenagara.

Andara terus berusaha sampai akhirnya membuahkan hasil. Jenagara mengerjap pelan.

"Mas, tadi kontak yang namanya Bunga nelpon sampai 16 kali."

Ajaibnya, setelah mengatakan itu Jenagara langsung bangkit dari tidurnya.

"Mas gak sakit badannya tidur di bawah?"

Jenagara menggeleng, "Aduh, saya harus pulang sekarang. Nanti siang saya ke sini lagi ya."

Gerakan Jenagara terlalu cepat. Sadar tidak sadar, laki laki itu sudah pamit pergi dengan mobilnya. Andara sampai lupa tidak menawarkan Jenagara untuk sarapan bersamanya.

Sebetulnya, Andara sama sekali tidak melakukan kesalahan apapun hari ini. Tapi entah kenapa sepanjang dia menghabiskan waktu di kedai, perasaan dia gelisah dan anehnya dia merasa kalau hari ini dia begitu sensitif.

Mengingat kejadian di mana Jenagara meminta untuk menginap padahal ada pertemuan penting keesokan harinya. Andara merasa Jenagara melakukan sesuatu yang manis.

Tapi kalau dipikir lagi. Untuk apa Jenagara menginap? Andara juga bingung kenapa dia malah mengiyakan.

Padahal dilihat dari manapun, Jenagara ini masih orang asing dalam kehidupan Andara. Meskipun keduanya sedang mencoba agar tidak menjadi asing untuk satu sama lain.

Andara menghembuskan nafas kasar.

Sebuah ide aneh terlintas di otak nya. Dia berniat meminta maaf karena tidak sempat mengajak Jenagara sarapan dengan membawakan nya makan siang.

Beruntung kedai hari ini tidak terlalu ramai. Jadi dia punya kesempatan untuk pergi sebentar.

"Semoga kali ini gak telat kaya tadi," gumamnya sambil tersenyum tipis melihat kotak bekal di tangan.

Andara sudah meminta alamat kantor milik Jenagara pada Raina sebelum ia pergi.

Sebenarnya Andara berniat memberi kejutan pada Jenagara. Tapi siapa sangka kalau ternyata malah dia yang dikejutkan dengan pemandangan yang, err tidak tahu bagaimana Andara harus menjelaskan. Tapi dia tidak suka melihatnya.

Jenagara yang baru saja keluar kantor menghentikan langkah di depan seorang perempuan cantik dengan dress selutut berwarna hitam. Dan Andara yang hanya melihat dari kejauhan.

Ada yang aneh. Seharusnya Andara tidak merasa sedih. Seharusnya Andara tidak terbawa perasaan. Seharusnya juga Andara sadar kalau mereka ini tidak ada apa apa.

Tapi, kenapa Andara merasa begitu kesal?

Apalagi kala perempuan dress hitam itu tiba-tiba memeluk Jenagara yang, oke, Andara melihat jelas kalau Jenagara kelihatan kaget waktu tiba-tiba dipeluk. Tapi tetap saja, memangnya tidak bisa ya Jenagara langsung melepas pelukannya?

Tuhkan. Kenapa Andara jadi kesal begini?

Meremas kotak makan di tangannya. Andara menghentikan salah satu karyawan di sana.

"Mas, Mas, saya boleh minta tolong gak?"

Beruntung yang dipanggil mengangguk pelan. "Ada apa ya Mbak?"

Andara menyerahkan kotak makan yang dia bawa. "Tolong kasih kotak makan ini buat Mas Jegra," katanya sambil menunjuk Jenagara.

"Mas Jegra? Maksud Mbak Pak Jegra, yang itu?" dia menunjuk sosok bos nya yang memang terlihat begitu mencolok.

Andara mengangguk pelan.

"Maaf Mbak, kalau boleh tau Mbak ini siapa nya ya? Soalnya itu yang lagi sama Bapak pacarnya Mbak, saya takut kena marah."

Andara tersenyum tipis. "Mas ke sana aja. Bilang aja kalau bekal makannya dikasih Andara. Saya calon istrinya."

Orang tadi jelas terkejut, tapi akhirnya melakukan apa yang dipesan Andara. Meskipun dia jadi sedikit bingung harus takut pada sosok yang mana. Calon istrinya, atau pacarnya si bos. Atau jangan jangan bos nya ini selingkuh?

Menghampiri dua orang yang kelihatan canggung satu sama lain. Orang itu takut takut menghampiri bos besarnya.

"Permisi, Pak Jegra."

Jenagara menoleh pelan. Begitu pun perempuan dengan dres hitam di depannya yang tidak terima karena seseorang tiba-tiba menginterupsi.

"Pak, saya dapet titipan ini buat bapak. Katanya bekal makan siang dari Mbak Andara."

Jenagara terkesiap, tidak sedikitpun menyangka kalau Andara akan mengantar makan siang ke kantornya.

"Terus sekarang Dara dimana?" Tanyanya panik. Perempuan dress hitam tadi dibuat penasaran karena Jenagara kelihatan benar-benar panik.

"Tadi liat bapak, tapi kayanya langsung pergi Pak. Dan, maaf sebelumnya Pak saya gatau beliau calon istri bapak. Saya tadi bilang kalau Mbak ini pacarnya bapak." Orang tadi menunduk dalam sarat akan penyesalan.

Sementar perempuan dress hitam membelalak kaget.

Siapa yang tidak terkejut?

Sejak kapan Jenagara punya calon istri?

TAKDIR [YEJENO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang