Potongan teka-teki

356 32 82
                                    

Well written by ebinebiw

tw // child abuse
tw // abusive parent

===================================================================

Seharian berada di kantor dan berkutat dengan pekerjaannya, membuat Sherina merasa butuh suatu penyegaran. Beberapa menit lalu, Bunda Nirma mengirimkan pesan yang membuat senyum lembut itu muncul di wajah cantik Sherina. Sebuah foto anak panti bernama Kafka yang baru saja menerima penghargaan sebagai juara satu lomba membaca puisi di tingkat kota. Di foto itu Kafka tersenyum dengan piala dan medali terlihat bangga dengan pencapaiannya.

Dan inilah penyegaran yang dimaksud. Ya, Sherina akhirnya punya alasan tepat untuk dirinya sendiri berbelanja. Maka selepas urusannya di kantor selesai, Sherina lantas bergegas ke swalayan terdekat. Berbelanja hadiah untuk merayakan pencapaian Kafka.

Mendorong lereta belanjanya menyusuri setiap sudut yang ada disana, ia kemudian berhenti di salah satu rak pendingin itu. Perempuan itu tampak berpikir sesaat menatap bahan kebutuhan yang ada di depannya sampai akhirnya matanya tertuju pada rak yang berisi beberapa krat kecil susu fermentasi kemasan. Tangan Sherina lalu dengan cekatan memasukkan yoghurt tersebut ke dalam keranjang. 

“Riq, cokelat atau keju?” Sherina menunjukkan wafer berukuran sedang di depan sahabatnya, Ariq.

Ah ya, hampir saja lupa. Sherina tentu saja tak seorang diri. Ia sengaja mengajak sahabatnya yang tampan untuk menemaninya. Alasannya? Yaa Sherina hanya sedang tidak ingin sendiri saja melepas penatnya. Itu saja. Jangan berpikiran yang tidak-tidak.

Alariq Anhas, atau Sherina lebih suka memanggilnya Ariq karena menurutnya itu lebih mudah diingat. Pertama kali bertemu saat sama-sama menjalani masa orientasi sekolah, hubungan pertemanan yang sudah terjalin sejak SMP itu berlangsung hingga hari ini. Selain Ayudia, Ariq juga menjadi saksi perjalanan hidup Sherina sampai sekarang. 

Baiklah, kini kita kembali ke topik utama hari ini, wafer. Ariq berpikir sejenak menatap dua bungkus camilan berwarna kontras di tangan sahabatnya itu. “Cokelat, deh” Laki-laki dengan kacamata tersebut meraih salah satunya dan membantu Sherina memasukkan wafer coklat pilihannya ke dalam keranjang belanja. Mereka kemudian melanjutkan langkah mencari letak rak roti. 

“Lo habis ini ke cafe, ya?” Sherina membuka obrolan lagi sambil matanya masih asyik menatap jajaran rak yang ada di kiri kanan mereka. Ia sesekali berhenti, meraih salah satunya, membaca komposisinya lalu meletakkannya kembali.

“Iya, temenin bentar ya– Astaga, Nana! Liat-liat dong!”  Ariq refleks menarik tangan Sherina saat sahabatnya itu hampir menabrak rak telur. 

Nana. Sebuah panggilan untuk Sherina dari Ariq. Hanya Ariq yang memanggilnya dengan panggilan itu. Terdengar manis bukan? Oh sekali lagi jangan berpikiran yang tidak-tidak. Mereka hanya teman. Ya setidaknya itu yang diyakini Sherina.

Mendapati kekhawatiran Ariq untuknya barusan, Sherina hanya menjawab dengan cengiran lucu. “Iya nanti gue temenin, tapi nggak bisa lama, ya?”

Ariq mengangguk paham. “Lagian kapan sih kamu pernah nemenin aku sampai selesai?”

Beberapa kali Sherina memang bisa menemaninya saat menjadi vokalis di sebuah cafe di Jalan Padjajaran. Tapi kesibukannya dengan perusahaan keluarga seringkali memaksa Sherina harus lebih dulu pergi di tengah penampilan Ariq tanpa pamit. Membuat laki-laki itu sering kali merasa kecewa. Tapi ia juga harus maklum, bukan?

Lagipula, siapa dia? Bagi Sherina mereka hanya berteman. Jadi apa ia punya cukup alasan untuk marah pada wanita yang berhasil mencuri hatinya sejak belasan tahun lalu itu? Ya, Alariq Anhas mencintai sahabatnya sendiri, secara sepihak. Belasan tahun mereka bersahabat dan belasan tahun pula laki-laki itu menyimpannya rapat-rapat rasa itu. Dan itu bukan tanpa alasan. Ariq cukup mawas diri. Dunianya jauh berbeda dengan dunia Sherina. 

Life HappensTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang