Membuka pintu yang tertutup

344 24 176
                                    

Well written by @ebinebiw

====================================

“Jadi lo udah nggak pernah ketemu sama si barista ganteng itu lagi, Sher?” Ayudia meletakkan segelas teh hangat dan beberapa camilan di meja. Ibu muda itu juga membawa handuk untuk mengeringkan tubuh sang anak yang sedang asyik bermain air bersama Ariq di kolam renang. 

“Gue weekend nggak nemenin Nunu ketemu client aja udah untung, Yu” Sherina masih fokus dengan ponselnya. 

Tidak ada notifikasi apapun sebenarnya. Puan itu hanya membuka-tutup ruang obrolannya dengan Sadam. Seolah jika ia melakukannya berulang-ulang akan ada satu pesan baru. 

“Emang dia udah nggak pernah nganterin makanan lagi ke panti?” perempuan dengan rambut hitam legam itu duduk di sebelah Sherina. Melirik apa yang dilakukan temannya itu untuk kemudian kembali fokus pada pertanyaannya sendiri.

“Kata Bunda Nirma sih ada orang yang khusus nganterin makanan ke panti, usaha cafe nya makin maju sekarang. Syukur deh nggak usah dia ikut turun tangan lagi” 

Hati Sherina bersungguh-sungguh saat mengucapkan itu. Menjadi saksi perjuangan seseorang yang bersusah payah bangkit dari keterpurukan adalah satu kebanggaan untuknya . 

“Lo samperin dong ke cafenya” 

“Ngga enak dong, Yu. Kita nggak sedeket itu juga lagian” 

“Samperin siapa tuh?” Suara Ariq yang kini berada di bibir kolam membuat dua jelita itu menoleh. Laki-laki itu juga mengangkat tubuh Adam, bocah empat tahun yang sudah puas bermain air bersamanya. 

“Gebetan barunya Sherina” Ayudia berujar santai yang disambut dengan kerutan di dahi oleh Ariq. Ia kemudian meraih handuk di dekatnya, tersenyum senang saat Adam tertawa lucu menghampirinya.

“Gitu, Na?” Ariq mengarahkan pandangannya pada Sherina, seolah meminta penjelasan. 

“Engga, Riiq. Jangan dengerin Ayu, ah” Sherina mengibaskan tangannya.

“Sampe dianter balik segala loh, Riq. Beuuh ngobrolin apa tuh di mobil?” Ayudia masih saja meledek sahabatnya itu. 

Sherina memutar bola matanya jengah. “Ngobrolin ceweknya! Puas lo?” Katanya membuat Ayudia terbahak. 

“Ini kalian ngobrolin siapa, sih? Gue kenal nggak orangnya?” 

Ayudia menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab pertanyaan Ariq. “Namanya Sadam, Riq. Owner cafe yang waktu itu kita datengin.” 

Ariq mengangguk, memahami situasinya. Sekian lama berteman dengan dua wanita ini, Ariq sama sekali belum pernah mendengar nama lain disebut. Apa lagi menyangkut Sherina.

Sherina menyukai seseorang? Ada sesuatu yang terasa aneh dalam dadanya. Menyadari bahwa ketakutan yang selama ini coba ia abaikan sudah hampir menjadi nyata.

“Terus kalian jadi deket, gitu?” Ya. Apapun itu Ariq harus selalu menyadari posisinya di hidup Sherina. Teman. Hanya teman. Maksudku, sahabat.

“Yaa beberapa kali nggak sengaja ketemu, dan sekarang gue pesen makanan buat panti ke kedainya dia” Sherina menekan tombol power pada ponselnya lalu meletakkannya di meja.

“Tapi ya udah aja gitu. Dia sibuk, gue sibuk. Urusan panti juga udah dipegang sama stafnya. Terakhir kita ketemu enam bulan lalu pas Kafka juara lomba puisi itu” Sherina mengangkat bahunya berusaha terlihat acuh.

Ayudia masih tersenyum usil. “Tapi lo masih sering ngecek chat room, kan?”

Sherina berdecak sebal. “Apaan sih, Yu. Aduh, udah ah kok jadi ngomongin Sadam?” Sherina memberikan sehelai handuk pada Ariq. Sedangkan Ayudia melenggang ke dalam rumah dengan Adam yang sudah dalam gendongannya bersiap untuk membilas tubuhnya. 

Life HappensTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang