Written by ebinebiw
======================================
Langit Lembang diselimuti awan gelap sejak pagi. Suhu udara semakin dingin saat angin berhembus. Guntur dan petir sesekali hadir. Hujan yang mengguyur sejak empat puluh menit lalu masih berbekas. Bau tanah menguar ketika jendela dibuka. Pepohonan basah, genteng rumah basah, rumput pekarangan pun basah.
Kediaman keluarga Ardiwilaga yang ada di Kabupaten Bandung Barat itu terlihat hangat. Bangunan yang tersorot paling menonjol di antara rumah-rumah sederhana di sekitarnya. Membuat siapapun yang melihatnya bisa menebak siapa pemiliknya.
Kehangatan juga tercipta saat satu cangkir teh jahe tersaji di meja ruang tengah. Salma, bungsu dari keluarga Ardiwilaga itu tersenyum hangat pada sang ayah. Dengan gesture yang sangat tenang, Tuan Ardiwilaga menutup buku hariannya.
“Sibuk banget, Pi? Hari minggu loh ini.” Salma Duduk di seberang sang ayah.
“Nggak apa-apa dong, kan jadi produktif.” Pria paruh baya itu melepas kacamatanya dan menyeruput teh jahe tersebut.
“Istirahat, Pi. Hujan-hujan gini enaknya tidur siang” Si bungsu itu berusaha membujuk.
“Ahh tidur terus nanti Papi lemes kayak Adek. Siangnya tidur malamnya begadang”
“Adek kan ngerjain tugas kuliah, Pii” Kata Salma membela diri.
“Udah sampai mana tugas akhir kuliahnya adek?”
“Masih awal Pi, masih merancang konsep kasar. Prosesnya masih panjaaaanggg” salma menjelaskan secara berlebihan di akhir kalimat.
“Bulan lalu Papi tanya juga jawabnya gitu, masih merancang konsep. Kok belum selesai?” Tanya Papi penuh telisik.
“Kan harus dijalanin dengan matang Pi, nggak bisa buru-buru” Salma masih setia dengan pembelaannya.
“Jangan buang-buang waktu ya, Dek. Kuliahnya yang serius. Sayang biaya kuliahnya kalo nggak serius”
Ucapan sang Ayah membuat Salma terhenyak. Ada pesan tersirat dalam kalimatnya. Namun perempuan muda itu belum tau kemana arah pembicaraan Ayahnya.
“Iya, Pi. Adek pasti lulus tepat waktu kok”
“Mas mu di mana? Papi kok belum liat dia hari ini” Papi kembali menyeruput teh jahenya. Matanya masih setia menatap pada satu buku harian di hadapannya.
“Biasanya kalo minggu kan di kedai. Papi mau dibawain kopi bandrek? Nanti Adek telpon Mas Sadam ya?”
“Jangan lupa gula arennya.” Sang ayah menambahkan.
Setelah menghabiskan teh jahenya, pria itu berdiri menghampiri putri bungsunya tersebut. Salma Ardiwilaga benar-benar gambaran maminya saat masih muda dulu. Cantik dan selalu tersenyum. Membawa energi positif bagi orang-orang di sekitarnya. Membuat siapapun akan langsung menyukainya walau baru pertama kali bertemu.
Tuan Ardiwilaga tersenyum lembut saat mengusap pelan kepala Salma, gesture yang menunjukkan kasih sayang. Setelahnya ia lantas beranjak menuju kamar. Meninggalkan Salma yang tersenyum merasakan kehangatan yang baru saja disalurkan oleh sentuhan lembut papinya di kepala gadis itu. Tatapannya kemudian beralih pada kursi kosong di depannya. Dan senyum itu perlahan menghilang.
Papi yang tidak banyak bicara, seperlunya saja. Tidak banyak tertawa, secukupnya saja. Papi yang tenang dan punya aura sedalam lautan. Papi sudah semakin berumur. Sudah mulai gelisah memikirkan masa depan anak-anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life Happens
FanfictionSADAM ARDIWILAGA Tekanan demi tekanan yang selalu menyudutkannya membuat si sulung dari keluarga Ardiwilaga ini semakin kesulitan mencari jati diri sesungguhnya. Kekasihnya yang terus mempertanyakan kepastian hubungan mereka, papinya yang terus mem...