Lihat lebih dekat

278 24 128
                                    

Well written by ebinebiw

💫💫💫💫💫

Sudah satu bulan sejak acara lamaran malam itu. Terdengar berlebihan jika menyebut Sadam sangat bahagia. Tapi memang seperti itu kenyataannya. Laki-laki itu bahkan terlampau bahagia sehingga membuatnya justru semakin rajin bekerja. Ya selain karena tidak ingin mengecewakan sang papi tentunya. Dan itu menyebabkan dua sejoli tersebut semakin sulit bertemu karena sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Sadam yang harus membagi fokus nya pada project factory serta pengembangan Duduk Cerita, sedangkan Marsha yang juga sibuk dengan perusahaan keluarga.

Meski begitu, komunikasi mereka berjalan cukup baik. Marsha yang selalu melakukan panggilan video saat rehat sejenak dari pekerjaannya dan Sadam yang selalu memberi kabar dimanapun ia berada. 

Seperti siang ini misalnya, selepas semua urusannya selesai di Duduk Cerita, Sadam berencana untuk bertemu Marsha. Namun ada yang tak biasa dengan hari ini. Sadam kembali melihat pada ruang percakapannya dengan Marsha. Penanda ruang obrolan mereka menunjukkan bahwa Marsha terakhir kali terlihat mengecek ponselnya tepat saat ia mengabari Sadam soal pekerjaannya semalam. 

Ya, pukul sebelas malam kemarin puan itu berujar ia masih berkutat dengan pekerjaannya. Menandakan bahwa setelahnya ponsel itu diabaikan oleh pemiliknya. Sadam pun sudah membalas pesan tersebut saat itu juga. Sekedar memberi semangat pada tunangannya tersebut. Dan tadi pagi saat Sadam mengirim pesan untuk menyapa sang puan, lagi-lagi tak ada balasan. Sadam bahkan sudah mencoba menghubungi Marsha berkali-kali setelahnya tapi tak juga ada jawaban. Pesan terakhir yang ia kirimkan satu jam yang lalu juga belum dibaca oleh tunangannya itu. 

Kemana Marsha? Apa masih tidur? 

Di tengah macetnya jalanan Kota Bandung di hari Sabtu, Sadam mau tak mau harus membagi konsentrasinya. Sesekali ia melirik dashcam mobilnya. Berharap benda berukuran empat inchi yang tersambung dengan ponselnya itu menampilkan notifikasi balasan dari calon istrinya tersebut. Hembusan nafas berat keluar dari bibir laki-laki itu. 

“Kenapa, lo?” Suara Hilfi yang duduk di bangku penumpang menyadarkannya.

 “Enggak, cuman ini lagi nunggu balasan Marsha dari semalem kok ngga ada ngabarin gue” Sadam melirik sekilas ke arah sepupunya itu. 

“Yaelah, Sabtu ini, Mas. Masih tidur kali dia” sahut Hilfi

 “Iya kayanya. Semalem dia ngabarin masih harus beresin kerjaan”

 Ya, mungkin kekasihnya itu kelelahan menyelesaikan pekerjaannya semalaman.

 “Ya udah fix masih rebahan it– kanan, Mas” 

Sadam secara refleks membelokkan kemudinya.

“Jangan dadakan kenapa sih Pi kalo ngasih tau tuh! Untung nggak ada kendaraan lain di belakang." Sadam menatap sebal.
Hilfi, sepupu tersayangnya hanya tersenyum menunjukkan deretan gigi putihnya. "Sorry, nggak sengajaa."

 "Lagian Samudera kemana sih? Gue sampe harus jadi supir lo gini” Laki-laki itu masih saja bersungut kesal.

 “Mas Samudera kan lagi di Surabaya, jadilah elu yang gue mintain tolong” perempuan itu berujar enteng. 

“Kenapa nggak Edwin aja, sih? Nggak kuat ya dia ngadepin lo yang tukang reog begini?” Sadam tertawa di akhir kalimatnya.

 “Dia kan sibuk, lu kan nganggur, Mas” 

Kedekatan Sadam dengan sepupu kesayangannya ini memang melebihi kedekatannya dengan Salma. Hilfi yang juga lebih dekat dengan Sadam ketimbang dengan saudara kembarnya Edwin, lebih memilih merepotkan sepupunya itu karena Edwin sudah memiliki keluarga kecil sendiri. 

Life HappensTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang