Written by ebinebiw
########################
Jalan Raya Lembang pukul sembilan malam cukup lengang. Membuat Sadam bisa bersantai mengemudikan mobilnya. Sejak berangkat dari rumah beberapa menit lalu, baik Sadam maupun Sherina sama-sama bungkam. Sama-sama sibuk dengan carut marut isi kepala masing-masing. Terutama Sadam. Ucapan Papi yang masih terngiang di kepalanya membuat Sadam seolah tak memiliki energi untuk sekedar berbincang dengan perempuan yang duduk di sampingnya.
Jika kita melakukan kilas balik di empat tahun lalu saat Sadam baru saja mengenalkan Marsha pada kedua orang tuanya sebagai kekasih, rasanya tidak ada respon negatif dalam bentuk apapun. Baik Mami maupun Papi, sama-sama menyambut Marsha dengan baik. Sadam bahkan sempat membawa Marsha ke acara keluarga dan dikenalkan sebagai calon pendamping. Empat tahun tanpa bantahan, empat tahun tanpa kerikil, semua berjalan dengan baik.
Tapi kenapa Papi seperti berubah pikiran di tengah jalan? Marsha dan Sadam sudah sejauh ini. Tunggu, sejauh apa maksudnya? Bukankah selama empat tahun ini mereka hanya jalan di tempat dan belum merealisasikan langkah untuk menuju ke jenjang yang lebih serius?
Saat Sadam masih sibuk dengan kegalauannya sendiri, Sherina yang menyadari perubahan suasana di dalam mobil itu pun tak bisa berkutik. Tak nyaman? Tentu. Atmosfer yang terasa saat ini jelas berbeda dengan saat berangkat tadi.
Ada apa dengan Sadam? Rasanya tidak ada yang janggal dengan makan malam itu. Apa mungkin sedang bertengkar dengan kekasihnya? Atau kedai kopinya sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja?
“Sher, aku isi bensin sebentar, ya?”
Akhirnya laki-laki itu buka suara. Nada bicaranya tenang, datar, dan terkesan tak ingin menerima jawaban. Sherina hanya mengangguk sekilas. Tak ada keberanian untuk membalas.
Detik berikutnya, Sadam keluar dari mobil dan menghampiri seorang petugas.
Ting!
Suara yang berasal dari ponsel Sadam yang diletakkan di phone holder itu mengalihkan pandangan Sherina. Sebuah pesan muncul di layar.
Tapi bukan itu yang menarik perhatian sang puan. Sebuah foto hitam putih yang dijadikan wallpaper, memperlihatkan seorang wanita tengah tersenyum menyipitkan mata dengan pipi yang dikecup mesra oleh sang adam.
Ayolah, Sherina. Dia memang kekasih Sadam. Itu faktanya. Tidak perlu merasa cemburu. Lagi pula, siapa kau? sudah sejauh mana hubunganmu dengan Sadam sampai kau merasa berhak untuk cemburu?
Suara pintu yang dibuka kemudian tertutup kembali membuat lamunan itu buyar. Sherina mencoba tersenyum menyapa Sadam yang baru saja kembali duduk dibalik kemudi. Tapi sekali lagi laki-laki itu mengabaikannya.
Sherina diam-diam menghela nafas berat ketika ia menatap pemandangan dari kaca mobil di sisinya. Ya benar, mereka hanya dua orang asing yang kebetulan sering bertemu.
#####
Laju mobil sedan hitam itu melambat ketika masuk blok perumahan Tatar Larang Tapa, Kota Baru Parahyangan. Dan ketika Sadam memberhentikan di depan rumah Sherina, tak ada lagi kata yang terucap selain basa-basi singkat dari Sherina.
“Makasih, ya, Dam. Maaf ngerepotin” Sherina tersenyum menatap Sadam sambil melepas sabuk pengamannya.
“Sama-sama. Salam sama Wisnu, ya. Aku mau langsung balik” Sebuah senyum tipis yang terlihat sangat dipaksakan muncul di bibir laki-laki itu.
Kalimat itu hanya dibalas anggukan oleh Sherina, lalu turun dari mobil. Perempuan itu bahkan baru saja menutup pintu mobil tersebut ketika Sadam tanpa menunggu langsung saja menjalankan mobilnya perlahan meninggalkan rumah mewah tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life Happens
FanfictionSADAM ARDIWILAGA Tekanan demi tekanan yang selalu menyudutkannya membuat si sulung dari keluarga Ardiwilaga ini semakin kesulitan mencari jati diri sesungguhnya. Kekasihnya yang terus mempertanyakan kepastian hubungan mereka, papinya yang terus mem...