BAB IX

18 0 0
                                    

WASHINGTON

Jeferson berdiri dari tempat duduknya, dia kemudian menuju jendela di belakang tempat duduknya, sesaat dia menatap kosong pemandangan di luar sambil tangnnya bersendekap, tidak tahu harus bagaimana, sesekali dia melihat penjaga dengan senjata lengkap sedang berjalan cepat dengan anjing Harder telratih yang terlihat selalu  mengendus apapun, selalu waspada, rutinitas di geudng Oval, tempat presiden Amerika Serikat bekerja mengatur negara.

Informasi yang diberikan oleh Stepahny, Direktur CIA tentang data proyek Borneo yang dicuri membuatnya dalam kebingungan, sebagai seorang Presiden,semua masalah negara secara otomatis akan kembali kepada dirinya, menuntut penyelesaian atau paling tidak dirinya harus mengambil sikap, bagian paling buruknya adalah, Jeferson seringnya harus menjadi sasaran empuk para oposisi atau lawan politiknya untuk disalahkan, yang berarti dapat menggiring publik untuk meragukan cara dia memimpin, hal yang sangat buruk untuk pemilihan berikutnya.

Masalah kali ini sangat buruk, proyek Borneo yang  awlanya memjadi  monopoli Amerika dengan Indoneisa kini terancam jatuh ke tangan ke tiga dan tidak jelas siapa di balik operasi penyusupan dalam proyek, Cina, Rusia atau jaringan internasional, semua agensi sedang mencari tahu tentang hal itu saat ini.

Andrew, menteri pertahana dan Stephany, Direktur CIA, yang sedari tadi duduk di sofa saling melempar pandangan, mereka tidak tahu apa yang dipikirkan atasannya yang sedari tadi berdiri di pinggir jendela panjang berbentuk lonjong, terlihat berpikir keras sambil melihat keluar, seandainya ada Dinosaurus lewat di depannya, Stephany tidak yakin  akanbenar – benar mengagetkan Jeferson.

Jeferson menoleh kepada Stefany dengan sedikit ketus, “ Siapa di balik ini semua ?”

Stefany gugup, mencoba mencari apapun data terbaru dalam ingatannya, berharap memberikan jawaban yang memuaskan atasannya itu.

Yang teringat justru ekspresi terakhir wajah bawahannya David Lang di layar monitor, mirip anak kucing  yang basah kuyup ketika melaporkan data rahasia proyek Borneo yang sedang dicuri.

“ Kita sedang mengerahkan semua agen untuk mengetahuinya pak,” Stephany berusaha setenang mungkin, meskipun sedang terlihat sangat tidak tenang.

Jeferson kembali membuang pandangannya dari mereka dengan mendengus, melihat ke luar jendela, paham jika tidak ada gunannya menanyakan apapun saat ini kepada siapapun selain menunggu laporan agennya di lapangan.

“Beri tahu kepadaku perkembangan apapun yang kalian temukan, secepatnya, kalian tentu paham, leher kita sebagai taruhannya jika kita terlambat mengambil keputusan,” Jeferson menoleh dengan tersenyum bercanda, “setidaknya tidak secara langsung.”

Satir humor dari presiden yang justru menambah ketegangan bagi Stephany dan Andrew.

“Aku ingin kalian atur pertemuan dengan Presiden Indonesia secepatnya, aku tidak ingin sekutu kita itu memiliki rencana lain selain kita menjadi sekutu satu – satunya dalam masalah ini,” Jeferson memberi perintah tanpa mengalihkan pandangannya ke luar jendela, mengamati petugas penjaga di luar yang hilir mudik sedang menuntun anjing penjaga jenis Herder.

Kedua kepala divisi negara itu tentu saja langsung mengeluarkan ponsel mereka, menghubungi kontak penting mereka di Indonesia.

(Bersambung).

3 I N T E L I J E NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang