Episode 7

369 33 4
                                    

RADEN POINT OF VIEW

Lagi dan lagi, Jaya mengunjungi gue di kantor setelah tadi pagi dia nelfon waktu gue masih di rumahnya Fahri. Dia sama sekali nggak merasa bersalah, malahan dia membicarakan hal lain yang nggak mau gue dengar.

“Aku pakai celana dalam baru yang kamu suka.” Gue masih setia di tempat duduk tapi Jaya nggak bisa diem, dia menggangguku bahkan menyingkirkan dokumen yang ada dimejaku. “Kamu mau lihat?”

“Gue lagi kerja.” Balas gue.

“Sebentar aja, kamu kerja terus sama akunya kapan?” gue diem nggak balas pertanyaan dia. Tanpa gue izinkan, dia lepas celana sampai selutut memperlihatkan celana dalam yang pernah gue bilang kalau gue suka dipakai sama dia.

Emang kelihatan sexy banget kalau dipakai sama Jaya, mendadak selangkangan gue mengembung. Jaya yang sadar sama gue langsung dia pegang pakai tangan dia, menggeseknya perlahan. “Ssshh..” desah gue.

“Tuh kan, udah aku bilang.” Entah kenapa gue diem aja waktu Jaya mulai jongkok di depan gue. Dia mencium selangkangan gue sampai menjilat punya gue diluar celana. Gue tatap dia yang sexy banget, menggoda sambil mempermainkan lidahnya. Dibukanya reseliting celana gue, kemudian dia menjilat batang gue.

“Aaaahh…” Perlahan Jaya memasukan ke dalam mulutnya sampai mentok kerongkongan. Enak banget sampai gue melenguh menghadap ke atas.

Jari tangan gue mengusap wajah Jaya, memasukan dua jari kemulutnya yang udah penuh. “Mmmphhh… mph,,, aaahh..”

Gue sama Jaya udah mulai ngerasa panas, dia tersenyum miring menggoda gue. Satu tamparan mengenai pipi putihnya. “Suka lo sama kontol gue?”

“Aahhh.. suka banget.” Jaya menjilati batang gue sampai suara ketukan pintu membuat gue ngedorong kursi ke meja. Alhasil Jaya berada dikungkuhan paha gue dibawah meja kerja.

Waktu orang yang ke ruang kantor gue adalah Fahri, gue beneran tekejut. “Kamu ngapain ke sini?” tanya gue.

Fahri jalan menghampiri gue, dia bawa totebag kecil lalu menaruhnya di meja. “Bekal kamu tadi ketinggalan lupa aku naruhnya.” Jawabnya.

Dibawah gue, Jaya memainkan punya gue, menjilati setiap batang sampai terasa basah banget. “Kamu kesini naik apa?” tanya gue.

“Naik bus.” Fahri melihat sekeliling sebentar, sial masih ada jaketnya Jaya di sofa.

“Pulangnya biar dianterin sopir kantor aja.. aahh..” Gue hampir kelolosan ngedesah waktu Jaya mentokin kontol gue ke mulutnya, dia bekap sendiri sampai gue nahan diri. Tangan gue mengepal saking enaknya dibawah.

“Kamu sakit?” tanya Fahri.

“Enggak, ini sikut aku kena meja.” Fahri mengangguk aja. “Kamu pulang sama sopir kantor aja ya, maaf nggak bisa nganterin.”

“Iya nggak apa-apa, aku pulang dulu.” Fahri melangkah keluar ruang kerja gue, barulah gue memundurkan kursi.

Di bawah gue, wajah Jaya udah penuh sama air liur. Gue tampar mukanya dua kali. “Anjing lo, bisa-bisanya lo ngenakin gue!” gue tampar lagi tapi Jaya malah memejamkan matanya sambil mulutnya terbuka. “Suka lo dikasarin hah?”

“Suka.” Balasnya.

“Anjing, makan nih kontol gue.” Gue benamkan lagi ke mulut Jaya kali ini gue ngasarin dia sampai mentok. Nggak selang beberapa lama gue mau keluar, gue tahan kepala dia. “Kalo ada yang netes keluar gue pukul lo.. aaahh gue keluar.”

Banyak semburan yang gue keluarkan ke mulut Jaya, sama sekali nggak ada yang netes. Dia telan habis-habis sampai-sampai menjilati yang masih sisa. Permainan selesai, gue hanya bisa natap Jaya yang lagi benerin bajunya.

Dia msih belum keluar dari ruang kerja gue. “Lo mau kemana habis ini?” tanya gue.

“Ada photoshoot sama Pak Ardi.” Jawab dia lalu menghampiri gue, dia cium bibir gue tapi enggak gue balas. “Lain kali kita main lagi.” Ujarnya sambil mengelus kontol gue yang udah didalam celana.

Waktu Jaya udah keluar, gue menyandarkan punggung gue ke kursi. Memejamkan mata gue mengingat kejadian yang baru gue lakuin. Gue nggak bisa gini terus, gue udah komitmen buat ninggalin Jaya tapi gue masih ada Fahri.

Gue nggak tau apa yang harus gue lakuin, kalau dibilang pilih siapa jelas gue pilih Fahri. Sial gue bisa kejebak di status kayak gini, gue harus bersihin nama gue sebelum Fahri tau. Gue juga nggak mau kehilangan dia.

Siang ini gue makan bekal yang dibawain sama Fahri, masakan kesukaan gue. Selesai makan gue ngerokok sebentar karena habis ini gue ada meeting ke luar. Lihat jam udah mau habis, gue bergegas beresin barang dibantu asisten gue. Kami masuk ke mobil menuju tempat meeting kami.

Waktu udah sampai, gue keluar lebih dulu. Masuk ke hotel menuju ruangan yang udah dikasih tau. Sampai disana orang yang mau meeting sama gue udah sampai. Dua orang, gue tebak yang tinggi dan badanya sama hampir kayak gue dia pemilik perusahaannya.

“Siang Pak, perkanalkan kami dari CJ Group, Ini Pak Raka pemilik CJ Group.” Gue menjabat tangan pemilik perusahaan yang namanya Raka.

“Raka.” Ucap dia.

“Raden.”

Gue duduk di depan dia, kami meeting mengenai produk yang bakal kami luncurkan bersama. Selama meeting, gue sama Raka diem sesekali mengomentari apa yang dijelaskan asisten kita masing-masing.
Akhirnya kita punya kesepakatan bersama, meeting selesai tapi kami masih duduk santai. “Masih ada meeting?” tanya Raka ke gue.

“Nggak, udah selesai.” Jawab gue.

“Santai dulu kali ya.” Gue lihat Raka ngeluarin rokok, dia nawain gue dan akhirnya kami ngerokok dulu. Kami ngobrol santai sampai kami udah ngerasa nyaman bukan lagi sebagai rekan bisnis tapi udah jadi orang yang seumuran.

“Lo tinggal dimana?” tanya gue mengingat dia bilang baru balik dari luar negeri.

“Jalan Dua sana.” Jawabnya. “Lo tinggal sendiri?”

“Iya.” Raka mengangguk.

“Pacar lo?” waktu dia nanya pacar entah kenapa dia tersenyum ke gue. “Sorry sorry kalau privasi, gue kayaknya pernah lihat lo sama orang mungkin pacar lo.”

“Pacar gue tinggal sendiri sama adeknya.” Raka lagi-lagi mengangguk, gue tau dia sempat ngelirik gue.

“Betah.. betah ya bro, gue duluan.” Raka pamit pulang, dia meninggalkan gue yang masih lihatin dia. Gue yakin itu orang bukan sembarangan orang yang cuman bisnis. Waktu gue lihat rokonya gue pernah lihat ini di suatu tempat tapi gue lupa dimana, baunya juga sama.

---

RADEN: Sayembara Membagi LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang