Episode 14

344 38 4
                                    

FAHRI POINT OF VIEW

Habis dari pasar aku nggak langsung pulang, aku mau ke rumahnya Mas Raden. Pagi tadi aku sempat nelfon tapi nggak diangkat akhirnya aku kirim pesan. Supaya hubungan aku sama Mas Raden enggak renggang lagi aku sampai berusaha buat nawarin Mas Raden kalau aja mau sarapan lauk yang dia mau.

Namun, baik telfon atau pesan nggak ada yang dibalas sama sekali, akhirnya aku putuskan buat ke pasar dulu aja siapa tau Mas Raden masih tidur. Sampai aku selesai belanja, Mas Raden juga belum membalas pesanku. Inisiatif aku ke rumahnya aja siapa tau Mas Raden di rumah.

Baru aku mau nunggu angkot, ada mobil hitam yang berhenti di depanku. Kulihat mobil itu sampai orang yang keluar itu Raka mulai jalan menghampiriku.

“Mau pulang?” tanya Raka yang sekarang udah di depanku.

“Bukan urusan kamu.” Jawabku.

Aku jalan menjauhi Raka, dia masih berdiri di tempat tadi. “Aku anterin!” teriak Raka.

Kuhembuskan nafasku lalu membalikan tubuhku menghadap ke Raka. “Tolong Raka, kali ini aja kamu jangan ganggu aku.”

“Ganggu gimana?” dengan polosnya Raka menanyakan itu.

Tanpa menjawabnya aku berjalan meninggalkan Raka, untung saja angkot yang aku tunggu langsung datang. Aku masuk ke dalam tapi aku sempatkan melihat Raka yang masih berdiri melihatku perlahan menjauh darinya.

Sampai di perumahan Mas Raden, aku berhenti di halte bus dekat pertigaan. Aku jalan kaki masuk gang perumahan, aku masih ingat jalan ke rumahnya Mas Raden sayangnya aku lupa berapa jarak dari jalan raya menuju rumahnya.

Sekitar 15 menit aku jalan, sampai aku berhenti di gerbang dengan rumah bernomor 29. Aku lihat dari celah-celah gerbang rumah Mas Raden, ada Mas Raden yang sedang olahraga di garasi. Aku tekan tombol bel disebelah gerbang menunggu Mas Raden membukakan gerbang.

Beberapa detik aku menunggu akhirnya gerbang terbuka, aku lihat Mas Raden keluar hanya menggunakan celana pendek hitam yang biasa dia gunakan buat olahraga. Badanya basah karena keringat keluar dari tubuhnya, bahkan rambutnya juga ikut basah.

Mas Raden seperti terkejut melihatku. “Kamu ngapain ke sini?” tanya Mas Raden.

“Habis dari pasar kebetulan inget kamu. Emm kamu mau sarapan ke rumah aku atau nanti aku anterin ke sini?” tawarku ke Mas Raden, bukanya langsung jawab malahan Mas Raden sempat menoleh ke belakang.

“Nanti aja bisa kan lewat telfon.” Kudengar nada bicara Mas Raden tidak senyaman biasanya. Aku yang tadinya senang melihat Mas Raden pada akhirnya ngerasa sedikit kecewa.

“Aku kirim pesan ke kamu, kayaknya kamu nggak baca deh makanya aku datang ke sini.” Balasku.

“Aku nggak semp…”

Baru Mas Raden mau bicara, seseorang keluar dari dalam rumah Mas Raden. Aku dan Mas Raden melihat ke orang itu, dia hanya menggunakan celana pendek yang sangat pendek sampai aku lihat ada yang aneh di bagian dadanya. “Sayang itu pesenan sarapan aku bukan?”

Mas Raden menariku ke luar rumah sampai pergelangan tanganku sakit karena tarikanya yang mendadak. “Raden?” aku berhenti tepat saat dia memanggil Mas Raden. Aku kenal orang itu, dia yang memakai celana pendek melihat ke aku dan Mas Raden.

“Mas, dia siapa?” entah kenapa aku tiba-tiba langsung tanya ke Mas Raden gitu aja. Kini Mas Raden bertolak pinggang di depanku. Dia terdiam sampai aku menatap Mas Raden. “Mas?”

“Eh sorry, aku bisa jelasin.” Laki-laki itu mendekatiku, dia mencoba menyentuh bahuku, kulihat bagian dadanya ada bercak merah bahkan hingga bagian lehernya. Waktu itu juga jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya.

“Mas Raden kenapa diem aja?” tanyaku.

Mas Raden masih aja diam, dia sama sekali enggak mau lihat aku. “Mas Raden?” aku coba supaya Mas Raden bicara tapi nihil. Mataku udah mulai terasa mau nangis tapi Mas Raden sama sekali nggak mau ngasih bicara.

“Kamu nggak perlu tau semua hal soal aku.” Begitu kata Mas Raden keluar, satu tetes air mataku jatuh.

Aku putuskan buat pergi ninggalin Mas Raden, aku jalan keluar menuju jalan raya dengan isak tangis yang nggak kunjung berhenti. Aku nggak pernah menyangka kalau Mas Raden bakal ngelakuin hal kayak gini, sesuatu yang nggak pernah aku duga. Aku usap air mataku walaupun aku tau masih terlihat sembab, sampai di depan aku masuk ke angkot kembali ke rumah.

Sampai rumah, kulihat Raka duduk di depan pintu. Saat aku berjalan menghampirinya, dia terbangun dari tidur. Raka berdiri memberi ruang buat aku membuka pintu. “Mata kamu kenapa?” tanya Raka.

“Enggak apa-apa, aku mau istirahat kamu pulang aja.” Aku menatap Raka begitu juga dia, belum sempat Raka selesai bicara aku menutup pintu masuk ke dalam.

Aku duduk di sofa ruang tengah, kutahan tangisanku tapi nggak bisa. Aku sesenggukan mengingat apa yang dilakukan Mas Raden sama aku. Perasaanku sakit ngelihat kenyataan kalau Mas Raden sama aja dengan orang-orang di luar sana. Kulihat ponselku, bahkan Mas Raden sama sekali enggak mencoba menghubungiku. Sakit rasanya kecewa sendiri.

Entah berapa lama aku menangis, aku tertidur di sofa sampai Rehan membangunkanku. Aku bangun lalu mencuci wajahku. Samar-samar aku masih ingat kejadian tadi pagi waktu aku ke rumahnya Mas Raden.

“Mas Raden kok lama nggak ke sini ya Kak?” tanya Rehan waktu dia ambil minuman di kulkas.

“Sibuk mungkin.” Jawabku.

Aku nggak ada semangat buat melakukan apapun itu. Sampai menjelang malam aku berniat tidur lebih awal, aku masuk ke kamar baru aja masuk rasanya parfum milik Mas Raden udah menyatu dengan kamarku. Seketika itu aku kembali teringat sampai aku menutup pintu lalu keluar lagi.

Malam ini aku mau tidur sama Rehan aja, aku hendak bicara sama Rehan tapi apa yang aku lihat di depan tv ada orang yang hari ini nggak mau aku lihat. “Bentar ya Han.” Mas Raden jalan menghampiriku, aku kembali masuk ke dalam diikuti Mas Raden dibelakangku.

“Fahri bentar, aku mau bicara.” Ujar Mas Raden.

“Nggak usah, aku udah tau.” Mas Raden mendorongku masuk ke dalam kamar. “Mau bicara apa?”tanyaku langsung ke Mas Raden.

“Soal yang tadi.”

Aku mengambil nafas lalu aku buka lemari kemudian mengambil semua baju Mas Raden, aku keluarkan dengan paksa. “Aku nggak mau lihat kamu lagi.”

---

RADEN: Sayembara Membagi LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang