Episode 11

317 33 2
                                    

RADEN POINT OF VIEW

Gue kecewa sama Fahri, disaat gue mau menebus kesalahan gue tapi ternyata selama ini gue dibohongi sama dia. Orang yang paling gue percaya, orang yang paling gue sayang. Gue nggak butuh penjelasan dari Fahri karena gue tau penjelasan itu isinya cuman alesan doang.

Tadi, gue langsung pergi gitu aja waktu Fahri belum selesai ngobatin luka di wajah gue. Emosi gue nggak bisa gue tahan, gue takut bakal ngelukain Fahri. Gue butuh nenangin diri makanya gue pergi. Dalam mobilpun, gue maki-maki nggak karuan, sepanjang jalanan gue nggak bisa mengontrol diri.

Gue lihat ponsel, muak banget lihat foto gue sama Fahri. Gue banting berbenturan sama pintu mobil gue, ponsel gue jatuh ke bawah gue biarin aja. Sampai diperempatan gue belok kanan, melajukan mobil dengan kecepatan tinggi menuju tempat yang lama nggak pernah gue datangi.

Sampai di tempat yang gue tuju, langsung gue markirin mobil. Gue disambut sama pemilik bar, walaupun masih sepi karena masih siang tapi lumayan ada beberapa orang. “Minum satu.” Pesan gue ke temen gue sendiri yang lagi ngelayanin pembeli.

“Buset, lama nggak ke sini. Minum apa?” tanya Jason ke gue.

“Biasa kek dulu.” Gue ngelurain rokok, langsung gue nyalakan dan hisap, gue lebih mendingan sekarang.

Jason menyodorkan minuman yang ue pesen di gelas premium dia. “Tumben lo minum-minum lagi, udah lama lo nggak pernah mau diajak.”

“Bacot lo ah.” Ini gue kalau lagi emosi, semua orang bisa kena marah sama gue. Akhirnya gue cuman duduk sendiri, selang beberapa menit gue pesen lagi. Kali ini Jason nemenin gue minum.

“Semenjak nggak ada lo, bar gue sepi.” Gue minum seteguk sambil gue main mata sama orang di sofa depan gue. “Tau lo mau ke sini kan gue bisa ngasih tau mereka.”

Nggak peduli gue sama bacotanya Jason, gue masih pengen ngilangin rasa penat gue di kepala. “Fahri selingkuh Njing!” kata gue.

Jason seperti terkejut, dia nurunin gelas gue sampai gue menoleh ke dia. “Maksud lo?” gue menatap tajam ke matanya Jason. “Nggak, nggak percaya gue.”

“Gue lihat sendiri, jelas-jelas gue lihat.” Tubuh gue udah mulai lemas, efeknya udah mulai kerasa di badan gue.

“Seorang Fahri selingkuh? Gilak sih! Ini karma lo!” tangan gue langsung dorong kepalanya Jason, nggak terima gue dibilang gitu.

Jason ketawa, mengambil minumanya lalu meneguknya. “Terus pacar lo milih siapa?” gue melirik Jason lagi kali ini semakin tajam.

“Tau deh.” Gelas yang gue angkat langsung gue turunin sampai ada bunyi di meja. Gue berdiri lalu menghampiri orang yang tadi main mata sama gue. Gue tarik dia, terus gue cium bibirnya sampai kami beneran bertukar lidah.

Saat kepala gue semakin pusing, gue ngerasa mau pingsan tapi gue masih ada sedikit bayang-bayang dimana gue lagi cium bibirnya Fahri, mencoba membuat dia takluk sama gue sepenuhnya.

Gue terbangun dengan kepala gue masih terasa sedikit sakit. Perlahan gue membuka mata sampai gue bisa lihat dengan jelas ada di kamar yang entah dimana. Pandangan gue mulai bisa melihat dengan detail dan akhirnya gue sadar kalau gue ada di kamarnya Jaya.

Pintu terbuka sampai gue lihat ada Jaya yang bawa beberapa makanan instan. “Kamu udah bangun?” tanya Jaya. Dia mendekati gue, memberikan gue minum segelas air putih.

“Kenapa gue bisa di sini?” tanya gue.

“Jason nelfon aku, katanya kamu pingsan di bar. Kamu kenapa sih?” tanya Jaya ke gue.

Gue menyibakan selimut lalu gue beranjak dari ranjang, gue membuka korden kamar. Langit malam udah menjadi gelap berarti gue pingsan udah lumayan lama. Tiba-tiba aja gue keinget kejadian tadi, gue kembali mengepalkan tangan.

“Kamu bisa loh cerita sama aku.” Tiba-tiba Jaya mendekat ke tubuh gue, dia meluk gue sampai mengubah ekspresi wajahnya dihadapan gue. “Kamu nggak kangen sama aku?” tanya Jaya.

Gue masih terdiam, sejenak gue berpikir yang diluar dugaan gue. “Kita lanjut dulu.”

“Lanjut apa?” tanya Jaya seperti berpura-pura tidak tau.

“Hubungan kita.” Jaya tersenyum sumringah, dia meluk gue lagi tapi entah kenapa gue nggak bisa balas. Gue masih melihat langit malam yang tanpa bintang tersebut.

“Yaudah karena ini hari spesial, kamu mau apa?” gue melirik Jaya dengan tajamnya. Tanpa aba-aba gue dorong dia sampai terjatuh di kasur.

Gue cium lehernya Jaya, gue jilatin seluruh kulit lehernya. Gue buka baju Jaya terus gue jilat putingnya. “Aaahh.. enak sayang.” Desah Jaya.

Gue makin bringas memainkan dadanya Jaya, gue lepasin lalu gue lumat bibirnya. Kami beradu lidah satu sama lain. Gue angkat tubuhnya Jaya, gue remas bokongnya sampai desahan dia tertahan sama lumatan gue.

Plak..

Satu tamparan mengenai bokongya Jaya. “Aahhh.. mmmmpphh” mendadak Jaya melepaskan pagutan bibir tapi gue terjang lagi.

Gue lepasin lalu gue buka baju gue. “Nungging!” suruh gue ke dia, tanpa berlama-lama Jaya langsung nungging di depan gue. Bokong sexynya terpampang indah di hadapan gue, gue mainin lubangnya bentar dengan jari tangan.

Plak..

Gue tampar lagi sampai kulitnya berwarna kemerahan. Kontol gue udah gue keluarin, gue tepuk-tepuk di luar lubangnya. “Aaahh masukin please..” pintanya.

Gue masih menggesek-gesekan dulu sampai Jaya mulai lemas baru gue masukin dengan gampangnya sampai kontol gue amblas sepenuhnya. “Aaahhhh anjing!”

Jaya mengerang sampai sprei kasurnya ketarik sama tangan dia. Tanpa izin dia, gue maju mundurkan pinggul gue, kadang gue tarik kontol gue sampai keluar dan gue masukin ke lubangnya Jaya mentok sampa ke pangkal.

“Enak hah?” tanya gue.

Plak..

Tamparan gue dibokongnya sekali lagi ngebuat permainan ini semakin panas. “Jawab anjing!” gue tarik rambutnya Jaya. Bunyi benturan paha gue sama bokongnya Jaya begitu nyaring di kamarnya.

Plok.. plok.. plok..

“Aaaah enak, yang dalem please.” Sesuai permintaan Jaya, gue mentokin dia sampai dia kelojotan, gue yakin ini dalem banget. “Aaaahh dalem banget aahhh.”

Gue tekan makin sempit dan hangat rasanya lubangnya Jaya. “Aaahhh..” gue tarik kontol gue, di hadapan gue lobang Jaya udah seperti terowongan tanpa celah. Gue membalikan badan dia, kami berhadapan satu sama lain. Gue masukin kontol gue lagi sambil gue ciuman sama Jaya.

“Ahh.. ahh.. ahh..” gerakan gue berirama. “Keluarin di dalam Yang.”

---

RADEN: Sayembara Membagi LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang