Episode 18

296 37 1
                                    

FAHRI POINT OF VIEW

Kejadian dimana empat preman menyerbu rumahku sampai Rehan menjadi korban masih belum aku lupakan. Syukurnya Rehan nggak terjadi kecelakaan yang berat hanya dapat beberapa jahitan di kepala. Raka juga udah cerita, kalau Rehan bisa kena luka karena saat mereka melawan, Rehan terkena kursi membuatnya terbentur ke sisi pintu. Syukurnya sekarang Rehan sudah siuman.

Aku senantiasa menemani Rehan di rumah sakit. Sudah semalam aku menemani Rehan dibantu Raka yang juga ikut bersamaku. “Makan dulu Han.” Ujarku mengambil makan yang diberi dari rumah sakit. Rehan mau aku suapi walaupun makananya tidak habis.

Sebenarnya aku nggak tega dengan wajah Rehan yang bahkan babak belur melebihi Raka. Aku sebagai seorang Kakak merasa tidak ada gunanya sama sekali. Pintu ruangan terbuka, memperlihatkan Raka masuk ke dalam. Dia menaruh makanan di kasur Rehan.

“Makanan buat kamu.” Ujar Raka.

“Makasih.” Jawabku.

“Gimana Han? Udah mendingan?” tanya Raka ke Rehan yang tersenyum kecut di depan Raka.

“Lumayan Mas, tapi masih nyeri dikit.” Balas Rehan. “Mas Raka nggak apa-apa? Lukanya udah diobatin?”

Raka menolehku begitu juga aku menoleh ke Raka, saat dimana Rehan sedang diperiksa dokter, disitu Raka juga sedang diobati oleh perawat. Lukanya hanya sekadar cedera ringan dan luka sayatan kecil. Namun, pada akhirnya aku yang membantu memasangkan hansaplas di beberapa wajahnya.

“Udah.” Raka menepuk perlahan paha Rehan.

‘Kamu udah makan?” tanyaku ke Raka.

Dia menggelengkan kepala membuatku merasa iba juga dengannya. Aku ambil makanan yang dibawa Raka lalu membukanya. “Makan bareng aja.” Ujarku.

Aku menyuapi diriku sendiri habis itu aku juga menyuapi Raka, dia awalnya masih diam saat aku mau-maunya menyuapi dia. Jujur, aku mengesampingkan semua hal hanya untuk Rehan kali ini walaupun perlahan aku mulai terbiasa dengan kehadiran Raka.

Suara pintu yang tiba-tiba terbuka membuat kami bertiga menoleh bersamaan. Davin dengan wajah khawatirnya datang mengunjungi Rehan. Aku yang tau kondisi, mempersilahkan Davin buat menjenguk Rehan. “Maaf ya Kak, aku baru tau.” Ujar Davin ke aku.

“Nggak apa-apa Vin, yaudah kamu jaga Rehan dulu nggak apa-apa? Aku sama Raka makan dulu.” Ujarku ke Davin.

Aku tinggalkan mereka berdua di dalam. Aku dan Raka duduk di ruang tunggu depan kamar sambil aku membawa makanan. Aku masih diam bersama Raka disampingku, sesekali dia mengecap makanan yang dikunyah.

“Makasih buat bantuan kamu, kalau nggak ada kamu nggak tau bakal gimana.” Ujarku tiba-tiba.

“Aku udah punya firasat yang nggak enak juga, aku ketemu Rehan waktu itu, sengaja aku mau lewat depan rumah kamu. Mungkin ini takdir.” Sejenak aku menoleh ke Raka, dia menatapku. “Aku udah lapor ke polisi, mereka jadi buronan. Kamu tenang aja.” Lanjutnya.

Aku menghembuskan nafasku, sedikit lebih lega dari sebelumnya. Aku menghabiskan makananku lalu membuang bungkus makanan ke tempat sampah. Kulihat Raka sedang mencoba meraih bagian dadanya, dia sempat meringis. Aku menghampirinya lalu membantu dia membuka dua kancing kemejanya.

“Masih sakit?” tanyaku.

“Enggak.” Dia lagi bohong, jelas banget luka sayat gini pasti perih disaat-saat tertentu. “Aahhh!”

Aku baru menyenggolnya tanpa sengaja, membuat Raka merintih di depanku. “Maaf, aku enggak sengaja.”

“Nggak apa-apa.” Raka menyandarkan pinggungnya ke dinding, tiba-tiba dia menolehku lalu tersenyum.

Aku yang tau dia sedikit terkekeh membuatku bingung dengan sikapnya. “Kenapa? Ada yang salah?” aku mencoba mencari tau kalau aku ada yang salah entah pakaian atau apapun di wajahku.

“Enggak, aku cuman inget kamu belum mandi tapi masih aja manis.” Aku enggak tau harus bilang apa, situasinya lagi seperti ini dan Raka masih aja seperti itu.

“Kalau aku mandi, nanti yang jaga Rehan siapa?” tanyaku.

“Mumpung ada Davin, kamu kalau mau ganti baju biar aku anterin pulang.” Aku sempat mempertimbangkan perkataan Raka, aku juga butuh lihat rumahku seperti apa sekarang.

“Nanti ngerepotin kamu.” Ujarku.

“Enggak, ayok kalau mau pulang bentar.” Raka tiba-tiba aja masuk ke dalam ruangan, membuatku menyusul di belakang.

Raka sedang bicara dengan Davin dan Rehan, membuat mereka melihatku. “Rehan biar aku yang jaga dulu Kak, kalau mau pulang nggak apa-apa.” Ucap Davin begitu juga Rehan menganggukkan kepala.

“Yaudah kalau gitu, Kakak pulang bentar dulu ya.” Aku pamitan dengan mereka, aku keluar bersama Raka menuju mobilnya.

Rupanya Raka ganti mobil, bukan yang dia bawa waktu mengantar Rehan. Aku masuk ke dalam, duduk di sampingnya. Sepanjang jalan kami saling diam, sekali saja Raka bicara kalau mau numpang mandi juga di rumahku.

Sampai rumah, aku turun duluan. Membuka rumah yang sebelumnya sudah berantakan, sekarang semuanya sudah tertata lagi walaupun beberapa barang sudah rusak dan dikumpulkan di pojok ruang tamu.

“Tetangga yang bantu beresin.” Ujar Raka.

Aku melangkah masuk, mengambil handuk lalu memberikanya ke Raka. Dia sedang mencoba membuka kemeja karena mungkin bahunya masih nyeri akhirnya dia kesusahan. “Sini aku bantu.”

Kubantu Raka membuka baju hingga perban di depan dadanya sampai bahu terlihat jelas. “Kamu gosok aja bagian yang nggak diperban nanti kalau mandi, lukanya kena air.” Ujarku.

Raka seperti bingung, aku melihatnya dengan mengerutkan dahi. “Caranya?” tanya Raka.

Dia merenggangkan tanganya, sekarang di depanku Raka telanjang badan sampai aku harus menelan ludah. Aku baru sadar kalau tangan Raka juga sakit, akhirnya aku kembali menatap Raka. “Yaudah aku bantuin.”

Raka tersenyum lalu berjalan menuju kamar mandi, waktu sampai di dalam dia membuka celana begitu saja di depanku. Menyisakan celana dalam putih yang dia pakai, aku beneran nggak mau lama-lama melihat Raka, dia duduk di kursi kecil menghadapku.

Perlahan aku membasuh badan Raka dengan kain ditanganku, beneran ini canggung banget. Dimana situasinya aku duduk berhadapan dengan Raka dan dia menatapku hanya dengan celana dalamnya saja.

Tiba-tiba Raka menghentikan tanganku yang sedang menggosok lenganya. “Apapun yang terjadi sama kamu, aku bakal selalu ada buat kamu.” Ujarnya.

Entah kenapa aku menarik tanganku, menghentikan kegiatan menggosok tubuhnya Raka. “Makasih buat yang kemarin, untuk ke depanya aku masih bisa hadapi sendiri.”

Aku berdiri lalu keluar dari kamar mandi, aku menuju dapur dan membasuh wajahku di wastafel. Aku menundukan kepalaku, berharap semua akan segera selesai. Belum beranjak dari dapur, aku dengar pintu depan terbuka, kulihat orang yang masuk ternyata Mas Raden dan waktu itu juga Raka keluar dari kamar mandi sedang membenarkan handuk.

---

RADEN: Sayembara Membagi LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang