holdin ma hand

295 27 6
                                    

Thanks buat votenya ygy.

Enjoy~


























Dara menatap Ivar yang kini masih tertidur diatas ranjangnya.
Walaupun waktu sudah menunjukkan pukul 9 pagi, Ivar masih belum terbangun.
Mungkin itu efek dari obat yang ia konsumsi.
"Makasih tuhan, masih memberinya kesempatan untuk bertahan hingga sejauh ini"ucapnya.

Dara memberanikan diri untuk memegang tangan Ivar. Hanya untuk memastikan apakah Ivar demam atau tidak.
"Jangan mati dulu ya. Aku belum lulus soalnya"ucapnya.

"Terus aku boleh mati kalau kamu uda lulus gitu?" Tanya Ivar yang sukses membuat Dara terkejut.

"Astaga!" Dara mengelus dadanya karena merasa terkejut.

Ivar meraih tangan Dara dan kemudian meletakkannya diatas dadanya.
"Aku masih mau hidup untuk jangka waktu yang lebih lama"ucapnya

Dara melihat tangannya yang terus digenggam oleh Ivar diatas dadanya.
Tangan mungilnya tertutup oleh genggaman tangan besar milik Ivar.
"Tapi jika kenyataannya aku pergi duluan. Maaf ya" ucap Ivar

Ntah mengapa seketika dada Dara terasa begitu sesak berkat ucapan Ivar tersebut.












..
















Seminggu telah berlalu.
Dara juga telah kembali berkuliah dan mengerjakan semua tugasnya yang sempat tertinggal.
Rafael juga turut andil membantu Dara dalam segala tugasnya.
"Keadaan dia sekarang gimana? Mendingan?" Tanya Rafael.

Dara menggelengkan kepalanya.

"Makin buruk?" Tanya Rafael lagi.

Dara tertunduk
"Apa menurutmu, Ivar bisa sembuh? Aku kasihan lihat dia kesakitan terus."tanya Dara.

"Sepertinya.. kamu sangat sangat mengkhawatirkan dia" ucap Rafael.

"Dia kasihan Raf, aku ngga tega tiap hari harus lihat wajahnya yang pucat. Dia juga makin kurus" jelas Dara.

"Kalau kamu begitu khawatir tentang dia, kenapa kamu masih disini? Harusnya tetap temani dia dirumah sakit" ucap Rafael kemudian merapikan buku buku miliknya dan beranjak pergi meninggalkan Dara seorang diri dikelas.

Dara menatap kepergian Rafael.
Memang benar selama ini Rafael lah yang selalu membantunya mengerjakan semua tugas tugasnya selama ia izin beberapa hari.












..















Sesampainya dirumah.
Rafael langsung melemparkan ranselnya ke sofa.
"Kamu kenapa Rafael? Ada apa?" Tanya Papanya yang baru saja menuruni anak tangga.

"Sekarang papa jawab pertanyaanku dengan tegas. Apa Ivar bisa sembuh ?" Tanya Rafael.

"Kemungkinannya sangat kecil. Tapi kenapa kamu tiba tiba bertanya tentangnya?" Tanya Papa

"Papa bisa sembuhin dia?"tanya Rafael.

"Papa sedang berusaha. Tapi kenapa tiba tiba kamu membahas tentang ini? Ada apa ini sebenarnya?" Tanya Papa.

"Apa menurut papa, jika Ivar tidak bisa bertahan melawan sakitnya, Rafael akan mendapatkan apa yang ia miliki?" Tanya Rafael.

Papa Rafael menautkan alisnya. Ia berusaha untuk menangkap apa maksud ucapan anaknya itu.

"Aku menyukai seorang perempuan. Tapi perempuan itu menyukai Ivar. Menurut papa, aku harus bagaimana?" Tanya Rafael.

"Nak. Jika perempuan itu menyukai Ivar, dan Ivar juga sebaliknya. Maka.. biarkan saja mereka, jangan diganggu" ucap Papa

"Tapi bagaimana dengan perasaan Rafael pah?!" Tanya Rafael dengan menaikan nada bicaranya.

"Kamu harus mengikhlaskannya. Masih banyak perempuan diluar sana. Biarkan Ivar bahagia di sisa akhir hidupnya" ucap Papa

"Di sisa akhir hidupnya? Apa itu artinya, dia sama sekali ngga ada tanda tanda untuk hidup lebih lama?" Tanya Rafael.

"Papa harus pergi ke rumah sakit sekarang. Bereskan ransel kamu jangan berantakan begitu" setelah mengatakan itu papa Rafael pergi meninggalkan Rafael.













..















Malam harinya.
Rafael yang kebingungan dengan perasaannya sendiri. Akhirnya ia memutuskan untuk menenangkan dirinya didepan minimarket sambil menghabiskan sebatang rokok dan juga minuman bersoda.

Fyuhh..

Asap rokok itu berbentuk bulat bulat.
Itu ia lakukan karena ia ingin menghibur dirinya sendiri.

"Kamu ngerokok?" Tanya Dara yang tiba tiba saja baru keluar dari dalam minimarket.

Rafael menatap sekilas pada Dara dan kembali melanjutkan menghembuskan asap rokoknya.
Seakan tidak merespon ucapan Dara padanya.

"Rafa, sejak kapan kamu ngerokok?" Tanya Dara kemudian mengambil rokok yang tengah dihisap oleh Rafael lalu ia buang dan injak.

"Kamu anak seorang Dokter lho. Kalau papa kamu tau apa yang sedang kamu lakukan sekarang, dia pasti kecewa" ucap Dara.

"Tchh..ckck.. lihat sekarang siapa yang sedang menceramahiku? Lantas apa hubungannya denganmu?" Balas Rafael dengan nada ketus.

"Kamu kenapa sih? Dari sejak tadi pagi kok beda banget. Ada apa?" Tanya Dara.

"Uda gih sana ke rumah sakit. Temenmu pasti uda nungguin tuh disana" ucap Rafael kemudian hendak menyalakan sebatang rokok lagi. Namun lagi lagi Dara berhasil merebut dan mematahkan rokok itu.

Rafael menatap tajam Dara.

"Jangan ngerokok" ucap Dara.

"Aku ngga bakal mati cuma gara gara rokok! Uda sana pergi. Gausah berlagak perduli gitu. Jangan ganggu aku!" Setelah mengatakan itu, Rafael mengambil jaketnya dan pergi menuju motornya.

Dara berlari mengikuti Rafael dan berdiri tepat dihadapan motor Rafael yang kini mesinnya sudah menyala.
"Kamu kenapa? Kalau ada masalah harusnya kamu itu cerita. Bukannya malah kayak gini" ucapnya.

"Percuma. Percuma aku cerita ke orang yang ngga peka. Cuma buang buang tenaga. Uda sana minggir atau aku tabrak" ucap Rafael

"Yauda kalau gitu tabrak aja aku sekalian."balas Dara

Rafael menghela napasnya dan kemudian kembali turun dari motornya.
"Kamu itu bodoh atau bagaimana? Mau sampai kapan kamu mau pura pura ngga tau tentang perasaan aku hah?" Ucap Rafael.

"Rafa denger. Aku itu justru merasa nyaman jika diantara kita cuma terjalin hubungan pertemanan. Tidak ada perasaan didalamnya" ucap Dara.

"Bullshit!. You're such a liar. I hate you"ucap Rafael

"Okay. Kamu boleh benci aku sesuka hatimu. Tapi kumohon, kita masih bisa berteman kan? Kamu orang pertama yang aku kenal disini" ucap Dara.

"Menurutmu.. apa bisa diantara laki laki dan perempuan berteman tanpa melibatkan perasaan ? Big no. Are you stupid?" Ucap Rafael kemudian kembali menaiki motornya.

Rafael memutar motornya agar tidak melewati Dara.
Sementara itu Dara masih tidak menyangka kata kata itu keluar begitu saja dari mulut Rafael.

Begitu menakutkan baginya jika harus melihat wujud asli Rafael ketika sedang marah seperti itu. Rasanya kedua kakinya menjadi lemas dan juga bergetar.
























I'll be back soon
Boleh follow akun ku qaqa.
Lopyu mwahh 🫶

Ivar Jenner - Letting GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang