Episode 7 - Asxian

31 9 5
                                    

"Kau juga kenapa ada di sini?"

~~~•~~~

"Aku hanya lewat." Aku tidak ingin memberi tau lebih detail kenapa aku ada disini.

"Kalau kau? Kenapa ada disini?" tanyaku lagi.

"Aku disini untuk menyelidiki roh yang tidak tenang akibat peperangan seratus tahun dahulu." Jelas Alatar dengan santai.

"Oh.. Kenapa kau bisa tau tentang peperangan itu?"

"Aku mencari tau." Alatar benar-benar orang yang santai dalam segala hal.

"Lambat sekali kuda ini berjalan, bikin aku mengantuk saja." Keluh Alatar.

Mendengar itu, aku segera menjawab nya, "lagian, kenapa kau ikut naik ke atas kuda ini, heh? Itu yang membuat kuda ini menjadi lambat!" suara ku agak meninggi.

Ya benar, saat ini dia ikut naik ke atas kuda, dia duduk di belakang ku, sedangkan aku di depan.

"Hehe.. Aku cuma menumpang naik disini, tidak lama kok." Jawabnya dengan santai.

Aku memutuskan untuk tidak memperpanjangkan percakapan itu dan fokus menunggangi kuda. Kami melewati sebuah batu besar yang diatasnya tertancap sebuah pedang tua, sudah karatan dan kelihatan rapuh.

"Wah.. Sebuah pedang! Sepertinya itu peninggalan peperangan seratus tahun yang lalu. Bisa-bisanya masih tertancap kokoh di batu itu. Pasti pedang itu terbuat dari baja berkarbon tinggi.." Aku tercengang kagum melihat pedang tua itu.

"Kau tidak ingin mengambilnya?" tanya Alatar dengan santainya.

"Untuk apa? Aku sudah punya pedang, tidak boleh serakah. Biarkan saja pedang itu menjadi saksi bisu peperangan seratus tahun lalu hingga pedang itu benar-benar menghilang dari dunia ini." Jari-jari tanganku menyisir poni yang menutupi pandangan ku.

"Kenapa kau langsung menjadi bijak, heh?" Alatar bertanya dengan nada ciri khas yang dimilikinya, yaitu nada bicara meremehkan.

"Bijak itu singkatan dari biji jagung." Ujarku dengan seringai di bibirku.

"Terserah kau saja, Lin."

~~~•~~~

Baru saja dua kilometer menunggangi kuda. Alatar meminta berhenti, karena sudah sampai di tempat tujuannya.

"Bukannya kau bisa membuka portal tirai kemana-mana? Kenapa tidak memakai itu saja?" selidik ku, mataku memandangnya dari atas kebawah.

"Aku tidak bisa membuka portal disini." Alatar merapikan pakaian dan topi penyihir nya.

"Kenapa?"

"Mana aku tau, kau banyak bertanya." Alatar menatap ku malas.

"Heh, ya sudah. Umur mu berapa, Tar?" sejak dulu, aku sudah penasaran dengan umurnya, namun susah sekali untuk bertemu dengannya, dia selalu pergi kemana-mana, tidak pernah menetap di Negeri Penyihir.

"Seratus di kurangi tujuh puluh delapan. Itu lah umurku." Alatar berjalan pergi.

"Oh.. Kau sudah tua ya.." Aku juga memutuskan melanjutkan perjalanan ke Asxian, karena lima kilometer lagi sampai.

~~~•~~~

"Aku ingin menemui duke Evthen Artaxers." Aku turun dari kuda dan menghadap ke kedua kesatria yang menjaga gerbang kediaman duke.

"Apakah kau sudah merencanakan pertemuan dengan duke?" kesatria itu tetap bersikeras tidak memberiku izin masuk ke dalam kediaman.

"Tidak."

"Kau tidak boleh masuk." Kedua kesatria itu menghadang gerbang menggunakan tombak mereka.

Aku yang memutar kedua mataku dengan malas lalu menghela nafas panjang.

Arkats to Verden Skry: Exploring Other LandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang