Aku menelan saliva saat melihat ke bawah. Posisi ku saat ini benar-benar tinggi. Bagaimana caraku turun?
Mataku menangkap pergerakan seseorang dari bawah, aku bisa melihat jelas wajahnya dari atas sini, itu karena kemampuan ku sejak kecil.
"KETUA!" teriakku lantang dan nyaring.
Yang dipanggil segera mencari sumber suara tersebut. Aku melambai-lambaikan tangan memberi isyarat bahwa sumber suara itu berasal dari ku.
"DI ATAS TEMBOK, KETUA!" teriakku lagi. Suaraku benar-benar lantang dan nyaring, buktinya dia tetap mendengar suaraku, walaupun aku berada di atas sini.
Ketua baru menyadari sumber suara itu berasal dariku. Dia melihat ke atas, lebih tepatnya ke arahku.
"BAGAIMANA CARA AKU TURUN?" tanyaku lantang.
Mendengar itu, ketua segera menjawab, "CARI CARA MU SENDIRI! AKU TIDAK AKAN MEMBANTU!"
Ekspresi ku menjadi agak kesal. Namun, aku segera melupakan ke kesalan itu dan mencoba mencari cara agar bisa turun dari atas sini. Para prajurit lain juga sedang mencari cara agar bisa turun.
"Andai saja ada tangga untuk turun.." Aku mengeluh.
"Eh.. Tangga?" Tubuh ku segera kesana kemari mencari sesuatu tepat diatas tembok ini.
"Bisa jadi, ada pintu rahasia menuju tangga untuk turun."
15 menit aku mencari kesana-kemari, namun nihil hasil. Mungkin pemikiran ku salah tentang ada nya pintu rahasia menuju tangga untuk turun.
Tubuhku terbaring, aku menyerah mencari semua cara untuk turun. Satu-satunya cara agar bisa turun hanyalah, turun secara manual.
Aku berangkat berdiri, tanganku menepuk-nepuk celana ku tiga kali.
Cahaya oren muncul di sekitar posisi ku berdiri. Dalam sekejap mata, aku sudah berada di bawah.
Rahangku terbuka sedikit, tercengang dengan apa yang terjadi. Namun, ekspresi ku kembali normal setelah mengingat bahwa ini adalah Negeri Penyihir.
Aku menghampiri ketua yang sedang memperhatikan prajurit lain yang masih berusaha memanjat naik, namun tidak bisa.
"Aku tidak menyangka bahwa ada laut di luar tembok pembatas ini. Kenapa kau tidak pernah bilang padaku, ketua?" tanyaku, aku berdiri di sampingnya.
"Karena kau pasti akan mengetahui semua itu dengan sendirinya." Jawab ketua, pandangannya masih ke depan.
"Apakah semua orang tau tentang ini?" tanganku terlipat di depan dada.
"Tidak. Akan berbahaya jika rakyat biasa mengetahui ini." Penjelasan itu terhenti sebentar.
"Lautan itu berbahaya dan menyeramkan, bagaimana jika ada orang yang nekat pergi berlayar ke laut hanya karena penasaran? 98% tidak akan selamat." Lanjut ketua.
"Oh.. Begitu." Aku mengangguk-angguk mengerti. Satu pertanyaan di pikiran ku berkurang karena telah dijawab.
"Siapa saja yang tau mengenai hal ini, ketua?"
"Para bangsawan, ahli sihir, dan PKA." Dia memandangiku sebentar.
"Cukup, sesi tanya jawabnya. Aku tidak akan menjawab pertanyaan darimu lagi." Ujarnya lalu berjalan pergi meninggalkanku.
"Dasar menyebalkan." Cibir ku, saat ketua menjauh meninggalkan ku.
Aku memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar tembok pembatas ini. Mataku melihat setiap detail kecil di tembok, mulai dari bagian terluar hingga pori-pori tembok aku bisa melihatnya. Tubuhku terdiam beku ketika mata ku menangkap suatu pola yang dibuat dengan cara di ukir di dinding. Pola apa itu? Jari-jari ku mulai menyentuh pola tersebut secara perlahan. Ada beberapa huruf yang sama sekali tidak ku kenali, namun aku tau bahwa itu adalah huruf Para Penyihir. Ukiran huruf itu benar-benar sangat kecil. Bahkan jika dilihat dengan mata telanjang tidak akan terlihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arkats to Verden Skry: Exploring Other Lands
خيال (فانتازيا)"Rahasia apa lagi yang masih tersembunyi dari dunia ini..?" ______________________________________ Berawal dari seorang anak perempuan yang kehilangan keluarganya karena kemunculan monster yang menyerang permukiman desa tempat tinggalnya. Pada saat...