Miriel's POV
"Miriel, kemarilah." ujar Azazil sembari melambaikan tangannya padaku, menyuruhku berdiri lebih dekat dengannya.
Aku menoleh ke Killian hanya untuk melihatnya menggunakan dagunya supaya aku melakukan sesuai apa yang diperintahkan. Apakah Killian merasa Azazil tidak berbahaya? Karena apa yang dikatakan Kanina dan Kael? Bahwa bisa saja Azazil adalah Duke?
Aku tidak tahu bagaimana cara kerja sihir dan semacamnya yang sebenarnya di dunia ini, jadi aku masih belum bisa menentukan apakah Azazil bisa dipercaya. Selain itu, aku merasa Azazil bersikap aneh sejak pertemuan terakhir kami dua hari yang lalu. Entah apa yang terjadi padanya.
Mau tidak mau aku menurut pada Azazil. Perlahan dia mulai melepas perban yang terpasang di seluruh lengan kananku.
"Apakah kamu sudah bisa menggerakkan tangan kananmu?" tanya Azazil, fokus mengoleskan kembali obat.
"Uh, belum." jawabku singkat.
Aku kembali menoleh ke belakang. Killian hanya mengedikkan bahu.
Berbeda denganku, luka Killian sembuh lebih cepat. Tapi Azazil masih memasang perban pada punggung Killian supaya tidak terinfeksi dan beresiko membuka luka yang jauh lebih besar. Menurunkan nilai jual produk.
Sedangkan aku, tidak ada begitu banyak kemajuan mengenai penyembuhan tanganku. Mungkin karena luka ini adalah luka bakar yang tidak segera ditangani, saraf-saraf di tanganku pun butuh waktu yang jauh lebih lama untuk regenerasi. Lagipula aku manusia, tidak seperti Killian yang genetiknya sudah tercampur dengan spesies mistis entah apa.
Aku mendesis saat Azazil menempelkan perban baru yang sama-sama diolesi obat pada lenganku.
"Maaf, aku akan melakukannya dengan cepat. Tahan sebentar."
Aku mengangguk. Mataku terpejam erat. Mulutku mati rasa, tidak kuasa untuk berbicara saat menahan sakit.
"Azril, apakah sudah selesai?" tanyaku ketika aku tidak merasa tangan Azazil menyentuh lagi.
Saat Azazil tidak kunjung menjawab, aku pun kembali membuka mata, menemukan lagi-lagi Azazil yang memberiku tatapan sendu. Untuk sesaat, mengingatkanku pada Azril. Ups, aku salah menyebut nama Azazil.
"Uh, maaf, maksudku, Azazil." Aku memperbaiki.
"... Sudah selesai. Usahakan untuk tidak banyak bergerak, khususnya kamu, Killian. Kamu akan baik-baik saja." Azazil beranjak dari kursinya, mendekati meja kerjanya.
Azazil melepas kacamatanya lalu meletakkannya di atas meja, "Maaf, Miriel. Kamu mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih." katanya sambil memijat jembatan hidungnya.
Aku mematung untuk sesaat. Figur Azazil tampak semakin familiar bagiku.
Duh, sadar, Miriel! Sadar!
"Tidak apa. Lagipula ini bukan salahmu, Azazil." ujarku.
"... Kalau begitu, kembalilah."
Dengan satu gestur tangan, Azazil mengirim kami kembali ke sel.
"Kalian sudah kembali." ujar Kanina menyambut kami.
Di pangkuan Kanina, tampak Kael yang tertidur lelap. Terlalu lelap bahkan. Sejujurnya, durasi tidur Kael semakin lama seiring berjalannya waktu. Yang awalnya delapan jam, menjadi sembilan, sepuluh, sebelas. Bahkan saat Kael bangun pun, dia hanya bertahan enam jam.
Killian dan Kanina berspekulasi kondisi Kael ini disebabkan oleh setidaknya dua faktor. Yang pertama, borgol yang tidak hanya membatasi pergerakan kami, namun juga menyegel dan menyedot core kami. Kedua, core anak di bawah usia sembilan tahun cenderung tidak stabil. Kael masih delapan tahun.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Greatest Escape [ON GOING] - TWW 1
Fantasy🤚‼️FOLLOW SEBELUM MEMBACA‼️🤚 [FANTASI - MISTERI] WARNING‼️: ABUSE, KIDNAPPING, IMPLIED MURDER TROPES THAT YOU MIGHT LIKE : FOUND FAMILY, FRIENDSHIP, FINDING REAL FAMILY KEBIJAKAN PEMBACA DIHARAPKAN *+:。.。・:*:・゚★,。・:*:・゚☆ Kehidupan Miriel seolah di...