Miriel's POV
Aku membuka mata perlahan. Cahaya merah yang menyelimuti tubuhku tadi sangat menyilaukan, rasanya seperti aku hampir buta. Lagipula, apa masalah dokter gila ini? Kukira dia hanya peduli pada uang, lalu kenapa dia marah pada rekannya sendiri?
Ugh, aku hanya berharap dia tidak sejahat Barou. Aku masih belum bisa bergerak dengan leluasa.
Untuk beberapa saat, Azazil, aku dan Killian saling berhadapan canggung. Baik aku maupun Killian menengadah untuk membuat kontak mata dengan Azazil yang tingginya hampir dua kali lipat tinggi kami.
"Kenapa kalian hanya berdiri di situ? Duduk di atas ranjang itu." katanya sambil menunjuk sudut dengan ranjang yang saling berderet.
Entah kenapa di ranjang itu terdapat sabuk hitam, seperti yang digunakan untuk menahan pasien-pasien sakit jiwa. Aku bergidik ngeri. Aku tidak ingin menurut, tapi entah apa yang akan Azazil lakukan jika kami tidak patuh.
Tiba-tiba Killian menggenggam tanganku.
"Ayo, Mir." bisiknya berusaha menguatkanku.
Killian lalu menarik tanganku. Kami berjalan menghampiri ranjang yang dimaksud Azazil, lalu duduk di atasnya.
Azazil mengangkat alisnya ketika ia berbalik badan dan melihat kami duduk bersebelahan. Ia menghela nafas.
"Maksudku, satu anak satu ranjang. Bukan bersebelahan begitu." Azazil menghampiri kami. Seolah aku hanya seberat bulu, ia mengangkat dan memindahkanku ke ranjang di sebelah Killian.
Aku dan Killian sama-sama membatu.
Azazil lalu membawa suatu troli dengan berbagai macam peralatan ke antara ranjang kami. Dia juga mengambil kursi dan duduk, mulai memotong-motong perban.
Aku dan Killian kembali saling bertatapan, sama-sama tidak mengerti.
"Apa.. apa yang akan kamu lakukan pada kami?" tanyaku dengan suara yang bergetar.
"... Mengobati kalian. Tidak seharusnya Barou melukai kalian. Bukan prinsip kami melukai produk. Memang salahku menerima orang bar-bar itu." ujar Azazil.
Aku mengernyitkan dahi. Apa sebenarnya maksud dari semua ini?
Saat Azazil telah selesai mempersiapkan obat-obat yang diperlukan, tangannya meraih lenganku. Namun entah kenapa, aku refleks menghindar. Karena takut, aku diam-diam mengintip seperti apa ekspresi Azazil sekarang.
Mataku melebar saat melihat Azazil yang kaget bercampur... terluka?
"Aku... bukan Barou. Aku hanya ingin mengobatimu." ujar Azazil lagi, berusaha meyakinkanku.
Perlahan aku memberikan lenganku padanya. Sentuhannya berbeda dari Barou. Telapak tangan Azazil terasa kasar, namun ia menyentuhku dengan lembut, berusaha untuk tidak memicu perih.
Entah apakah ini perasaanku saja, tapi Azazil terus-terusan menatap langsung ke mataku. Seolah-olah sedang mengamati sesuatu yang sudah lama tak ia temui. Seolah-olah ia hendak menyampaikan padaku hanya melalui tatapan matanya bahwa ia merasa bersalah. Mungkin perasaanku saja.
Setelah selesai mengobatiku, ia ganti mengobati Killian.
Mengingat apa yang dia katakan tadi saat di sel, sepertinya Azazil tahu identitas Killian, Kanina, dan Kael yang sebenarnya. Tapi tentu saja, tidak dengan Hyan dan Groz. Apakah Fritz dan Krong juga sama?
Aku mengamati sekitar. Ruangan ini tampak seperti bangsal medis di rumah sakit dunia asalku. Mungkin laboratorium?
Ada kalender di atas meja yang kuasumsikan milik Azazil. Peliknya ada sebuah tanggal yang dilingkari olehnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/367968031-288-k531274.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Greatest Escape [ON GOING] - TWW 1
Fantasy🤚‼️FOLLOW SEBELUM MEMBACA‼️🤚 [FANTASI - MISTERI] WARNING‼️: ABUSE, KIDNAPPING, IMPLIED MURDER TROPES THAT YOU MIGHT LIKE : FOUND FAMILY, FRIENDSHIP, FINDING REAL FAMILY KEBIJAKAN PEMBACA DIHARAPKAN *+:。.。・:*:・゚★,。・:*:・゚☆ Kehidupan Miriel seolah di...