Renggang 2

129 11 23
                                    


              Hari libur yang biasanya menyenangkan,  sialnya kini berbalik jadi hari paling menyebalkan bagi kedua perempuan yang kini sedang berada dalam satu kamar.

Brina dan Zia yang katanya ingin quality time berdua dikamar Brina, mengobrol atau nobar untuk menghilangkan galau nyatanya malah pada asik sendiri.
Zia duduk dimeja belajar Brina sambil membaca novel, sedangkan Brina tengah rebahan ditempat tidurnya sembari mendengarkan playlist musik yang isinya lagu galaunya Mahalini hingga Ziva Magnolya semua dengan memakai earphone agar tak mengganggu konsentrasi Zia yang sedang membaca.

Brina memejamkan matanya, menghayati bait demi bait lagu Wanita Biasa dari Ziva Magnolya dengan fikirannya yang kembali melayang mengingat pertemuannya dengan ibu Gandhi kemarin siang.

"Kami berpisah karena mantan suami ibu meminta izin menikahi mantan kekasihnya yang baru saja bercerai karena kasus kdrt. Dia mengatakan jika itu satu satunya cara agar mantan kekasihnya yang sekarang jadi ibu tiri Gandhi, bisa berdamai dengan traumanya. Tapi ibu menolak. Ibu gak mau dimadu tapi ayahnya Gandhi lebih memilih menyelamatkan mantan kekasihnya daripada menyelamatkan rumah tangga kami. Kami berpisah secara baik baik. Tapi entah kenapa saat ibu menjenguk Gandhi, dia selalu menolak untuk menemui ibu, bahkan dia selalu marah kalau ibu datang untuk menjenguknya dan itu berlalu sampai saat ini"

Brina menghela nafas gusar, sesakit apa yang Gandhi rasakan sampai untuk sekedar bertemu sang ibu saja dirinya enggan?

Lalu ingatannya kembali pada reaksi Gandhi tadi malam saat melihat Bu Anita datang bersamanya.

"Lo, sama bitchnya juga ya ternyata kaya dia"

Brina meremas dadanya kuat.
"Kenapa sakit banget ya, seburuk itukah gue?"

Zia menoleh begitu mendengar gumaman Brina.
"Kenapa Bri?"

Brina mendongak, menatap Zia sambil menggeleng pelan.

"Gue seburuk itu ya Zi, jadi orang? Gue, gue bukan orang yang baik ya?" Tanyanya dengan mata berkaca kaca.

Zia langsung bergerak, berpindah duduk kesamping Brina yang tiba tiba meneteskan setitik cairan bening dari matanya.

"Lo kenapa Bri, kok nangis?" Tanyanya bingung.

Brina menggelengkan kepala sambil mengusap pelan air matanya. Mencoba terlihat kuat.
"Enggak. Lupain aja. Lo juga pasti lagi sedih karena habis putus, yang sabar ya" katanya sambil mengusap usap lembut pundak Zia.

"Hei, iya gue sedih habis putus. tapi gue udah selesaiin semua tadi sama Wawan sebelum dia pulang. Kita ngobrol banyak berdua dan kita pisah baik baik. Jadi udah clear gak ada yang ganjel satu sama lain. Tapi elo, Lo kenapa tiba tiba ngomong gitu?" Tanya Zia sambil memegang kedua pundak Brina agar gadis itu mau menatap matanya.

Brina tak menjawab. hanya bergerak kecil memajukan tubuhnya memeluk Zia, meluapkan tangisannya dipundak sahabatnya.

Zia membalas pelukan Brina hangat, matanya mulai mengembun tak mampu lama lama menahan kesedihannya saat ini.

"It's ok, Bri. Kita lalui sama sama ya"


***


"Loh, masak Wi?"

Bonar terkejut begitu membuka pintu kamar mandi, ia dikejutkan dengan keberadaan Dewi yang tengah berkutat di dapur.

Dewi yang tadi tersenyum puas setelah mencicipi rasa masakannya yang pas langsung menetralkan ekspresinya setelah mendengar pertanyaan Bonar.

"Ah, iya. habis belanja sayur tadi bang, jadi masak aja sekalian buat makan siang" jawab Dewi tanpa menatap kearah Bonar. Lalu ia kembali menyibukkan diri berjibaku dengan masakan didepannya.

ASRAMA MELATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang